Notification

×

Arsip Blog

Pengambilan Keputusan sebagai Pemimpin Pembelajaran

Kamis, 02 Maret 2023 | 12.45 WIB Last Updated 2023-03-02T05:51:56Z

 


Oleh: Saepul Ramdani, S.Pd
(SDN Kertamukti Cipatat)


Adalah menarik saat penulis membahas koneksi materi pada program guru penggerak. Terdapat sejumlah pertanyaan untuk memandu pembahasannya.


Pertama, diajukan tentang bagaimana pandangan Ki Hajar Dewantara dengan filosofi Pratap Triloka memiliki pengaruh terhadap bagaimana sebuah pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin pembelajaran diambil.


Seperti diketahui, flosofi Pratap Triloka yang di gagas oleh Ki Hajar Dewantara (KHD), khususnya ing ngarso sung tuladho yang berarti di depan kita memberikan suri tauladan yang baik dan memberikan pengaruh yang besar dalam mengambil keputusan sebagai pemimpin pembelajaran.


KHD berpandangan bahwa sebagai seorang guru harus memberikan tauladan atau contoh praktik baik kepada murid. Dalam setiap pengambilan keputusan, peran seorang guru pun harus memberikan usaha keras sebagai wujud filosofi Pratap Triloka ing madyo mangun karsa, yang artinya di tengah kesibukannya harus juga mampu membangkitkan atau menggugah semangat dan pada akhirnya guru membantu murid untuk dapat menyelesaikan atau mengambil keputusan terhadap permasalahannya secara mandiri.


Di akhir Filosofi Pratap Triloka KHD, yaitu Tut wuri handayani yang artinya guru harus memberikan dorongan moral dan semangat kerja dari belakang, sebagai pamong yang mengarahkan murid menuju kebahagiaan sehingga murid dalam mengambil keputusan yang mereka hadapi dalam masa perkembangan anakn didiknya.


Kemudian, tentang bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan. Sesungguhnya, terdapat prinsip-prinsip dalam pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran, yaitu:


  1. berpikir berbasis hasil akhir (ends-based thinking)
  2. berpikir berbasis peraturan (rule-based thinking)
  3. berpikir berbasis rasa peduli (care-based thinking)

Dari prinsip tersebut di atas, dapat kita kategorikan sebagai pemandu dalam pengambilan keputusan dan yang menjadi dasar dalam pengkategorian prinssip tersebut tentunya berkaitan nilai-nilai kebajikan yang ada pada diri dari seorang pendidik.


Nilai-nilai yang tertanam dalam diri seorang pendidik tentunya adalah nilai kebaikan, kejujuran, tanggung jawab, disiplin, toleransi, gotong-royong dan nilai kebaikan lainnya. Nilai-nilai tersebut adalah nilai-nilai yang paling kita hargai dalam hidup dan sangat berpengaruh pada pembentukkan karakter, perilaku dan membimbing dalam kita mengambil sebuah keputusan.


Sebagai guru penggerak, tentunya ada nilai-nilai yang harus dipegang, seperti nilai mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif dan berpihak pada murid. Untuk dapat mengambil keputusan yang tepat diperlukan nilai-nilai atau prinsip, pendekatan, dan langkah-langkah yang benar sehingga keputusan tersebut merupakan keputusan yang paling tepat dengan resiko yang paling minim bagi semua pihak, terutama bagi kepentingan /keberpihakan pada anak didik kita


Selain itu, untuk membuat keputusan berbasis etika, diperlukan kesamaan visi, budaya dan nilai-nilai yang dianggap penting dalam sebuah institusi sehingga prinsip-prinsip dasar yang menjadi acuan akan lebih jelas.


Selanjutnya, tentang bagaimana kegiatan terbimbing yang kita lakukan pada materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan 'coaching' (bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil.


Pembimbingan yang telah dilakukan oleh pendamping atau fasilisator telah membantu penulis berlatih mengevaluasi keputusan yang telah penulis ambil. Apakah keputusan tersebut sudah berpihak kepada murid, apakah sudah sejalan dengan nilai-nilai kebajikan universal, apakah keputusan yang diambil bermanfaat untuk banyak orang dan apakah keputusan yang diambil tersebut dapat dipertanggung jawabkan.


Penulis memahami bahwa coaching merupakan keterampilan yang sangat penting dalam menggali suatu masalah yang sebenarnya terjadi baik masalah dalam diri kita maupun masalah yang dimiliki orang lain. Langkah coaching dengan menggunakan metode TIRTA, kita dapat mengidentifikasi masalah apa yang sebenarnya terjadi dan membuat pemecahan masalah secara sistematis. Konsep coaching TIRTA sangat ideal apabila dikombinasikan dengan sembilan langkah konsep pengambilan dan pengujian keputusan sebagai evaluasi terhadap keputusan yang kita ambil.



