Oleh: Dra. Hj. Yeti Resmiati, M.M
(Kepala SMPN 2 Parongpong)
Bukan sesuatu yang mudah dan otomatis dalam melahirkan manusi berkarakter. Butuh seni untu membuat manusia makin berkarakter. Pendidikan seyogyanya tidak sekedar mengajarkan pengetahuan, namun semestinya juga mampu merangsang manusia semakin cerdas dan berkarakter
Semboyan Ki Hadjar Dewantara
Pada Abad 21 pendidikan karakter merupakan hal yang mendasar dan paling penting yang akan menjadikan akar rumput generasi muda saat ini di setiap lembaga pendidikan. Dunia pendidikan semakin memberikan kontribusi dan andil besar dalam upaya mewujudkan generasi emas di tahun 2045.
Demikian pula pendidikan karakter dalam Kurikulum Merdeka memiliki peran penting dalam upaya mengatasi krisis moral yang biasanya melanda beberapa peserta didik di sekolah, terutama yang berhubungan dengan perkembangan teknologi dan komunikasi peserta didik pada zaman milenial ini. Oleh karena itu, perlu pemerintah membuat kebijakan melalui Undang- undang RI No. 20 Tahun 2003 yang menyebutkan fungsi dari pendidikan nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk karakter bangsa.
Empat nilai yang dikembangkan dalam pendidikan karakter adalah: Nilai agama, nilai Pancasila, nilai budaya dan tujuan pendidikan nasional.
Pada hakikatnya, pendidikan karakter merupakan bentuk lama yang sudah tidak asing lagi di dunia pendidikan. Setiap peserta didik memiliki karakterisasi yang melahirkan wujud abstrak dari manusia yang merupakan perilaku atau sifat dan kebiasaan dan jati diri bagi setiap individu. Liputan 6.com, Jakarta.
Apa itu karakteristik? Memahami apa itu karakteristik adalah bagian dari sebuah penanda. Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI sudah jelas apa itu karakteristik? Karakteristik adalah sifat khas sesuai dengan perwatakan tertentu.
Menyikapi hal yang berhubungan dengan pendidikan karakter, setiap sekolah tentunya membutuhkan generasi yang bermartabat dan unggul yang dapat memajukan dan menaikkan martabat sekolah. Sekolah merupakan sebuah tempat penanggulangan dalam membentuk karakter peserta didik
Setiap peserta didik memiliki karakter yang berbeda-beda. Demikian pula pada saat mereka melaksanakan kegiatan pembelajaran di dalam kelas. Setiap peserta didik memiliki cara sendiri-sendiri dalam melaksanakan belajar, cara mengekspresikan diri, dan melakukan pemecahan masalah sesuai dengan karakteristik masing-masing.
Sebagai pendidik, kita perlu mengetahui cara menghadapi karakter peserta didik yang berbeda-beda tersebut. Untuk mengenal karakteristik peserta didik sangat penting bagi seorang pendidik, karena dengan mengenal karakter peserta didik, setiap pendidik akan dapat menentukan metode, strategi, pendekatan, dan komponen pembelajaran yang bervariatif, serta tepat guna sehingga akan mampu membuahkan hasil belajar lebih baik, optimal, dan bermakna.
Setiap pendidik dianggap memiliki keunggulan dan keistimewaan dalam mendidik dan mengajar. Guru dianggap serba bisa, serba tahu, dan serba cakap dalam mengubah tingkah laku anak didik dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak tahu menjadi serba tahu, dari tidak mempunyai sikap menjadi memiliki sikap, serta dari tidak terampil menjadi memiliki berbagai keterampilan. Sehingga dalam dunia pendidikan dikenal dengan guru mampu mengamalkan semboyan pendidikan Ki Hadjar Dewantara, yaitu "Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madyo Mangun Karso, dan Tut Wuri Handayani", sangat menggema dari zaman dahulu kala hingga masa kini.
Selain itu, seorang pendidik sebagai maha guru sudah dianggap sebagai seorang sosok yang sangat disegani baik di sekolah maupun dalam masyarakat. Seorang pendidik sangat disegani dan dihormati. Dengan demikian, guru sebagai pendidik harus mampu melaksanakan tugas dengan sepenuh hati.
