Notification

×

Arsip Blog

STUNTING DI SEKITAR KITA

Minggu, 09 Juli 2023 | 21.40 WIB Last Updated 2023-07-09T14:49:10Z

 


Dadang A. Sapardan
(Camat Cikalongwetan, Kab. Bandung Barat)



Beberapa hari berselang sempat bertemu dengan dua Kepala Puskesmas dalam sebuah perhelatan yang diselenggarakan TP-PKK. Di sela kegiatan sempat mempertanyakan fenomena stunting pada masyarakat. Pertanyaan diungkapkan karena stunting menjadi isu nasional yang harus segera ditindaklanjuti dengan berbagai intervensi dari berbagai pemangku kepentingan. Intervensi dimaksudkan untuk menekan jumlah pengidap stunting sehingga mengalami penurunan. Dari dialog dengan dua kepala Puskesmas tersebut dapat disimpulkan bahwa angka yang dirilis oleh SKPD yang menjadi leading sector penurunan stunting mengalami penurunan. Penurunan terjadi bukan karena cepatnya intervensi tetapi dilatarbelakangi akurasi pengukuran dan penafsiran.


Pada Rapat Koordinasi Nasional Kepala Daerah dan Forum Pimpinan Daerah se-Indonesia, Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo menyampaikan arahan tentang berbagai langkah strategis yang harus dilakukan oleh para pimpinan daerah, yaitu: 1) kendalikan inflasi, pantau langsung harga di lapangan, hati-hati mengatur tarif (PDAM dan angkutan umum); 2) turunkan kemiskinan ekstrim sampai target 0% pada tahun 2024; 3) fokus turunkan stunting; 4) perhatikan investasi, jangan sampai ada izin yang berbulan-bulan; 5) pastikan APBD dibelanjakan untuk produk-produk buatan dalam negeri; 6) kabupaten/kota harus mulai mendesain kotanya dengan baik, sehingga memiliki diferensiasi dan memaksimalkan potensi daerah; 7) jaga stabilitas politik dan keamanan menuju pada Pemilu 2024; 8) jamin kebebasan beragama, jangan sampai konstitusi kalah oleh kesepakatan.


Dalam kaitan dengan permasalahan stunting sebagaimana diungkapkan PresidenPemerintah melalui Kementerian Kesehatan telah mengumumkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) pada Rapat Kerja Nasional BKKBN, di mana prevalensi stunting di Indonesia turun dari 24,4% di tahun 2021 menjadi 21,6% di 2022. Stunting bukan hanya urusan tinggi badan tetapi yang paling berbahaya adalah rendahnya kemampuan anak untuk belajar, keterbelakangan mental, dan kemuncuan penyakit-penyakit kronis.


Oleh sebab itu, target yang harus dicapai pada tahun 2024, kasus stunting harus berada pada angka 14%. Hal ini harus bisa dicapai dengan optimalisasi melalui kekuatan bersama, secara bergotong royong.  Semuanya harus bisa bersinergi untuk bergerak melalui berbagai program terintegrasi dari berbagai pemangku kepentingan. Program yang mengesampingkan ego sectoral. Angka itu bukan angka yang sulit dicapai sepanjang semuanya bekerja bersama-sama (berkolaborasi).


Upaya yang dilakukan melalui infrastruktur dan lembaga yang ada,  harus digerakkan guna memudahkan menyelesaikan persoalan stunting. Perhatian pertama yang diberikan adalah terhadap kondisi lingkungan masyarakat, mulai dari air bersih, sanitasi, dan rumah yang sehat. Temuan atas kondisi lingkungan yang ada harus menjadi dasar intervensi terintegrasi dan terkonsolidasi dari berbagai pemangku kepentingan, sehingga target yang dipancangkan Pemerintah dapat segera terealisasi.


