Notification

×

Arsip Blog

KEMERDEKAAN DALAM PERSFEKTIF ISLAM

Senin, 26 Agustus 2019 | 21.31 WIB Last Updated 2019-08-26T14:53:10Z

Oleh: Adhyatnika Geusan Ulun


“(Inilah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya yang terang-benderang dengan izin Tuhan mereka…” (Q.S. Ibrahim (14):1)
Islam memandang manusia sebagai makhluk yang merdeka sejak ditakdirkan hadir di muka bumi. Manusia hanya diperkenaan menghamba kepada Sang Pencipta, Allah swt. Oleh karenanya, perbudakan manusia atas manusia lainnya sangat dilarang. Dengan kata lain, manusia yang menjalankan segala bentuk penjajahan dapat diartikan memosisikan dirinya sebagai Tuhan.
Dalam terminologis bahasa Arab, kemerdekaan adalah ‘al-taharrur wa al-khalash min ayy qaydin wa saytharah ajnabiyyah’ bermakna, bebas dan lepas dari segala bentuk ikatan dan penguasaan pihak lain. Hal tersebut berarti bahwa kemerdekaan adalah sesuatu yang asasi dan melekat dalam diri setiap manusia. Oleh karena itu tidak dapat dan tidak boleh dirampas oleh siapapun, sebagai anugerah Tuhan. Segala bentuk perbudakan dan penjajahan harus dihapuskan dan dilenyapkan dari muka bumi, karena tidak sesuai dengan kodrat manusia, makhluk mulia.
Rasulullah saw mengajarkan bahwa manusia dilahirkan dalam keadaan merdeka. Tidak dibenarkan memperbudaknya atas dasar kekuasaan apapun. Hal ini pula menjadi spirit Khalifah Umar bin Khatab ra. manakala menyampaikan dakwahnya kepada penguasa Persia, Rustum, melalui sahabat Rib’iy bin Amaar, Kami (umat Islam) diutus Allah untuk mengeluarkan manusia dari penghambaan sesama hamba untuk menghamba kepada Allah semata. Dengan semangat itulah Islam berhasil dengan mengeluarkan umat manusia dari kubangan kegelapan kepada cahaya kehidupan yang terang-benderang di bawah naungan rida Allah swt. Dalam sejarah dikenal sebagai kelahiran peradaban umat terbaik (khairu ummah) yang tidak mencintai, menaati serta merasa takut kepada apapun selain kepada Allah.
Dalam konteks kemerdekaan Republik Indonesia yang kita peringati setiap 17 Agustus, para pendiri bangsa besar ini dengan jujur mengungkapkannya dalam bentuk rangkaian kalimat penuh makna, Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya. Hal tersebut mengisyaratkan bahwa setelah melalui perjuangan yang berat dan panjang dalam merebut kemerdekaan, dengan tumpahan darah dan pengorbanan nyawa para pahlawan, semua dapat terwujud atas izin Allah. Karunia inilah yang wajib disyukuri sebagai bangsa yang sadar atas anugerah kemerdekaan yang diidam-idamkan semenjak perjuangan Dipati Unus, Sultan Agung, Tuanku Imam Bonjol, Pangeran Diponegoro, Sisingamangaraja, Patimura, Untung Surapati, Teuku Umar, Cut Nyak Dien, Cut Meutia, Pangeran Kornel, Budi Utomo, Syarikat Islam, dan banyak lagi pejuang dan pergerakan kebangsaan dalam upayanya memerdekaan bangsa ini. Perjalanan panjang selama lebih dari tiga setengah abad dibelenggu penjajahan tidak terlepas dari lika-liku perjuangan. Pro dan kontra mengenai kemerdekaan kerap terjadi. Kelompok anti kemerdekaan lebih karena disilaukan oleh kilauan duniawi yang diberikan kaum imperialis, sedangkan kelompok pro kemerdekaan menginginkan hak asasinya dikembalikan sebagai bangsa yang ingin menentukan nasibnya sendiri dan tidak bergantung kepada bangsa lain. Bukan hal mudah menyatukan persepsi yang berseberangan tersebut, terlebih setelah kemerdekaan diproklamasikan. Peristiwa-peristiwa mewarnai republik belia ini; pemberontakan di mana-mana, kaum imperialis yang bersikukuh ingin menancapkan kuku penjajahan datang kembali, perebutan pengaruh ideologis menjadi berita harian rakyat, separatisme marak di tiap daerah, dan puncaknya terjadi pada medio 60-an manakala terjadi tragedi berdarah yang merengut banyak nyawa para pengawal ideologi negara, Pancasila. Maka sebagaimana yang diungkapakan Bung Karno Karno bahwa perjuangan merebut kemerdekaan itu amat berat, tetap lebih berat lagi mempertahankan dan mengisi kemerdekaan. Sebab, perjuangan merebut kemerdekaan itu jelas musuhnya, yakni penjajah. Sedangkan mengisi kemerdekaan menghadapi bangsa sendiri.
