Oleh: H.Dadang
A. Sapardan
(Camat Cikalongwetan, Kab. Bandung Barat)
Dalam
minggu-minggu ini media massa masih diramaikan dengan dengan penayangan berita
tentang penghitungan suara Pemilu tahun 2024, terutama hasil yang diperoleh
para calon anggota legislatif, karena hasil pemilihan presiden, arahnya sudah
jelas. Di tengah maraknya pemberitaan Pemilu, muncul berita tentang pemberian
vonis kepada salah seorang aktor penyuport peredaran narkoba dengan skala
sangat besar. Vonis yang diberikan hakim tidaklah main-main, yaitu vonis
hukuman mati. Hal itu dimungkinkan karena yang bersangkutan merupakan salah
satu aparatur yang seharusnya mendukung pencegahan dan pemberantasan narkoba.
Aparatur yang seharusnya ikut berada bersama elemen lainnya guna menahan
gempuran para pengedar narkoba.
Ilustrasi
di atas mengingatkan lagi pada statement yang sempat diungkapkan Presiden, Joko
Widodo. Beberapa tahun ke belakang, Presiden pernah mengungkapkan bahwa Indonesia
tengah berada pada kondisi darurat narkoba. Fenomena perkembangan penyebaran
dan penyalahgunaan narkoba terus berlangsung dan mengalami peningkatan. Bila
tidak diambil strategi untuk menghentikan laju perkembangannya, bukan tidak
mungkin dapat merusak tatanan kehidupan masyarakat, bahkan menggoyahkan
keajegan bangsa dan negara.
Kondisi
demikian harus mendapat perhatian serius dari berbagai pemangku kepentingan,
termasuk elemen masyarakat. Berbagai langkah untuk menekan semakin
berkembangnya penyebaran dan penyalahgunaan narkoba harus terus dilakukan.
Salah satu upaya yang dilakukan adalah penumbuhan kesadaran akan berbahayanya
fenomena penyalahgunaan narkoba bila tidak mendapat parhatian ekstra.
Penumbuhan kesadaran pada berbagai pemangku kepentingan ini perlu terus
dibangun dan ditumbuhkan agar tidak ter-ninabobo-kan.
Adalah
menjadi tugas setiap pemangku kepentingan untuk berupaya dengan optimal melakukan
pencegahan peredaran narkoba di kalangan masyarakat. Dengan langkah demikian, prevalensinya
diharapkan mengalami penurunan. Semua pihak dituntut memiliki kepedulian
yang kuat terkait peredaran narkoba di kalangan masyarakat, terutama di
kalangan generasi muda. Generasi muda yang menjadi generasi working age
dan menjadi tumpuan berbagai pihak untuk dapat melanjutkan keberlangsungan
kemajuan bangsa dan negara ini.
Berdasarkan
data yang dirilis BNN, pada periode tahun 2021 sampai 2023, pengguna narkoba
turun menjadi 1,73% atau sekitar 3,3 juta orang. Jumlahnya menurun 0,22%.
Penurunan tersebut menyelamatkan lebih kurang 300.000 orang dari keterpaparan
narkoba. Sekalipun demikian, upaya untuk terus menekan prevalensi
penyalahgunaan narkoba menjadi fokus utama dari BNN dan berbagai pemangku
kepentingan lainnya. Tidak sedikit masyarakat yang masih terpapar dan memiliki
ketergantungan untuk mengonsumsi narkoba.
Fenomena
penyalahgunaan narkoba di kalangan generasi muda menjadi tantangan yang harus
disikapi oleh berbagai elemen pemangku kepentingan. Beban tidak hanya bisa
ditumpukan pada BNN bersama unsur TNI/Polri yang konsen pada upaya pemberantasan.
Berbagai elemen pemangku kepentingan harus bersinergi dalam upaya menekan lebih
banyak dan luasnya penyalahgunaan narkoba. Dalam konteks ini, masyarakat secara
umum termasuk yang harus memberi dukungan terhadap upaya menurunkan prevalensi
penyalahgunaan narkoba.