Guru selalu mengabdi kepada Ibu Pertiwi, dengan suka cita, sehingga masyarakat khususnya orang tua peserta didik akan sangat menghargai dan mengormati para guru karena para pendidik diyakini akan selalu berpegang teguh pada ajaran Ki Hadjar Dewantara, yang mampu mengubah perilaku dan mengamalkan Ajaran Ki Hadjar Dewantara.
"Ing Ngarsa Sung Tulodho", di depan seorang guru akan mampu memberikan contoh, dan teladan bagaimana bertutur kata yang baik, beretika sopan, dan bekerja dengan keras penuh dedikasi. Mampu mengabdi dengan baik, pekerja keras dengan baik, belajar dengan baik, bahkan mampu memberikan contoh bagaimana melakukan kehidupan yang serba sederhana tetapi serba bersahaja, dan serba mencukupi.
Ketika berada di antara peserta didik dan masyarakat seorang pendidik dianggap mampu memanifestasikan dan mengamalkan ajaran" Ing Madya Mangun Karsa", artinya seorang pendidik harus mampu menjadi penggerak, pembangkit semangat sehingga peserta didik mau belajar dengan tekun, taat pada aturan dan disiplin pada saat pembelajaran berlangsung.
Seorang pendidik tidak hanya sebagai pengajar tetapi sebagai pendidik yang dapat menjadi pengganti orang tua yang cukup mampu mengayomi dan melindungi, serta memayungi muridnya. Bahkan guru tidak akan malu bergaul bersama muridnya, dengan ramah, guru akan menyapa dan memahami semua permasalahan dan problem murid-muridnya, serta memberikan bimbingan bagaimana muridnya mampu menyelesaikan berbagai masalahnya sendiri - sendiri.
Generasi Emas 2045
Bertolak dari permasalahan di atas, diharapkan guru sebagai pendidik yang baik mampu membelajarkan nilai- nilai karakter murid- muridnya. Mampu memupuk dan menanamkan nilai-nilai karakter dalam kehidupan sehari-hari.
Adapun nilai-nilai tersebut, sebagaimana dikutip dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ada lima nilai utama dalam penguatan pendidikan karakter yang wajib diketahui oleh seorang pendidik dan orang tua peserta didik, yaitu: Pertama, Religius yaitu nilai karakter yang berkaitan dengan agama.
Setiap anak diharapkan dapat mencerminkan keberimanan terhadap Tuhan yang maha esa, dengan melaksanakan ajaran agama dan kepercayaan yang dianut, serta menghargai perbedaan agama, menjunjung tinggi sikap toleran, hidup rukun dan damai dengan pemeluk agama lain.
Pada umumnya nilai religius ini sendiri dibangun dari rumah, dari keluarga, terutama orang tua yang harus mampu mengajarkan anak untuk mengenal agama dan hal-hal baik di dalamnya. Orang tua bisa membantu anak belajar menghargai perbedaan, tidak memaksakan kehendak, melindungi yang tertindas dan mencintai lingkungan juga di rumah.
Kedua, Nasionalisme, yaitu nilai karakter ini diajarkan kepada peserta didik untuk belajar menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya. Dalam simulasinya, di sekolah mereka rutin melakukan upacara bendera di hari senin, apel pagi, menyanyikan lagu Indonesia raya dan lagu nasional lainnya, untuk secara tidak langsung menanamkan jiwa nasionalis.
Sikap nasionalis itu sendiri bisa ditunjukan dengan mengapresiasi budaya Indonesia, menjaga kekayaan budaya bangsa, rela berkorban, berprestasi, cinta tanah air, menjaga lingkungan, taat hukum, disiplin, menghormati keberagaman budaya, suku, dan agama. Butuh juga dukungan pelajaran lainnya untuk lebih menumbuhkan rasa nasionalis pada peserta didik.
Di sekolah, biasanya bagian ini masuk ke dalam kegiatan intrakurikuler, atau kegiatan belajar mengajar sehari-hari di jam pelajaran. Tidak cukup sampai di situ, kegiatan ko-kurikuler dan ekstrakurikuler pun memiliki peran juga. Contohnya anak bisa ikut kegiatan paskibra, pramuka, PMR, dll.
