Oleh: Dadang A. Sapardan
(Camat Cikalongwetan, Kab. Bandung Barat)
Fenomena Abing Santoso, seorang guru seni di SMKN 12 Surabaya telah menghiasi konten Youtube. Viralnya Abing Santoso ini karena guru muda ini mampu menyajikan pembelajaran secara praktis yang direspons baik oleh seluruh siswanya. Viralnya guru seni ini menggelitik banyak orang tentang latar belakang yang dimilikinya. Dengan kemampuan yang diperlihatkannya dalam mengajarkan seni tari tradisional, banyak orang yang memperkirakan bahwa guru ini adalah sosok yang sejak kecil bersinggungan dengan seni tari tradisional. Sosok yang hidup dengan kekentalan seni tradisional. Bahkan banyak yang memperkirakan bahwa dia berangkat dari keluarga penyuka seni tradisional. Ada gen yang mengendap dalam diri guru ini. Saat diwawancarai oleh salah satu reporter televisi swasta, ternyata perkiraan itu meleset jauh. Dia tidak terlahir dalam nuansa kehidupan yang kental dengan seni tari. Bahkan tidak ada keluarganya yang mendalami seni tari tradisional. Sebuah perkiraan yang meleset.
Sesuai dengan fitrahnya, setiap manusia diberi kelebihan dan kekurangan pada setiap dirinya. Kedua kondisi paradoks tersebut menjadi warna tersendiri yang dimiliki oleh setiap manusia. Cukup banyak manusia yang lebih cenderung untuk berkubang pada kepemilikan kekurangan dirinya, sehingga mereka mengesampingkan kelebihan yang dimilikinya. Tidak sedikit pula manusia yang sadar akan kelebihan yang dimilikinya, sehingga dia berfokus untuk mengoptimalkan kepemilikan kelebihan tersebut serta mengesampingkan kepemilikan kekurangannya. Kesadaran mengoptimalkan kepemilikan kelebihan ini menjadi pekerjaan besar setiap manusia sehingga mereka mampu berkontribusi melalui pengoptimalan kepemilikan kelebihannya. Pengoptimalan kelebihan menjadi potensi yang dapat dinikmati dan dimanfaatkan oleh orang banyak, selain untuk dirinya.
Totalitas adalah kata yang begitu mudah diungkapkan tetapi sangat sulit diimplementasikan. Setiap orang mampu mengungkapkan bahwa keberhasilan sebuah program harus ditopang oleh kepemilikan totalitas kerja dari setiap unsur pendukungnya. Tanpa kepemilikan totalitas kerja dari setiap unsur pendukung, program yang dijalankan akan mengalami pembiasan karena hanya akan terealisasi seadanya.
Totalitas merupakan upaya bekerja keras dari seseorang guna menampilkan hasil yang lebih dari setiap pekerjaan yang dihadapinya. Untuk sampai pada lahirnya totalitas kerja tidak semata ditopang dengan semangat kuat tetapi harus ditopang pula oleh basis pengetahuan yang mumpuni. Kedua kekuatan tersebut dapat menjadi stimulan bagi sesorang untuk dapat bekerja secara total sehingga melahirkan hasil yang sesuai dengan ekspektasi, bahkan melebihinya.
Setiap pekerjaan yang diterima seseorang merupakan tanggung jawab yang harus diselesaikan dengan baik. Sebagai pengemban amanah, setiap pekerja harus dapat merealisasikan setiap tanggung jawab yang diberikannya. Ujung dari pengembanan amanah adalah hasil yang dilahirkan dari proses pengelolaan tanggung jawab yang diterimanya.
Untuk sampai pada lahirnya hasil kerja yang baik sebagai refleksi dari pengembanan amanah tersebut bukanlah pekerjaan yang mudah. Setiap pekerja harus memiliki kecintaan terhadap tanggung jawab yang diterimanya dengan disertai kepemilikan pengetahuan yang baik terkait dengan tanggung jawab dimaksud. Lain cerita, bila tangung jawab yang diterimanya dilaksanakan dengan asal-asalan. Dalam bahasa Sunda diistilahkan dengan ungkapan “asal ngagugurkeun kawajiban”. Dengan dasar semangat demikian, pekerjaan apapun tidak akan mengarah pada hasil yang menggembirakan, malah akan menyisakan kelelahan semata karena terkurasnya energi dan waktu dengan sia-sia untuk menyelesaikan tanggung jawab tersebut.
Diperlukan kesunggungan dalam melaksanakan tanggung jawab yang dipikul sehingga mengarah pada tujuan yang dipancangkan. Dalam melaksanakan tanggung jawab tersebut tidak menutup kemungkinan adanya berbagai rintangan yang dihadapi. Rintangan-rintangan tersebut merupakan fenomena yang harus dapat dihadapi. Dengan penerapan totalitas kerja, berbagai rintangan dipastikan dapat dihadapi, sehingga tanggung jawab yang pikulnya dapat dilaksanakan dengan baik, sesuai ekspektasi yang diharapkan.
Kembali lagi pada fenomena Abing Santoso, Sang guru seni tari. Sosok ini benar-benar menjadi inspirasi bagi setiap guru. Bahkan inspirasi bagi siapapun, setiap kaum pekerja pada berbagai sektor. Dengan kecerdasan yang dimilikinya, dia berupaya keras untuk memperkuat kompetensi tentang seni tari, selepas ditunjuk menjadi guru seni tari di sekolahnya. Kepemilikan kompetensi ini merupakan hal mutlak yang harus dimiliki karena dapat dijadikan pondasi dalam menjalankan tanggung jawab yang dipikulnya.
Di lain pihak, dia pun memiliki kejelian dalam melihat fenomena yang berkembang saat ini. Fenomena yang terjadi saat ini adalah masivnya pemanfaatan perangkat digital oleh masyarakat untuk melakukan perhubungan. Perhubungan melalui media sosial telah memberi kemudahan untuk dapat berkomunikasi dan bersosialisasi. Fenomena inilah yang ditangkap oleh Abing Santoso untuk meng-endorsement atau meng-endors diri melalui kanal media digital. Pilihan kanal yang digunakan adalah Youtube. Berbagai aktifitas pembelajaran yang dilakukannya tidak lepas dari proses pengunggahan pada kanal Youtube. Melalui kanal inilah program marketing dilakukannya, sehingga setiap orang dapat menyaksikan dan menikmati sajian pembelajaran yang ditampilkannya.
Selain kedua hal dimaksud, kepemilikan semangat juang tinggi untuk dapat bergerak secara out of box menjadi kunci utama yang diterapkan oleh sosok ini. Berada pada zona nyaman, merupakan kegelisahan yang dihadapinya, sehingga dia berupaya untuk melakukan totalitas kerja melalui pelahiran berbagai kreativitas dalam bekerja.
Totalitas harus menjadi kata kunci yang diterapkan oleh setiap pekerja dalam melaksanakan tanggung jawab yang dipikulnya. Melalui totalitas kerja dimungkinkan seseorang dapat menampilkan hasil kerja yang sesuai ekspektasi yang dipancangkan, bahkan bisa jadi melebihinya ****DasARSS.