Oleh: Adhyatnika Geusan Ulun
Saat ini, 25 November 2022, para guru memperingati Hari Guru Nasional. Diperingatinya momen tersebut tentu tidak lepas dari kiprah Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), sebuah wadah perjuangan guru yang telah dimulai sejak masa kolonial Hindia Belanda.
Sebagai organisasi perjuangan yang didirikan untuk mencetak guru, PGRI sejak 1912 telah meletakan dasar-dasar pendidikan untuk anak bangsa yang nasionalis, dan menjadi pilar tegaknya persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
Sejatinya, sebelum diterbitkan Keputusan Presiden No. 78 Tahun 1994 tentang pencanangan Hari Guru, pada 1851 di Surakarta telah berdiri sekolah guru bernama Norman Cursus yang mempersiapkan calon-calon guru Bumi Putera. Sekolah ini menjadi bagian tidak terpisahkan dari Hari Guru Nasional saat ini.
Begitupun ketika zaman kolonial Jepang. Pada 1943 telah berdiri organisasi bernama Guru. Seirima dengan nafas perjuangan sebelumnya, organisasi dibentuk untuk menyiapkan kader-kader nasionalis yang militan untuk berdirinya negara Indonesia. Untuk menandinginya, Jepang pun membuka pendidikan militer untuk kepentingan propagandanya.
Sangat menarik, saat Jepang melatih para guru di daerah-daerah yang untuk mewujudkan sejumlah misinya, di antaranya indoktrinasi mental ideologi dalam mendukung Asia Raya. Kemudian, pendidikan kemiliteran untuk membantu mereka dalam Perang Asia Timur Raya.
Selanjutnya, Jepang mencanangkan bahasa dan budayanya sebagai bagian dari kurikulum, termasuk geopolitik dan seni budaya, serta olahraga,
Zaman pun berubah, pada masa kemerdekaan guru memainkan peran sangat penting. Terlebih, amanat Pembukaan UUD 1945, yakni mencerdaskan kehidupan banga, menjadikan profesi tersebut tampil sebagai garda terdepan pendidikan.
Perjuangan guru dalam mewujudkan amanat Pembukaan UUD 1945, walaupun usia republik yang masih sangat muda, mendorong dilangsungkannya Kongres Pendidik Bangsa yang diselenggarakan di Surakarta pada 24-25 November 1945.
Dengan semangat kebangsaan yang tinggi, ditambah tekad yang kuat untuk mewujudkan sebuah organisasi perjuangan, maka lahirlah PGRI, sebuah wadah perjuangan guru yang berkomitmen untuk menegakkan dan mempertahankan,serta mengisi kemerdekaan Indonesia.
Pemimpin Kongres, Amin Singgih dan Rh.Koesnan, bersama teman-teman seperjuangan berhasil merumuskan tujuan mulia PGRI, yaitu:
1. Mempertahankan dan menyempurnakan Republik Indonesia.
2. Mempertinggi tingkat pendidikan dan pengajaran dengan dasar kerakyatan.
3. Membela hak dan nasib buruh umumnya, serta hak dan nasib guru khususnya.
Dengan poin-poin yang berisikan semangat nasionalisme dan tekad untuk pendidikan bangsa yang maju, maka rumusan di atas menegaskan PGRI sebagai organisasi pejuang selalu mendukung perjuangan bangsa berdasarkan UUD 1945 dan jiwa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Akhirnya, sebagaimana Mars PGRI yang diciptakan Basuki Endropranoto, maka sudah saatnya para guru untuk merapatkan barisan untuk mewujudkan perjuangan dalam mendidik, mengajar dan sebagai pembangun jiwa untuk kekuatan negara.
Adhyatnika Geusan Ulun, lahir 6 Agustus 1971 di Bandung. Tinggal di Kota Cimahi. Guru Bahasa Inggris di SMPN 1 Cipongkor Bandung Barat sejak 1999. Pengurus MGMP Bahasa Inggris Kab. Bandung Barat. Alumnus West Java Teacher Program di Adelaide South Australia, 2013. Alumnus MQ ‘Nyantren di Madinah dan Makkah’ 2016, Pengasuh Majelis Taklim dan Dakwah Qolbun Salim Cimahi, Penulis buku anak, remaja dan dakwah. Editor NEWSROOM, tim peliput berita Dinas Pendidikan Bandung Barat. Jurnalis GUNEMAN Majalah Pendidikan Prov. Jawa Barat. Pengisi acara KULTUM Studio East Radio 88.1 FM Bandung. Redaktur Buletin Dakwah Qolbun Salim Cimahi. Kontributor berbagai Media Masa Dakwah. Sering menjadi juri di even-even keagamaan.
email: Adhyatnika.gu@gmail.com., Ig.@adhyatnika geusan ulun.