Dadang
A. Sapardan
(Camat Cikalongwetan, Kab. Bandung Barat)
Beberapa
hari berselang sempat bertemu dengan dua Kepala Puskesmas dalam sebuah
perhelatan yang diselenggarakan TP-PKK. Di sela kegiatan sempat mempertanyakan fenomena
stunting pada masyarakat. Pertanyaan diungkapkan karena stunting menjadi isu
nasional yang harus segera ditindaklanjuti dengan berbagai intervensi dari
berbagai pemangku kepentingan. Intervensi dimaksudkan untuk menekan jumlah
pengidap stunting sehingga mengalami penurunan. Dari dialog dengan dua kepala
Puskesmas tersebut dapat disimpulkan bahwa angka yang dirilis oleh SKPD yang
menjadi leading sector penurunan stunting mengalami penurunan. Penurunan
terjadi bukan karena cepatnya intervensi tetapi dilatarbelakangi akurasi
pengukuran dan penafsiran.
Pada Rapat
Koordinasi Nasional Kepala Daerah dan Forum Pimpinan Daerah se-Indonesia,
Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo menyampaikan arahan tentang berbagai
langkah strategis yang harus dilakukan oleh para pimpinan daerah, yaitu: 1)
kendalikan inflasi, pantau langsung harga di lapangan, hati-hati mengatur tarif
(PDAM dan angkutan umum); 2) turunkan kemiskinan ekstrim sampai target 0% pada
tahun 2024; 3) fokus turunkan stunting; 4) perhatikan investasi,
jangan sampai ada izin yang berbulan-bulan; 5) pastikan APBD dibelanjakan untuk
produk-produk buatan dalam negeri; 6) kabupaten/kota harus mulai mendesain
kotanya dengan baik, sehingga memiliki diferensiasi dan memaksimalkan potensi
daerah; 7) jaga stabilitas politik dan keamanan menuju pada Pemilu 2024; 8)
jamin kebebasan beragama, jangan sampai konstitusi kalah oleh kesepakatan.
Dalam kaitan dengan permasalahan stunting sebagaimana
diungkapkan Presiden, Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan
telah mengumumkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) pada Rapat Kerja
Nasional BKKBN, di mana prevalensi stunting di Indonesia turun
dari 24,4% di tahun 2021 menjadi 21,6% di 2022. Stunting bukan
hanya urusan tinggi badan tetapi yang paling berbahaya adalah rendahnya
kemampuan anak untuk belajar, keterbelakangan mental, dan kemuncuan
penyakit-penyakit kronis.
Oleh sebab itu, target yang harus dicapai pada tahun
2024, kasus stunting harus berada pada angka 14%. Hal ini
harus bisa dicapai dengan optimalisasi melalui kekuatan bersama, secara bergotong royong. Semuanya
harus bisa bersinergi untuk bergerak melalui berbagai
program terintegrasi dari
berbagai pemangku kepentingan. Program
yang mengesampingkan ego sectoral. Angka itu bukan angka yang sulit dicapai sepanjang
semuanya bekerja bersama-sama (berkolaborasi).
Upaya yang dilakukan melalui infrastruktur dan lembaga
yang ada, harus digerakkan guna memudahkan menyelesaikan
persoalan stunting. Perhatian pertama
yang diberikan adalah terhadap kondisi lingkungan masyarakat, mulai dari air
bersih, sanitasi, dan rumah
yang sehat. Temuan
atas kondisi lingkungan yang ada harus menjadi dasar intervensi terintegrasi
dan terkonsolidasi dari
berbagai pemangku kepentingan, sehingga target yang dipancangkan
Pemerintah dapat segera terealisasi.
Stunting umumnya terjadi akibat balita kekurangan
asupan penting seperti protein hewani dan nabati dan juga zat besi. Pada
daerah-daerah dengan kemiskinan tinggi, seringkali ditemukan balita kekurangan
gizi akibat ketidakmampuan orang tua memenuhi kebutuhan primer rumah tangga.