Dalam usia kemerdekaan yang sudah mencapai 74 tahun, sesungguhnya republik tercinta ini dipandang belumlah cukup untuk merealisasikan cita-cita bangsa dalam mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melestarikan ketertiban dunia, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Perlu kesabaran tinggi dalam menanti terwujudnya semua cita-cita tersebut. Namun tujuan ke arah itu sudah dimulai sejak negeri ini merdeka. Pembangunan infrastruktur, pusat-pusat ekonomi rakyat dibangun, otonomi daerah untuk percepatan pembangunan diwujudkan, peningkatan sumber daya manusia dalam mencapai generasi unggul didorong di mana-mana, penguatan akan kesadaran hidup berbangsa dan negara dalam bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial dan budaya terus ditingkatkan. Ada optimisme yang muncul dari setiap kebijakan pemerintah. Dukungan pro-aktif harus dilakukan oleh semua lapisan masyarakat. Kewajiban setiap warga negara adalah menyamakan persepsi bahwa kemerdekaan bukan berarti kebebasan yang absolut dengan tidak mengindahkan hak orang lain. Sesungguhnya setiap manusia berada dalam batas ruang, waktu dan orang lain pun memiliki hak yang sama. Tidak seorangpun berhak memaksakan kehendaknya atas orang lain. Tindakan pemaksaan kehendak, apalagi dengan arogan dan cenderung merendahkan martabat orang lain, melanggar prinsip kemanusiaan itu sendiri, karena kemerdekaan selalu berkonsekuensi tanggung jawab atas seluruh tindakan. Dituntut kebijakan dalam berbuat dan bertindak. Tujuan hakiki dari kemerdekaan  tidak pernah bisa dilepaskan dari dua hal; berpikir secara bijak dan etis dalam bertindak.
Islam yang mengemban misi memerdekakan manusia dari perbudakan dan membebaskan mereka dari kemiskinan, kebodohan, penderitaan, dan kesengsaraan, mengajarkan kepada umatnya bahwa kemerdekaan meliputi segala hal sejauh tidak melanggar aturan Tuhan dan Nabi-Nya. Kemerdekaan dalam beragama dan berkepercayaan, berekspresi dalam menuangkan pikiran, hak untuk memperoleh rasa aman, keadilan dan mendapatkan penghidupan yang layak, serta semua hak dasar yang sifatnya universal sangatlah dilindungi. Tentunya semua haruslah berdasarkan aturan yang berlaku dalam tatanan agama dan masyarakat. Oleh karena itu, Islam memosisikan semuanya dalam wujud keadilan bagi umatnya. Islam tidak memilah dan memilih dalam menentukan keadilan. Tidak memandang apakah seorang pejabat atau rakyat, si kaya atau si miskin, semua memperoleh hak yang sama. Seperti dikisahkan dalam riwayat masyur manakan Khalifah Umar bin Khatab memberikan keputusan yang adil atas perlakuan zalim Abdullah, anak Amr bin Ash, Gubernur Mesir yang menganiaya petani miskin. Setelah memanggil sang Gubernur tersebut, Umar mengatakan, sejak kapan kamu memperbudak orang, padahal ia dilahirkan ibunya dalam keadaan merdeka? Umar lalu mempersilakan si petani miskin tersebut mengambil haknya yang diperlukan terhadap anak pejabat tinggi negara itu. Sikap tersebut menujukkan kebijakan yang seharusnya dilakukan oleh seorang pemimpin. Islam menunjukkan bahwa di depan hukum, setiap orang mempunyai hak untuk tidak dihakimi dan dizalimi hanya karena kedudukan sosialnya. Perbedaan status sosial-ekonomi, tidak serta merta kehilangan keadilan. Sebaliknya bagi yang status sosial tinggi, tidak boleh dibiarkan merampas hak orang lain dan kebal hukum. Keteladanan itulah yang Baginda Nabi  pernah sampaikan kepada umatnya: Seandainya Fatimah, anakku, mencuri. Jangan orang lain yang menghukumnya! Aku sendiri akan memotong tangannya!
Akhirnya, dengan berpijak pada ayat di atas, kemerdekaan merupakan karunia besar dari Allah kepada bangsa Indonesia. Kewajiba kita untuk mensyukurinya, agar kenikmatan tersebut berbuah keberkahan yang berlipat ganda. Rangkaian kalimat yang ditulis dalam teks proklamasi kemerdekaan negeri ini mengisyaratkan bahwa bangsa ini berhak menentukan nasib sendiri dengan tidak bergantung pada negara lain. Sudah kewajiban kita mengisi kemerdekaan negeri ini dengan menghiasinya melalui karya nyata yang produktif dan bermanfaat. Bukan hanya untuk diri saja, tetapi maslahat bagi sebanyak-banyaknya umat.***
ARTIKEL DI ATAS TELAH TAYANG DI: http://disdikkbb.org/?news=kemerdekaan-dalam-persfektif-islam
Biodata Penulis:
Adhyatnika Geusan Ulun, lahir 6 Agustus 1971 di Bandung. Tinggal di Kota Cimahi.
Guru Bahasa Inggris di SMPN 1 Cipongkor Bandung Barat sejak tahun 1999. Pengurus  MGMP Bahasa Inggris Kab. Bandung Barat. Alumnus West Java Teacher Program di Adelaide South Australia, 2013. Penulis buku anak dan remaja. Editor NEWSROOM, tim peliput berita Dinas Pendidikan Bandung Barat. Jurnalis GUNEMAN Majalah Pendidikan Prov. Jawa Barat. Pengisi acara KULTUM Studio East Radio 88.1 FM Bandung. Redaktur Buletin Dakwah Qolbun Salim Cimahi. Kontributor berbagai Media Masa Dakwah. Sering menjadi juri di even-even keagamaan.Adhyatnika.gu@gmail.com., Ig.@adhyatnika geusan ulun

×
               
         
close