Ketiga, Gotong royong, yaitu bekerja sama atau gotong royong perlu diajarkan pada anak-anak sejak dini, salah satunya dalam kegiatan menyelesaikan suatu permasalahan atau problem. Mereka harus mengetahui bahwa dengan gotong royong atau bahu membahu, persoalan bersama akan menjadi lebih ringan dan mudah untuk diselesaikan. Sehingga anak juga mengerti konsep persahabatan, dan dengan ikhlas memberi bantuan untuk teman yang membutuhkan. Bukan hanya tentang melakukan suatu hal bersama, gotong royong juga bisa tentang pengambilan keputusan. Anak-anak akan diajarkan bagaimana berkomitmen atas keputusan yang telah diambil bersama-sama. Selain itu mereka juga akan mengenal apa itu musyawarah untuk mufakat, tolong menolong, empati, dan solidaritas.
Keempat, Integritas. Karakter yang satu ini menjadi nilai yang merupakan upaya menjadikan anak-anak menjadi orang yang dapat dipercaya dalam perkataan, perbuatan, dan pekerjaan. Anak perlu tahu bahwa mereka harus punya komitmen dan kesetiaan pada nilai-nilai kemanusiaan dan moral. Integritas meliputi penanaman rasa tanggung jawab sebagai warga negara, dan mengajak mereka aktif terlibat dalam kehidupan sosial. perlu ditanamkan sejak dini bahwa setiap orang harus konsisten dalam tindakan dan perkataan, dengan berdasarkan pada kebenaran.
Kelima, Mandiri. Meskipun orang tua bisa melatih anak untuk mandiri sejak dari rumah, namun sekolah terbaik pun berperan penting dalam menanamkan nilai yang satu ini. Sekolah juga akan mengajarkan agar para peserta disik tidak bergantung pada orang lain. Anak- anak harus ikut serta membantu bahwa mereka belajar dapat mempergunakan tenaga, waktu, dan pikiran untuk mewujudkan semua harapan dan keinginannya.
Berdasarkan kelima karakter di atas, bagaimana dengan penerapan pendidikan karakter di sekolah untuk dekade masa kini? Sebagaimana kita tahu bahwa perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi serta Komunikasi dapat memberikan dampak positif dan dampak negatif. Masih ada salah satu contoh dalam penayangan film-film yang dinikmati para peserta didik yang tidak mendidik sehingga dapat merusak moral dan akhlak. Misalnya budaya kehidupan glamour, hidup berfoya-foya, melanggar peraturan sekolah, dan disiplin, kurang hormat kepada orang tua serta melanggar, melanggar lalu lintas di jalan, termasuk pergaulan bebas, merokok, dan menggunakan narkoba dipertontonkan langsung di berbagai tontonan.
Ada pula peserta didik yang sering menggunakan internet dan menghabiskan waktu pulang sekolahnya dengan bermain game di warung internet bersama temannya yang menimbulkan anti sosial. Sehingga sikap sosialnya rendah tertutup dan menghambur- hamburkan uang jajannya untuk bermain game sehingga cenderung bersikap negatif dalam kehidupannya.
Beberapa sikap yang umumnya ditemukan pada orang yang antisosial adalah seseorang yang tidak suka bergaul dengan banyak teman, tidak bersikap dan tidak ramah pada orang lain, jutek, dan menutup diri dari pergaulan masyarakat. Selalu cenderung menghindar dari situasi dan tertutup ( introvert).
Hal ini menyebabkan tidak jarang peserta didik yang lupa akan tugas dan kewajibannya sebagai pelajar. Mereka kadang acuh terhadap pelajaran dan tugas- tugas yang diberikan gurunya di sekolah. Di samping itu, kepedulian mereka terhadap temannya berkurang menjadi menciut.
Lebih jauh lagi, penggunaan gadget sebagai media sosial, dan internet membuat ketagihan sehingga lupa akan segalanya. Budaya yang kurang baik merasuk dirinya sehingga mempengaruhi karakter dan perilakunya sehari- hari baik di sekolah maupun di rumahnya.