Pentingnya pendekatan coaching dilaksanakan oleh guru, karena guru dalam hal ini sebagai coach akan menggali potensi yang dimiliki oleh muridnya dengan memberi pertanyaan pemantik sehingga murid dapat menemukan potensi yang terpendam dalam dirinya untuk dapat menyelesaikan masalahnya sendiri.


Untuk dapat mengambil sebuah keputusan dengan baik maka keterampilan coaching akan membantu kita sebagai pemimpin pembelajaran dengan pertanyaan- pertanyaan untuk memprediksi hasil dan berbagai opsi dalam pengambilan keputusan.


Semuanya menunjukan bahwa coaching dapat membantu dalam pengambilan keputusan yang tepat yang akan berpengaruh sehingga terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman dengan demikian akan berpengaruh bagi peserta didik dalam proses pembelajaran.


Setelah itu, tentang bagaimana kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap pengambilan keputusan.


Sebagai seorang pendidik tentunya kita harus mampu melihat sebuah perbedaan yang mutlak lahir dari keragaman peserta didik. Sehigga guru dapat menjembatani peserta didik untuk mendapatkan pembelajaran yang menyenangkan dan sesuai dengan profil belajar masing-masing. Namun, dalam pembelajaran tersebut tentunya kita harus mempunyai kompetensi sosial emosional yang baik terlebih sebagi pemimpin pembelajaran.


Adapun dalam proses pengambilan keputusan yang bertanggung jawab, diperlukan kompetensi sosial emosional, seperti kesadaran diri (self-awareness), pengelolaan diri (self-management), kesadaran sosial (social awareness) dan ketrampilan berhubungan sosial (relationship skills). Sehingga diharapkan proses pengambilan keputusan dapat dilakukan secara sadar penuh (mindfull), terutama sadar dengan berbagai pilihan , konsekuensi yang akan terjadi, dan meminilisir kesalahan dalam pengambilan keputusan.


Berikutnya, tentang bagaimana pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik.


Hidup adalah sebuah pilihan, namun pilihan tersebut kita putuskan berdasarkan pertimbangan baik dan buruk yang akan kita hadi kedepannya. Sebagai guru penggerak yang memegang teguh dengan nilai-nilai mandiri,inovatif, kolaboratif dan berpihak pada murid. Nilai inilah yang menjadi modal penulis dalm menganalisis sebuah permasalahan dan menjadi salah satu modal dalam mengambil sebuah keputusan.


Seorang pendidik ketika dihadapkan dengan kasus-kasus yang fokus terhadap masalah moral dan etika, baik secara sadar atau pun tidak akan terpengaruh oleh nilai-nilai yang dianutnya. Nilai-nilai yang dianutnya akan mempengaruhi dirinya dalam mengambil sebuah keputusan.


Jika nilai-nilai yang dianutnya nilai-nilai positif maka keputusan yang diambil akan tepat, benar dan dapat dipertanggung jawabkan dan begitupun sebaliknya, jika nilai-nilai yang dianutnya tidak sesuai dengan kaidah moral, agama dan norma maka keputusan yang diambilnya lebih cenderung hanya benar secara pribadi dan tidak sesuai harapan kebanyakan pihak.



Berikutnya tentang bagaimana pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.


Keputusan apapun yang di ambil pasti ada dua sisi pandangan yang berbeda, namun kita memilih dengan seminim mungkin keputusan yang dapat merugikan. Untuk dapat mengambil sebuah keputusan yang tepat dan berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman, hal pertama yang harus kita lakukan adalah mengenali terlebih dahulu kasus yang terjadi apakah kasus tersebut termasuk dilema etika atau bujukan moral.


Jika kasus tersebut merupakan dilema etika, sebelum mengambil sebuah keputusan kita harus mampu menganalisa pengambilan keputusan berdasarkan pada 4 paradigma, 3 prinsip dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan sehingga hasil keputusan yang kita ambil mampu menciptakan lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman untuk muridnya.


Intinya pengambilan keputusan yang tepat terkait kasus-kasus pada masalah moral atau etika hanya dapat dicapai jika dilakukan melalui 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan . Dapat dipastikan bahwa jika pengambilan keputusan dilakukan secara akurat melalui proses analisis kasus yang cermat dan sesuai dengan 9 langkah tersebut, maka keputusan tersebut diyakini akan mampu mengakomodasi semua kepentingan dari pihak-pihak yang terlibat , maka hal tersebut akan berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.


