Oleh: Gun Gun Malisuwarna Gumelar, S.Pd
(SDN 1 Rajamandalakulon Cipatat)
Ruangan kelas, dua tahun terakhir ini tampak sunyi. Semenjak pemerintah menerapkan status darurat bencana pandemi. Akhirnya pembelajaran jarak jauh pun tak dapat dihindari. Secara terpaksa, dengan mengedepankan keselamatan yang utama, kami beserta siswa-siswi turut mengikuti. Agar wabah ini segera angkat kaki dari bumi pertiwi.
Kini, rasa syukur tak henti-henti terpancar dari hati. Doa-doa kami sungguh tak terperi, hingga pandemi pun turut dilucuti. Sebagian besar orang tua merasa termotivasi kembali agar anak-anaknya segera belajar tatap muka dengan guru lagi. Kendati pun ada sebagian dari mereka masih sangat hati-hati, jika pandemi tak kunjung mati secepat si kuda jingkrak ferrari.
Akhirnya pembelajaran tatap muka pun kembali digulirkan. Meski tingkat kehadiran siswa masih lima puluh persenan. Penulis dan segenap rekan serta orang tua siswa sungguh merasa nyaman. Anak-anaknya dapat kembali bersekolah walau selama pembelajaran protokol kesehatan diketatkan. Hanya saja setelah pembelajaran berjalan. Ada beberapa temuan salah satunya adalah kedisiplinan.
Namun dari hal tersebut tentunya ada tindakan solutif. Dalam Program Guru Penggerak ada istilah Budaya Positif. Budaya positif ini berisikan nilai, keyakinan maupun kebiasaan di sekolah yang dinilai sangat efektif. Efektif karena keberpihakan kepada siswa secara masif. Agar kelak mereka menjadi pribadi inklusif.
Budaya positif sangatlah perlu untuk dikembangkan. Untuk itu semua warga sekolah wajib paham serta mampu mewujudkan. Itulah latar belakang serta tujuan yang akan dan sedang penulis jalankan.
Terkait semua itu, sudah pasti diperlukan tahapan tindakan. Linimasa yang penulis jalankan, mensosialisasikan, penyusunan visi sekolah maupun kelas dan kesepakatan, aksi nyata harus segera dilakukan serta refleksi melalui proses evaluasi pun diwajibkan.
Adakah tolok ukur yang dirasa sangat manjur? itu adalah Sebuah kalimat pertanyaan yang sangat terukur yang akan menjadi salah satu literatur apabila tidak diberlakukannya lagi reward and punishment di sekolah secara terstruktur. Serta yang menjadi rasa syukur adalah tatkala siswa mampu melaksanakan kesepakatan/keyakinan kelas dengan cara teratur.
Simpulan
Dalam mewujudkan itu semua, diperlukan beberapa dukungan yang ada. Di antaranya yang paling utama, yaitu niat dalam diri berbentuk motivasi diri kita, selanjutnya kepala sekolah, teman sejawat, komite sekolah dan orangtua/wali siswa, dan yang terakhir adalah siswa sebagai individu, maupun siswa secara kelompok bersama.
Adapun beberapa langkah dalam mewujukan keyakinan kelas tersebut adalah orientasi kepada siswa tentang pentingnya kesepakatan kelas bagi kelancaran proses pembelajaran. Kemudian, menyepakati waktu diskusi kelas wajib dilakukan.
Selanjutnya, Guru memimpin diskusi terkait kesepakatan, menampung ide, gagasan maupun masukan terkait dengan hal yang akan disampaikan.
Berikutnya, umpan balik harus dilaksanakan, hasil diskusi disimpulkan, dan Poster dirancang untuk kesepakatan, hasil rancangan poster disampaikan, serta rancangan poster dievaluasikan.
Akhirnya, yang tidakkalah penting adalah konsekuensi jika ada kesepakatan yang dilanggar perlu diputuskan. Kemudian, mengevaluasi kembali kesepakatan, dan hasil keyakinan kelas yang telah disepakati dengan siswa wajib disosialisasikan.***
Profil Penulis
Gun Gun Malisuwarna Gumelar, lahir 1 Maret 1981 di Rajamandalakulon. Tinggal di Kecamatan Cipatat Kabupaten Bandung Barat. Guru kelas di SD Negeri 1 Rajamandalakulon Kecamatan Cipatat sejak 2020