Lalu bagaimana sikap sekolah khususnya para pendidik menyikapi hal demikian? Salah satu upaya yang perlu dilakukan adalah melakukan pencerdasan kehidupan anak didik melalui jalur sekolah. Salah satunya Kurikulum Merdeka yang diwarnai Kurikulum 2013 harus mampu mendorong peserta didik memiliki kemampuan analisis, kreatif, aktif, dan reflektif.
Kurikulum Merdeka dituntut untuk dapat memiliki kemampuan dalam memecahkan masalah, berfikir kritis, inovatif, kreatif, dan enterpeuner yang mampu bersaing di dunia kerja dan global. Peserta didik harus mampu memecahkan masalah agar dapat menghadapi berbagai efek dan imbas dari situasi pengaruh negatif baik yang datang dari dalam maupun pengaruh dari luar pada Abad ke- 21 ini.
Kurikulum Merdeka merupakan kurikulum yang akan menjawab persoalan - persoalan di atas. Pemerintah merancang Kurikulum Merdeka sebagai persiapan Generasi Emas Tahun 2045 kelak. Kurikulum Merdeka sedikit berbeda dengan kurikulum sebelumnya.
Pada masa lampau kegiatan pembelajaran yang disampaikan kepada peserta didik bersifat pasif, cenderung hanya sebagai pendengar pasif. Sedangkan pembelajaran yang dilakukan dalam Kurikulum Merdeka mendorong peserta didik memiliki kemampuan analisis, kreatif, aktif, inovatif, dan reflektif. Peserta didik dan pendidik harus berfikir kreatif dan inovatif untuk menggali potensi yang dimiliki masing-masing peserta didik yang ada pada dirinya. Hal ini dilakukan berdasar keinginan mereka sendiri.
Dengan berfikir kreatif yang dimiliki masing masing, maka akan tercipta pembelajaran yang inovatif berdasarkan kreatifitas yang mereka inginkan. Pada akhirnya, peserta didik akan merasa merdeka dalam menetukan pilihan dan terciptalah Profil Pelajar Pancasila yang Merdeka. Belajar berdasarkan minat dan bakat, serta kemampuan yang ada dalam dirinya dengan menuangkan ide-ide yang mendasar.
Untuk mendukung hal ini, para pendidik seyogyanya mengokohkan karakter dirinya dan membangun karakter peserta didiknya. Ada beberapa hal sederhana yang dapat dilakukan agar para pendidik mampu membangun karakter peserta didiknya, yaitu:
1. Pendidik harus mampu menanamkan nilai positif ( role model) bagi para peserta didiknya. Artinya, pendidik tidak sekedar mendidik dan memberikan materi, tetapi diharapkan mampu menanamkan nilai karakter , baik moral, sosial, maupun agama.
2. Pendidik menjadi model atau contoh bagi peserta didiknya. Artinya, bahwa pendidik dianggap sebagai pengganti orang tua oleh peserta didik. Maka, semua peserta didik akan mencontoh segala sesuatunya baik dalam berbagai tindakan maupun dalam berbagai perilakunya. Semua akan dicontoh oleh peserta didiknya. Oleh karena itu hati- hatilah ketika kita melakukan actions pembelajaran di dalam kelas.
3. Pendidik selalu memberikan reword atau penghargaan sebagai tanda apresiasi kepada peserta didik. Artinya, bahwa guru tidak hanya mengajar, atau memberikan nilai akademik saja, akan tetapi mampu memberikan apresiasi berupa penghargaan atau reword kepada peserta didik yang melakukan kebaikan. Misalnya: memberikan jempol, memberikan pujian kepada peserta didik yang datang di awal waktu, rajin mengerjakan tugas, melaksanakan piket, bersopan santun yang baik, mengerjakan PR tepat waktu, melaksanakan petugas upacara, dan peserta didik yang mendapat penghargaan dan piagam dari sekolah atau luar sekolah dalam berbagai bidang ekstrakulikuler maupun intrakulikuler, dll.
4. Pendidik selalu mengajarkan moral pada semua mata pelajaran. Artinya, tidak sekedar mengajarkan materi pembelajaran saja, tetapi mengajarkan nilai- nilai moral yang berhubungan dengan akhlaq, sopan santun, tatakrama, dengan bahasa yang baik dan benar yang berhubungan dengan kehidupan sehari- hari. Hal ini dapat dijadikan pelajaran dalam hidupnya baik di sekolah maupun di rumah.
