Oleh: Dadang
A. Sapardan
(Camat
Cikalongwetan, Kab. Bandung Barat)
Beberapa waktu yang lalu,
sempat berdiskusi ringan dengan beberapa orang teman tentang perlunya pemahaman
literasi digital. Pemahaman ini bukan haya harus dimiliki oleh satu dua orang
masyarakat, tetapi harus dimiliki oleh seluruh masyarakat. Berbagai upaya untuk
mengkristalisasi pemahaman literasi digital harus dilakukan secara masiv oleh
sebanyak mungkin pihak yang memiliki perhatian terhadap dinamika kehidupan
masyarakat, terutama keajegan masyarakat dalam satu bangsa dan negara. Tidak
bisa dipungkiri bahwa bangsa dan negara ini merupakan bangsa dan negara yang
sangat heterogen. Keberagaman dapat ditemukan pada masyarakat bangsa ini.
Bahkan banyak pendapat yang mengungkapkan bahwa bangsa dan negara ini merupakan
bangsa dan negara yang tidak masuk akal. Dengan berbagai keragaman yang
dimilikinya masih bisa tetap ajeng. Dengan keragaman suku, ras, agama, bahasa,
budaya, dan keberagaman lainnya, bangsa dan negara ini masih tetap kokoh
sebagai satu kesatuan utuh, bangsa dan negara Indonesia. Dengan begitu
terbukanya ruang digital untuk diakses masyarakat, bukan sesuatu yang tidak
mungkin, menjadi ruang masuk untuk melahirkan disharmoni bangsa dan negara ini.
Sudah tidak bisa dipungkiri
bahwa berbagai anasir negatif dilesakkan oleh pihak-pihak tertentu untuk
menciptakan kegaduhan dan disharmoni di kalangan masyarakat. Dengan kepiawaian
yang dimilikinya berbagai kanal dimasukki untuk dicekokkan kepada masyarakat. Mereka
mengusung berbagai konten dengan nuansa negatif. Harapan dari semua itu adalah
guna mengkristalisasi pemahaman tertentu terhadap masyarakat.
Di tengah serbuan berbagai
kanal media sosial yang mudah diakses oleh masyarakat, kepemilikan kompetensi
literasi digital oleh seluruh warga masyarakat merupakan sesuatu yang mutlak
harus mendapat perhatian dan mendapat dorongan serius dari para pemangku
kepentingan. Berbagai pihak yang memiliki kepedulian terhadap keterlahiran
masyarakat untuk mendapat asupan informasi yang sehat harus terus dilakukan,
tanpa henti dan tidak mengenal lelah. Hal ini perlu dilakukan dalam upaya
menekan lahirnya chaos dan gonjang-ganjing di kalangan masyarakat.
Perhatian dan dorongan yang
dapat dilakukan melalui pengemasan berbagai strategi dengan muara untuk memberi
pemahaman kepada masyarakat tentang pentingnya kepemilikan kompetensi literasi
digital dalam menghadapi fenomena kehidupan ini. Melalui pengemasan program
literasi digital yang baik, setiap masyarakat dimungkinkan memiliki modal dasar
untuk melakukan pengembangan diri yang akan bermanfaat dalam menyikapi fenomena
kehidupan ini. Dengan kata lain, kepemilikan kompetensi literasi digital
menjadi sangatlah penting dalam upaya menyiapkan setiap masyarakat agar dapat survive
dalam menghadapi kehidupan masa kini dan masa depannya.
Literasi digital merupakan
salah satu dari keenam kompetensi literasi dasar—selain literasi baca tulis,
literasi numerasi, literasi sains, literasi finansial, serta literasi budaya
dan kewarganegaraan. Bahkan, saat ini konsep literasi sudah mengalami
perluasan, bukan semata keenam literasi seperti di atas. Berkenaan dengan
perluasannya, lahir literasi pertanian, literasi lingkungan, literasi
pemasaran, dan berbagai konsep lainnya. Kepemilikan kompetensi literasi digital
menjadi tuntutan yang harus dimiliki oleh masyarakat pada era maraknya
pemanfaatan perangkat digital dalam kehidupan keseharian mereka.
Karena itu, akselerasi
kepemilikan kompetensi literasi digital pada masyarakat harus terus didorong
oleh berbagai pihak yang memiliki perhatian besar terhadap penyiapan sumber
daya manusia dalam menghadapi dinamika kehidupan ini. Seluruh pemangku
kepentingan harus berlari kencang untuk dapat mengimbangi percepatan yang
dilakukan oleh pihak-pihak tertentu guna membius masyarakat dengan berbagai
konten negatif. Tidak dapat terbayangkan, bagaimana kondisi yang akan terjadi,
bila masyarakat tidak dengan secepatnya diberi pemahaman komprehensif tentang
literasi digital sebagai pedoman dalam beraktivitas pada ruang digital.