Salah satu prioritas nasional yaitu Meningkatkan Sumber Daya Manusia
Berkualitas dan Berdaya Saing pada tahun 2022.
Beberapa
indikator yang perlu menjadi perhatian antara lain (1) proporsi rumah tangga
miskin dan rentan yang memperoleh bantuan sosial pemerintah, (2)
prevalensi stunting (pendek dan sangat pendek) pada balita,
(3) insidensi tuberkulosis, (4) persentase merokok penduduk usia 10–18 tahun,
(5) angka rata-rata lama sekolah penduduk usia 15 tahun ke atas, (6) harapan
lama sekolah, (7) Indeks Pembangunan Pemuda, (8) persentase angkatan kerja
berpendidikan menengah ke atas, serta (9) proporsi pekerja yang bekerja pada
bidang keahlian menengah dan tinggi.
Sekaitan
dengan paparan di atas, penanganan stunting yang melanda
penduduk harus ditangani dengan cermat melalui intervensi kebijakan pemerintah
pusat sampai dengan daerah. Dalam konteks ini pelibatan jaringan harus sampai
tingkat pemerintah desa, RW, dan RT. Melalui intervensi secara kolaboratif dari
berbagai pemangku kepentingan, kasus stunting dimungkinkan
untuk mengalami penurunan mencapai angka 14% bahkan mencapai angka lebih rendah
lagi.
Kenyataan
masih memperlihatkan bahwa kesadaran masyarakat akan menjaga hidup bersih dan
sehat belum benar-benar terealisasi. Program Gerakan Masyarakat Hidup Sehat
(Germas) yang diinisiasi oleh Kementerian Kesehatan masih belum
diimplementasikan oleh masyarakat. Sebagai kementerian yang memiliki otoritas
dalam melahirkan masyarakat untuk dapat hidup bersih dan sehat, Kementerian
Kesehatan telah melakukan kampanye Lima Pilar STBM (Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat) untuk mencegah stunting. Program ini merupakan
sebuah pendekatan untuk mengubah perilaku dan sanitasi melalui pemberdayaan
masyarakat agar dapat menurunkan kejadian penyakit diare dan penyakit berbasis
lingkungan. Upaya ini merupakan langkah untuk mencegah stunting pada
masyarakat. Ajakan dan anjuran dalam program ini adalah (1) cuci tangan memakai
sabun di waktu yang penting, (2) stop buang air besar di sembarang tempat, (3)
pengelolaan air minum dan makanan, (4) pengelolaan sampah rumah tangga dengan
benar, serta (5) pengelolaan limbah cair rumah tangga yang aman agar tidak
mengotori dan mencemari lingkungan.
Pelaksanaan
STBM diharapkan mampu meningkatkan higienitas pribadi dan
lingkungan Dengan peningkatan higienitas tersebut diharapkan
berdampak pada penurunan resiko stunting. Upaya ini dilakukan
karena perubahan perilaku dalam sanitasi dan kebersihan yang baik, berpotensi
untuk dapat menurunkan kasus stunting.
Berkenaan
dengan Kab. Bandung Barat, mengacu data yang dirilis Studi Status Gizi
Indonesia (SSGI), kasus stunting di Kab. Bandung Barat berada
pada angka 29,6%. Angkanya berada di atas rata-rata Jawa Barat yang berada pada
angka 24,55%. Padahal, Pemerintah pusat menargetkan bahwa pada tahun 2024
kasus stunting di Indonesia harus berada pada angka 14%.
Tantangan yang dihadapi tersebut harus dijawab dengan intervensi program di bawah komando Pemerintahan Kabupaten Bandung Barat. Dengan intervensi melalui berbagai program strategis, capaian penurunan stunting dimungkinkan dapat terealisasi. Tentunya intervensi harus dilakukan secara kolektif oleh seluruh elemen, baik pemerintah maupun non-pemerintah. DasARSS.