Oleh: Adhyatnika Geusan Ulun
Adalah menarik ketika mencermati sejumlah fenomena yang terjadi di lingkungan sekolah. Banyak kejadian yang membuat kita miris, seperti kasus perundungan, kekerasan yang dilakukan sesama siswa, perlakuan kasar guru kepada siswa atau sebaliknya, hingga pelecehan seksual di lingkungan yang seharusnya menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi warga sekolah.
Pemerintah, sebenarnya telah membuat regulasi yang bertujuan
untuk melindungi keberlangsungan kegiatan belajar mengajar di satuan
pendidikan. Melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen
PPPA) telah mengeluarkan kebijakan tentang perlindungan keterlaksanaan
pendidikan bagi seluruh warga sekolah dan semua proses belajar mengajar.
Lahirnya program Sekolah Ramah Anak sebagai perwujudan
kebijakan di atas, memiliki tujuan untuk menciptakan lingkungan yang aman,
sehat, dan menyenangkan bagi warga sekolah, terutama pseserta didik.
Sekolah Ramah Anak
Berdasarkan konsep Sekolah
Ramah Anak yang dituangkan dalam panduannya oleh Kemen PPPA pada 2015,
mendefinisikan bahwa Sekolah Ramah Anak merupakan bentuk pendidikan formal,
nonformal, dan informal. Hal tersebut
menunjukan bahwa sekolah bersifat aman, bersih, peduli, dan berbudaya
lingkungan hidup. Semuanya dilaksanakan demi menjamin, memenuhi, dan melindungi
hak peserta didik dari segala bentuk diskriminasi serta kekerasan di bidang
pendidikan.
Selain itu, Sekolah Ramah Anak juga didorong untuk mendukung
partisipasi aktif anak, terutama dalam hal perencanaan, kebijakan,
pembelajaran, pengawasan, serta mekanisme pengaduan yang berkaitan dengan hak
dan perlindungan mereka di lingkungan pendidikan.
Di sisi lain, peran guru, menurut, Menteri PPPA, Bintang
Puspayoga (2022) konsep Sekolah Ramah Anak adalah mengubah paradigma kepada
peserta didik, yakni dari pengajar menjadi pembimbing, orang tua dan sahabat
anak, memberikan teladan perilaku yang benar dalam interaksi sehari-hari di
satuan pendidikan. Kemudian, memastikan orang dewasa di satuan pendidikan
terlibat penuh dalam melindungi anak dari ancaman yang ada di satuan
Pendidikan, dan memastikan orang tua dan anak terlibat aktif dalam berbagai
aktivitas.
Selanjutnya, Kemen PPPA juga telah menetapkan enam komponen Sekolah
Ramah Anak, yaitu:
- Kebijakan Sekolah Ramah Anak, termasuk untuk memetakan kelompok anak rentan.
- Pendidik dan tenaga kependidikan terlatih.
- Konveksi Hak Anak dan Sekolah Ramah Anak.
- Pelaksanaan proses belajar yang ramah anak dalam pelaksanaan Sekolah Ramah Anak.
- Sarana dan prasarana ramah anak.
- Partisipasi anak, dan partisipasi orang tua, alumni, organisasi kemasyarakatan, dan dunia usaha. Sehingga Sekolah Ramah Anak bukan merupakan kewajiban tenaga pendidikan saja namun juga unsur-unsur di luar sekolah.
Konsep di atas memberikan ruang bagi terciptanya lingkungan
pendidikan yang aman dan nyaman bagi seluruh peserta didik. Selain itu, Sekolah
Ramah Anak juga tidak hanya melibatkan peran sekolah, namun juga peran serta
orang tua dan masyarakat.
Terciptanya lingkungan pendidikan yang aman dan nyaman dapat
dilakukan dengan berbagai program yang berpihak pada murid, di antaranya guru
menempatkan diri sebagai fasilitator yang memfasilitasi seluruh proses
pembelajaran. Posisi sebagai fasilitator
memberikan ruang kepada para peserta didik untuk mampu menggali dan
mengembangkan potensi yang dimilikinya.
Penggalian dan pengembangan potensi murid bisa melalui kegiatan
diskusi yang memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada mereka untuk berkreasi
dan aktif menyampaikan ide dan gagasannya secara demokratis. Selain itu, dengan
menyelengarakan program seni dan budaya, serta bidang kesiswaan lainnya, bisa
meningkatkan kepercayaan diri peserta didik. Sehingga, mereka akan
terfasilitasi minat dan bakat yang dimilikinya.
Pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan dalam
konsep PAKEM yang beberapa waktu digulirkan, diyakini dapat mewujudkan suasana
belajar mengajar menjadi aman dan nyaman. Kreativitas dan inovasi guru pada
konsep pebelajaran tersebut, juga memungkinkan anak dapat merasakan kondisi
belajar yang menarik dan bermakna.
Di lain pihak, peran serta orang tua dan masyarakat sangat
memegang kunci keberhasilan pendidikan. Peran mereka dapat diwujudkan dengan
menjadi pendukung program sekolah, sesuai dengan visi dan misi yang dicanangkannya.
Peran serta komite sekolah selaku perwujudan orang tua dapat
dituangkan dengan memberikan masukan atas arah kebijakan sekolah, di antaranya
mendorong orang tua siswa untuk membentengi anak-anaknya melalui pendidikan
budi pekerti, dan pendekatan keagamaan yang baik. Termasuk peran masyarakat sebagai
social control yang memberikan pengawasan
yang konstruktif demi peningkatan
kualitas pelayanan pendidikan di sekolah.
Simpulan
Diperlukan sinergisitas dan kolaborasi semua pihak untuk
mewujudkan Sekolah Ramah Anak. Dengan demikian, cita-cita untuk menciptakan
lingkungan aman dan nyaman bagi peserta didik, umumnya bagi warga sekolah, akan
optimal, sehingga kelak akan lahir generasi yang unggul, cerdas, berakhlak
mulia, dan pelayanan pendidikan pun akan semakin berkualitas.***
Dari berbagai sumber.
Profil Penulis:
Adhyatnika Geusan Ulun, lahir 6 Agustus 1971 di Bandung. Tinggal di Kota Cimahi. Kepala SMPN Satap Lembang Cililin sejak 2022. Guru Bahasa Inggris di SMPN 1 Cipongkor Bandung Barat (1999-2022). Pengurus MGMP Bahasa Inggris Kab. Bandung Barat (2007-2022). Alumnus West Java Teacher Program di Adelaide South Australia, 2013. Alumnus MQ ‘Nyantren di Madinah dan Makkah’ 2016, Pengasuh Majelis Taklim dan Dakwah Qolbun Salim Cimahi, Penulis buku anak, remaja dan dakwah. Editor NEWSROOM, tim peliput berita Dinas Pendidikan Bandung Barat. Jurnalis GUNEMAN Majalah Pendidikan Prov. Jawa Barat. Pengisi acara KULTUM Studio East Radio 88.1 FM Bandung. Redaktur Buletin Dakwah Qolbun Salim Cimahi. Kontributor berbagai Media Masa Dakwah. Sering menjadi juri di even-even keagamaan.