5. Pendidik selalu menyisihkan waktunya untuk mengajarkan sopan santun. Artinya, masalah sopan santun jangan dilupakan. Masalah sopan santun harus diintegrasikan dalam semua mata pelajaran. Hal penting dan layak diajarkan kepada peserta didik agar peserta didik mengetahui mana yang benar dan mana yang salah, mana yang sopan dipakai, dan mana yang kurang sopan.
6. Pendidik khususnya para wali kelas membentuk group paguyuban. Artinya, group paguyuban bekerjasama antara wali kelas dengan orang tua siswa atau wali murid. Komunitas ini dimanfaatkan untuk komunikasi, konsultasi, koordinasi langsung antara sekolah dengan orang tua peserta didik. Group Paguyuban bisa digunakan untuk membahas peserta didik yang bermasalah, peserta didik yang berprestasi, berbagai pengumuman yang resmi, dan berbagai masalah lainnya.
7. Pendidik selalu memberikan kesempatan kepada semua peserta didik untuk menjadi pemimpin. Artinya, caranya mudah setiap pendidik membuat tugas berkelompok, kemudian yang memimpin bergiliran jangan itu- itu saja yang menjadi ketua kelompok. Semua harus mampu menjadi pemimpin. Setelah selesai kegiatan kelompok berikan motivasi yang baik agar mereka lebih percaya diri dan lebih semangat menghadapi masa depannya sehingga MADESU (Masa Depan Sukses).
8. Pendidik mampu menceritakan pengalaman berharganya baik pengalaman yang dialami pendidik maupun peserta didiknya. Baik pengalaman yang menyenangkan, menyedihkan, maupun mendongkolkan. Hal ini akan dapat dijadikan contoh sehingga akan mampu menginspirasi kehidupan mereka. Dengan demikian, pengalaman mereka akan dijadikan contoh terbaik untuk melakukan kebaikan- kebaikan sekecil apapun.
Itulah, pengalaman- pengalaman berharga yang dapat dilakukan pendidik dalam membangun karakter peserta didiknya.
Simpulan
Dari uraian di atas, penulis simpulkan bahwa untuk melahirkan peserta didik yang berkarakter ternyata tidak mudah, diperlukan suatu seni strategi yang handal dan profesional. Abad 21 pendidikan karakter dalam mewujudkan pelajar pancasila merupakan hal yang mendasar dan paling penting. Empat nilai karakter yang dilembangkan saat ini untuk mencapai pelajar pancasila adalah nilai agama, nilai pancasila, nilai budaya, dan nilai tujuan pendidikan nasional.
Pada hakikatnya pendidikan karakter merupakan bentuk lama yang sudah tidak asing lagi di dunia pendidikan. Sekolah sebagai lembaga pendidikan merupakan sebuah tempat untuk penanggulangan dalam membentuk karakter peserta didik. Setiap peserta didik memiliki karakter yang berbeda-beda. Maka, setiap pendidik harus mampu menentukan metode, strategi, dan pendekatan, serta komponen pembelajaran yang bervariatif, serta tepat guna agar membuahkan hasil untuk mencapai karakter peserta didik yang lebih baik, lebih optimal, dan lebih bermakna.
Setiap pendidik tentunya sudah dianggap memiliki keunggulan dan keistimewaan dalam mendidik dan mengajar. Selain itu, seorang pendidik dianggap sebagai sosok yang sangat disegani dan dihormati khususnya di sekolah. Oleh karena itu, ajaran Ki Hadjar Dewantara akan mampu melahirkan dan memanifestasikan pendidikan karakter peserta didik sebagai pelajar pancasila di sekolah. Dengan demikian, diharapkan para pendidik yang baik akan mampu membelajarkan nilai-nilai karakter peserta didiknya dan mampu memupuk dan menanamkan nilai- nilai karakter tersebut dalam kehidupan sehari-hari sehingga peserta didik akan mampu memilih mana yang baik dan benar. Terima kasih.
Penulis adalah Kepala SMPN 2 Parongpong
Pewarta: Adhyatnika Geusan Ulun-Newsroom Tim Peliput Berita Pendidikan Bandung Barat.