Stunting umumnya terjadi akibat balita kekurangan asupan penting seperti protein hewani dan nabati dan juga zat besi. Pada daerah-daerah dengan kemiskinan tinggi, seringkali ditemukan balita kekurangan gizi akibat ketidakmampuan orang tua memenuhi kebutuhan primer rumah tangga. Salah satu prioritas nasional yaitu Meningkatkan Sumber Daya Manusia Berkualitas dan Berdaya Saing pada tahun 2022.



Beberapa indikator yang perlu menjadi perhatian antara lain (1) proporsi rumah tangga miskin dan rentan yang memperoleh bantuan sosial pemerintah, (2) prevalensi stunting (pendek dan sangat pendek) pada balita, (3) insidensi tuberkulosis, (4) persentase merokok penduduk usia 10–18 tahun, (5) angka rata-rata lama sekolah penduduk usia 15 tahun ke atas, (6) harapan lama sekolah, (7) Indeks Pembangunan Pemuda, (8) persentase angkatan kerja berpendidikan menengah ke atas, serta (9) proporsi pekerja yang bekerja pada bidang keahlian menengah dan tinggi.


Sekaitan dengan paparan di atas, penanganan stunting yang melanda penduduk harus ditangani dengan cermat melalui intervensi kebijakan pemerintah pusat sampai dengan daerah. Dalam konteks ini pelibatan jaringan harus sampai tingkat pemerintah desa, RW, dan RT. Melalui intervensi secara kolaboratif dari berbagai pemangku kepentingan, kasus stunting dimungkinkan untuk mengalami penurunan mencapai angka 14% bahkan mencapai angka lebih rendah lagi.


Kenyataan masih memperlihatkan bahwa kesadaran masyarakat akan menjaga hidup bersih dan sehat belum benar-benar terealisasi. Program Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) yang diinisiasi oleh Kementerian Kesehatan masih belum diimplementasikan oleh masyarakat. Sebagai kementerian yang memiliki otoritas dalam melahirkan masyarakat untuk dapat hidup bersih dan sehat, Kementerian Kesehatan telah melakukan kampanye Lima Pilar STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat) untuk mencegah stunting. Program ini merupakan sebuah pendekatan untuk mengubah perilaku dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat agar dapat menurunkan kejadian penyakit diare dan penyakit berbasis lingkungan. Upaya ini merupakan langkah untuk mencegah stunting pada masyarakat. Ajakan dan anjuran dalam program ini adalah (1) cuci tangan memakai sabun di waktu yang penting, (2) stop buang air besar di sembarang tempat, (3) pengelolaan air minum dan makanan, (4) pengelolaan sampah rumah tangga dengan benar, serta (5) pengelolaan limbah cair rumah tangga yang aman agar tidak mengotori dan mencemari lingkungan.


Pelaksanaan STBM diharapkan mampu meningkatkan higienitas pribadi dan lingkungan Dengan peningkatan higienitas tersebut diharapkan berdampak pada penurunan resiko stunting. Upaya ini dilakukan karena perubahan perilaku dalam sanitasi dan kebersihan yang baik, berpotensi untuk dapat menurunkan kasus stunting.


Berkenaan dengan Kab. Bandung Barat, mengacu data yang dirilis Studi Status Gizi Indonesia (SSGI), kasus stunting di Kab. Bandung Barat berada pada angka 29,6%. Angkanya berada di atas rata-rata Jawa Barat yang berada pada angka 24,55%. Padahal, Pemerintah pusat menargetkan bahwa pada tahun 2024 kasus stunting di Indonesia harus berada pada angka 14%.


Tantangan yang dihadapi tersebut harus dijawab dengan intervensi program di bawah komando Pemerintahan Kabupaten Bandung Barat. Dengan intervensi melalui berbagai program strategis, capaian penurunan stunting dimungkinkan dapat terealisasi. Tentunya intervensi harus dilakukan secara kolektif oleh seluruh elemen, baik pemerintah maupun non-pemerintah.  DasARSS.





 

×
               
         
close