Menjadi tugas seluruh
pemangku kepentingan untuk bersinergi dalam berupaya dengan optimal guna menekan
peredaran narkoba di kalangan masyarakat, terutama generasi muda kita. Para
pemangku kepentingan harus terus pula memacu diri sehingga perannya lebih
meningkat dalam berkontribusi terhadap upaya penurunan prevalensi penyalahgunaan
narkoba. Angka penyalahgunaan narkoba pada pada berbagai usia harus menjadi
dasar dari penerapan langkah strategis.
Bila dibiarkan begitu saja,
peredaran dan penyalahgunaan narkoba di kalangan masyarakat akan menjadi
penghambat keberlangsungan kehidupan bangsa. Apalagi bila dihubungkan dengan
perkiraan dominasi working age sebagai bonus demografi bagi bangsa
Indonesia, peredaran dan penyalahgunaan narkoba dapat menjadi momok dalam upaya
transformasi working age menjadi sosok potensial sebagai pendorong
bertumbuh dan berkembangnya bangsa ini.
Peredaran narkoba di
kalangan masyarakat, dipandang sebagai bagian dari usaha perorangan dan
kelompok dengan latar belakang motif ekonomi. Raupan keuntungan dari peredaran
barang haram ini menjadi target dari setiap pelakunya. Berbagai strategi
dilakukan oleh para pelaku agar upaya peredaran yang dilakukannya dapat
berhasil.
Namun, beberapa pemerhati
tentang dinamika peredaran narkoba, berpandangan lain. Terdapat pandangan bahwa
peredaran narkoba yang terjadi di masyarakat dimungkinkan sebagai upaya
terstruktur, sistematis, dan masiv dari pihak-pihak tertentu dalam upaya
meruntuhkan tatanan kehidupan masyarakat. Demikian juga dengan peredarannya di
Indonesia, banyak yang berpandangan bahwa fenomena tersebut merupakan refleksi
dari bayang-bayang ancaman strategi proxy war dari pihak-pihak tertentu.
Proxy war merupakan perang yang
diciptakan ketika lawan atau musuh menggunakan dan memanfaatkan pihak ketiga
sebagai mesin perangnya. Mesin perang yang digunakan untuk memerangi ini bisa
dalam bentuk lembaga non-negara, organisasi, tentara bayaran, atau kekuatan
lainnya yang dipandang dapat menyerang lawan tanpa menyebabkan perang dalam
skala penuh. Strategi Proxy war diterapkan dengan maksud untuk menguasai
sumber daya negara atau bangsa yang diperanginya. Dengan istilah sederhana, proxy
war ini bisa disamakan dengan istilah memukul dengan meminjam tangan pihak
lain.
Strategi pihak tertentu
untuk melakukan proxy war terhadap satu negara berdaulat menjadi salah
satu upaya yang sering dilakukan. Keberhasilan dari pelaksanaan proxy war pada
satu wilayah tertantu akan berdampak pada penguasan terhadap SDM dan SDA
wilayah tersebut.
Terlepas dari apakah
motifnya ekonomi ataupun proxy war, untuk melawannya, diperlukan peran
aktif dari seluruh elemen pemangku kepentingan guna menurunkan prevalensi peredaran
dan penyalahgunaan narkoba di masyarakat. Dalam konteks ini, tidak bisa membiarkan
lembaga antinarkoba seperti BNN untuk bergerak sendiri mengupayakan penurunan prevalensi.
Seluruh elemen pemangku kepentingan—pemerintah, non-pemerintah, dan
masyarakat—harus bersinergi bersama BNN sehingga peredaran dan penyalahgunaan
narkoba di kalangan masyarakat tidak mengalami peningkatan.
Kesadaran
tentang perlunya seluruh pemangku kepentingan untuk berperang melawan peredaran
dan penyalahgunaan narkoba harus terus diaktualisasikan agar prevalensi-nya
mengalami penurunan. Kesadaran harus dibangun bahwa peredaran dan
penyalahgunaan narkoba melalui program pencegahan dan pemberantasan
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika (P4GN) bukan tanggung jawab BNN
semata, tetapi menjadi tanggung jawab berbagai pihak yang memiliki kepedulian
terhadap eksistensi bangsa dan negara ini.****DASarss.