Adalah sangat menarik lagi saat penulis disodorkan tentang apakah kesulitan-kesulitan di lingkungan yang sulit dilaksanakan untuk menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika ini.


Sebenarnya, kesulitan muncul karena masalah perubahan paradigma dan budaya sekolah yang sudah dilakukan selama bertahun-tahun. Sebuah keputusan yang berdampak pada semua warga sekolah namun masih ada keputusan yang otoriter ataupun pengambilan sepihak, bahkan warga sekolah tidak di ikut sertakan dalam memufakatkan sebuah keputusan. sering terjadi perbedaan pandangan di antara pihak-pihak yang terlibat dalam kasus yang mempersulit tercapainya kesepakatan, dan sering dalam pengambilan keputusan tersebut.


Pada kasus tersebut, kita tidak mempunyai pilihan yang lain karena aturan yang ada pada pimpinan/sekolah. Termasuk, adanya nilai-nilai kesetiakawanan yang masih kental dalam budaya di lingkungan menimbulkan rasa kasihan lebih dominan dan terburu-buru dalam pengambilan keputusan. Kemudian, pengaruh pengambilan keputusan yang kita ambil ini dengan pengajaran yang memerdekakan murid-murid kita, adalah pada dasarnya tujuan pembelajaran harus dapat memberikan keselamatan dan kebahagian pada murid, sehingga dengan keselamatan dan kebahagiaan yang didapatkan oleh murid maka kita telah mampu memerdekakan mereka dalam belajar.


Penulis memahami bahwa sebelum mengambil sebuah keputusan agar dapat mempengaruhi kehidupan atau masa dengan murid, tentunya guru harus mempertimbangkan terlebih dahulu dengan baik tentang kebutuhan belajar murid. Lalu, setelah kita mengetahui dengan kebutuhan belajar murid, maka dapat dipastikan murid-muridnya akan dapat menggali potensi yang ada dalam dirinya, dan kita sebagai pemimpin pembelajaran dapat memberikan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan belajarnya dan menuntun murid dalam mengembangkan potensi yang dimiliki.


Keputusan yang berpihak kepada murid haruslah melalui pertimbangan yang sangat akurat dimana dilakukan terlebih dahulu pemetaan terhadap minat belajar, profil belajar dan kesiapan belajar murid. Kemudian, dilakukan pembelajaran berdiferensiasi, yaitu melakukan diferensiasi konten, diferensiasi proses dan diferensiasi produk.


Pendidik yang mampu mengambil keputusan secara tepat akan memberikan dampak akhir yang baik dalam proses pembelajaran sehingga mampu menciptakan well-being murid untuk masa depan yang lebih baik.


Simpulan


Pendidikan bertujuan menuntut segala proses dan kodrat/potensi anak untuk mencapai sebuah keselamatan dan kebahagiaan belajar, baik untuk dirinya sendiri, sekolah maupun masyarakat. Kemudian, pengambilan keputusan harus berdasarkan pada budaya positif dan menggunakan alur BAGJA yang akan mengantarkan pada lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman (well-being).


Kemudian, dalam pengambilan keputusan seorang guru harus memiliki kesadaran penuh (mindfullness) untuk menghantarkan muridnya menuju profil pelajar pancasila. Termasuk, dalam melaksanakan proses pendidikan, seorang pendidik harus mampu melihat dan memahami kebutuhan belajar muridnya serta mampu mengelola kompetensi sosial dan emosional yang dimiliki dalam mengambil sebuah keputusan sebagai pemimpin pembelajaran.


Berikutnya, untuk dapat mengambil sebuah keputusan dengan baik maka keterampilan coaching akan membantu kita sebagai pemimpin pembelajaran dengan pertanyaan- pertanyaan untuk memprediksi hasil dan berbagai opsi dalam pengambilan keputusan.


Dalam perjalanannya menuju Profil Pelajar Pancasila, terdapat banyak dilema etika dan bujukan moral sehingga diperlukan panduan sembilan langkah pengambilan dan pengujian keputusan untuk memutuskan dan memecahkan suatu masalah agar keputusan tersebut berpihak kepada murid demi terwujudnya merdeka belajar.


Akhirnya, hidup adalah tantangan, dan perjuangan yang harus kita menangkan.
Salam guru penggerak! ***


Profil  Penulis

Saepul Ramdani, S.Pd. SDN Kertamukti Kecamatan Cipatat Kabupaten Bandung Barat. Lahir Cianjur, 3 Maret 1991.  Tempat tinggal, Kp. Pasirkored Rt 05 Rw 05 Desa Tanjungsari Kecamatan Sukaluyu Kabupaten Cianjur.


×
               
         
close