Tidak bisa dipungkiri bahwa
saat ini ruang digital diserbu berbagai konten yang dengan dapat mudahnya
diakses masyarakat. Keberadaan konten yang mewarnai ruang digital tersebut
sangat heterogen dengan berbagai muatan kepentingan dari setiap penggungahnya.
Ketika berselancar pada berbagai ruang digital, tidak hanya konten positif saja
yang dapat ditemukan, tetapi tidak sedikit pula pula serbuan berbagai konten
negatif. Berbagai konten dengan muatan berita bohong, ujaran kebencian,
radikalisme, perjudian, penipuan, pornogafi, hoax, dan lainnya akan
sangat mudah diakses masyarakat di ruang digital.
Bahkan, keberadaan konten
negatif tersebut tidak jarang merambah wilayah sensitif yang dapat
mengakibatkan disharmoni di kalangan masyarakat. Tidak jarang, ditemukan
konten-konten yang menyisir keberadaan unsur suku, agama, ras, antargolongan,
dan privasi individu sehingga melahirkan kegaduhan.
Dengan fenomena yang
terjadi saat ini, sangat dibutuhkan peran berbagai pemangku kepentingan yang
memiliki kesadaran dan kepedulian akan berbahayanya ketika masyarakat dibiarkan
untuk terus-menerus dicekoki dengan berbagai konten negatif yang diproduksi
oleh berbagai pihak tidak bertanggung jawab. Berbagai upaya penangkalan telah
dilakukan oleh para pemangku kepentingan, salah satunya oleh Kemenkominfo.
Dengan kapasitas yang
dimilikinya, Kemenkominfo telah mengeluarkan kebijakan tentang peta jalan
literasi digital 2021-2024 yang menjadi panduan bagi berbagai pihak dalam
berkehidupan di era digital. Peta jalan tersebut secara eksplisit memuat empat
pilar literasi digital yang harus dibangun dan dikembangkan pada masyarakat.
Keempat pilar tersebut adalah digital skill, digital culture, digital
safety, dan digital ethic. Digital skill merupakan kemampuan
individu dalam mengetahui, memahami, dan menggunakan peranti lunak TIK serta
system operasi digital dalam kehidupan sehari-hari. Digital Culture adalah
kemampuan individu dalam membaca, menguraikan, membiasakan, memeriksa, dan
membangun wawasan kebangsaan, nilai Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika dalam
kehidupan sehari-hari dan digitalisasi kebudayaan melalui pemanfaatan TIK. Digital
safety merupakan konsep yang mengarah pada kemampuan user dalam mengenali,
mempolakan, menerapkan, menganalisis, menimbang, dan meningkatkan kesadaran
perlindungan data pribadi dan keamanan digital dalam kehidupan sehari-hari. Digital
ethic adalah kemampuan individu dalam menyadari, mencontohkan, menyesuaikan
diri, merasionalkan, mempertimbangkan, dan mengembangkan tata Kelola etika
digital (netiquette) dalam kehidupan sehari-hari.
Upaya agar lahir
kepemilikan keempat pilar tersebut pada masyarakat harus terus dilakukan oleh
para pemangku kepentingan. Dengan kepemilikan pemahaman komprehensif akan
keempat pilar tersebut, masyarakat dimungkinkan dapat tereliminasi dari ekses
kurang baik dalam berselancar di ruang digital, terutama ekses yang diakibatkan
oleh serbuan konten negatif.
Berpedoman pada keempat
pilar tersebut, berbagai pemangku kepentingan—pegiat literasi, akademisi,
organisasi profesi, dunia usaha, kementerian/lembaga, serta pihak
lainnya—memiliki kewajiban yang sama untuk dapat berperan dengan aktif dalam
membendung serbuan konten negatif pada ruang digital. Keberadaan konten negatif
yang mewarnai ruang digital tersebut bisa ditangkal dengan kerja bareng
(kolaboratif) berbagai pemangku kepentingan dalam membangun kesadaran akan bahayanya
konten tersebut bagi masyarakat. Selain pemberian pemahaman akan pentingnya
peneraparan pilar-pilar literasi digital, salah satu langkah yang dimungkinkan
untuk melakukan penangkalan adalah upaya memenuhi ruang digital dengan berbagai
konten positif. **** DasARSS.