H. Dadang A. Sapardan, M.Pd., Kp.
(Camat Cikalongwetan Kab. Bandung Barat)
Pada satu waktu, berkesempatan bertemu dengan salah seorang teman sewaktu masih sama-sama berstatus mahasiswa IKIP Bandung. Teman lama yang sempat menjadi aktivis mahasiswa pada masanya sengaja berkunjung ke rumah. Dalam pertemuan tersebut berlangsung obrolan ringan dan santai sambil minum kopi. Obrolan mengarah pada berbagai pemikiran untuk memajukan pendidikan dengan berangkat dari pemajuan satuan pendidikan. Upaya memajukan pendidikan dari satuan pendidikan yang menjadi level bawah kebijakan ini didasari oleh fenomena yang terjadi bahwa kemajuan pendidikan dalam skala nasional merupakan agregat dari kemajuan level di bawahnya. Karena itu, mengapa tidak, konsentrasi pemajuan pendidikan dikonstrasikan terhadap pemajuan satuan pendidikan.
Pendidikan menjadi bagian dari proses pendewasaan dan penyiapan siswa untuk dapat survive dalam kehidupan masa depan yang semakin kompleks. Melalui penerapan berbagai program oleh setiap satuan pendidikan para siswa diajak untuk membangun pondasi kuat agar dapat menyikapi kehidupannya kelak. Dengan proses tersebut siswa diharapkan dapat menjadi sosok yang sesuai cita-cita penyelenggaraan pendidikan sebagaimana tersurat dalam regulasi.
Untuk pelaksanaan pendidikan di Indonesia, regulasi yang menjadi acuan utama adalah Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam regulasi tersebut terungkap secara eksplisit bahwa tujuan pendidikan yang diselenggarakan mengarah pada lahirnya manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Tujuan sebagaimana diungkapkan di atas diformulasi dalam konsep yang saat ini menjadi diksi pada ranah pendidikan yaitu Profil Pelajar Pancasila.
Menelaah tujuan yang tereksplisitkan dalam regulasi dimaksud, bisa dibayangkan bahwa begitu beratnya tugas yang diemban setiap penyelenggara pendidikan. Tentunya tugas berat tersebut merambah pula pada para guru yang menjadi aktor-aktor pendidikan. Akan berakibat fatal bila penyelenggaraan dan pengelolaannya dilakukan dengan serampangan, tanpa konsep yang akuntabel. Hal itu tidak hanya berlaku pada level bawah, dalam hal ini satuan pendidikan, tetapi berlaku pula pada level atas sebagai pemegang otoritas kebijakan pendidikan.
Setiap satuan pendidikan sebagai level bawah yang bertugas menjadi pelaksana teknis kebijakan pendidikan benar-benar dihadapkan pada fenomena kemampuan mereka menerjemahkan kurikulum yang diberlakukan. Hal itu dimungkinkan karena level pelaksana teknis inilah yang langsung bersinggungan dengan subjek pendidikan yaitu siswa.
Pengelolaan pendidikan merupakan upaya mulia yang dilakukan, karena berbagai treatment yang dilaksanakan merupakan strategi untuk dapat menyiapkan sosok-sosok berkompeten dalam kehidupan masa depan. Berbagai treatment yang dilakukan diadakan pada penguatan kompetensi setiap siswa sehingga mereka dapat memiliki kesiapan dalam menghadapi kehidupan masa depannya.
Tidak kurang dari tiga pilar yang harus menjadi perhatian satuan pendidikan dalam mendorong kemajuan pengelolaan pendidikan. Ketiga pilar tersebut adalah profesionalisme guru, manajeman yang akuntabel dan transparan, serta peran serta orang tua dan masyarakat.
Profesionalisme merupakan kompetensi untuk melaksanakan tugas dan fungsinya secara baik dan benar serta komitmen dari para anggota profesi untuk meningkatkan kompetensinya. Berdasarkan paparan tersebut terdapat dua ranah utama seorang profesional yaitu melaksanakan tugas dan fungsinya serta meningkatkan kompetensi keprofesiannya.
Profesionalisme guru pada ranah pelaksanaan tugas dan fungsinya adalah kepemilikan kompetensi untuk melaksanakan tugas dan fungsinya. Guru merupakan tenaga profesional yang memiliki tugas dan fungsi untuk merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Tugas utama itulah yang harus menjadi pegangan guru dalam bekerja, terutama dalam pelaksanaan pembelajaran.
Sedangkan profesionalisme pada ranah peningkatan kompetensi adalah upaya yang dilakukan untuk terus melakukan peningkatan kompetensi dalam kaitan dengan tugas dan fungsinya. Dalam konteks ini, guru profesional dituntut untuk menjadi jiwa-jiwa inovatif dan kreatif sehingga kompetensi yang dimilikinya semakin meningkat dan memiliki relevansi dengan kebutuhan pada zamannya.
Manajemen dimaknai sebagai proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan usaha anggota organisasi serta penggunaan sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Berkenaan dengan satuan pendidikan sebagai lembaga yang mengelola sumber daya, lembaga ini memerlukan campur tangan manajemen sebagai sarana pencapaian lembaga terhadap tujuan yang telah ditetapkannya.
Dalam posisi satuan pendidikan sebagai lembaga, terdapat ekosistem yang mewarnai keberadaannya. Manajemen yang dilakukan satuan pendidikan haruslah dibangun atas dasar kebersamaan dari seluruh ekosistemnya. Kerjasama akan dikatakan baik bila ditata dan dikelola dengan tepat. Karena itu, manajemen sekolah harus dijalankan secara sistematis melalui tahapan-tahapan yang diawali dengan perencanaan, pelaksanaan, sampai dengan capaian terhadap tujuan yang dipancangkan.
Sekalipun demikian, hal yang harus menjadi perhatian dalam manajemen ini adalah akuntabilitas dan transparansi. Hal ini harus menjadi perhatian setiap kepala satuan pendidikan. Keberhasilan dalam menerapkan akuntabilitas dan transparansi akan melahirkan trust dari berbagai unsur ekosistem internal maupun ekosistem eksternal. Lahirnya trust dari seluruh unsur ekosistem, akan menjauhkan diri dari lahirnya sikap skeptis dari sebagian besar ekosistem satuan pendidikan.
Dukungan orang tua siswa dan masyarakat menjadi modal besar yang tidak bisa dipinggirkan. Mereka bisa diajak untuk berkontribusi dalam upaya memajukan satuan pendidikan. Satuan pendidikan di bawah kepemimpinan kepala satuan pendidikan harus mampu mengelola hubungan baik dengan orang tua siswa dan masyarakat sehingga melahirkan rasa kepedulian besar terhadap kemajuan satuan pendidikan. Setiap satuan pendidikan harus membuka kanal komunikasi yang dapat menampung dan memfasilitasi berbagai ide dan pemikiran, sumber belajar, serta pembiayaan.
Hubungan baik antara satuan pendidikan dengan orang tua siswa dan masyarakat tidak dimaknai dengan sempit sebagai kontribusi dalam pembiayaan semata. Hubungan lain yang harus dijalin adalah memberi kesempatan kepada mereka untuk dapat menuangkan ide dan pemikirannya demi kemajuan satuan pendidikan. Berbagai ide dan pemikiran para orang tua siswa dan masyarakat dimungkinkan merupakan masukan brilliant yang sangat bermanfaat dalam keterbatasan ruang dan waktu para kepala, pendidik, dan tenaga kependidikan. Selain itu, mereka bisa dimanfaatkan pula untuk menjadi sumber belajar dalam memberi nuansa pembelajaran kontekstual.
Dalam kaitan membangun sinergitas antara satuan pendidikan dengan unsur orang tua siswa dan masyarakat tersebut, terdapat tiga langkah yang dapat dilakukan satuan pendidikan. Pertama, membangun komunikasi yang baik dan intensif dengan mereka. Kedua, memperkuat relasi dengan berbagai lembaga yang dimungkinkan dapat berkontribusi terhadap implementasi program satuan pendidikan. Ketiga, Mengajak seluruh orang tua siswa dan masyarakat untuk berperan aktif dan partisipatif dalam mendukung keberlangsungan program satuan pendidikan.
Pilar-pilar tersebut dapat menjadi pondasi keberhasilan satuan pendidikan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kunci utama dari optimalisasi ketiga pilar itu adalah political will dari kepala satuan pendidikan. Pemantik arah ke mana satuan pendidikan akan di bawa, berada di tangan kepala satuan pendidikan.****DasARSS.