Oleh: Dadang A. Sapardan
(Pemerhati
Pendidikan)
Dalam sebuah media
sosial ditayangkan salah seorang siswa yang melakukan tindakan pencurian barang
milik temannya. Saat diinterogasi oleh pihak tertentu, siswa dimaksud bukannya
memperlihatkan raut penyesalan dan mengungkapkan permintaan maaf atas perbuatan
yang dilakukannya. Dia malah memberi argumantasi yang sangat tidak layak
disampaikan. Argumentasi yang diungkapkannya meminta permakluman dari semua
yang hadir bahwa tindakan yang dilakukannya merupakan sebuah kesalahan dan
kesalahan itu menjadi sebuah fakta yang harus diterima karena manusia tidak
luput dari berbagai kesalahan. Sebuah jawaban yang memperlihatkan attitude
negatif dari seseorang untuk membenarkan kesalahannya. Attitude yang tidak
layak diperlihatkan oleh seorang pembelajar.
Satuan pendidikan merupakan ekosistem
yang harus memberi arah pembelajaran dengan nuansa nyaman terhadap seluruh
unsur ekosistemnya, terutama kepada setiap siswanya. Melalui satuan pendidikan
siswa diajak untuk menjadi pembelajar tentang materi yang sekiranya dapat
menjadi bekal mereka dalam kehidupan masa kini dan masa depannya.
Satuan pendidikan harus menjadi
ekosistem efektif dan strategis sehingga dapat menyiapkan seluruh siswanya agar
mampu survive dalam mengarungi
kehidupan masa depan yang semakin rumit. Tidak bisa dipungkiri bahwa kehidupan
masa depan yang harus dihadapi setiap siswa diwarnai dengan berbagai perubahan
yang begitu cepat. Karena itu, mereka harus mampu mengimbangi berbagai
perubahan yang dihadapinya.
Dengan demikian, satuan pendidikan
harus dibangun dan dikembangkan menjadi sebuah ekosistem kehidupan yang
memiliki visi futuristik, yaitu
ekosistem yang paham terhadap berbagai perubahan kehidupan masa depan dengan
fenomena kecepatan perubahan. Dengan kata lain, satuan pendidikan harus menjadi
laboratorium mini dari kehidupan masa kini dan masa depan yang akan dihadapi
setiap siswanya. Mereka harus disiapkan untuk dapat menyikapi berbagai
perubahan yang terjadi.
Satuan pendidikan harus diciptakan
dengan nuansa ekosistem pembelajaran yang nyaman dan aman, sehingga dapat
menjadi stimulus bagi seluruh siswa guna
melakukan pembelajaran secara opimal. Langkah pembelajaran dengan nuansa
demikian harus dilakukan oleh seluruh pemangku satuan pendidikan.
Dalam konteks ini, kepala satuan
pendidikan menjadi pemegang kunci keterlaksanaan kebijakan. Hal tersebut
dimungkinkan karena kepala satuan pendidikan berperan sebagai decision maker dalam penetapan berbagai kebijakan
satuan pendidikan yang dipimpinnya. Kebijakan yang diambil, tentunya harus
mendapat dukungan optimal dari seluruh ekosistem satuan pendidikan, sehingga
kebijakan untuk melakukan penciptaan nuansa ekosisitem satuan pendidikan yang
aman dan nyaman akan tercapai secara optimal.
Dalam wilayah kebijakan pendidikan
yang secara mikro menjadi kebijakan setiap satuan pendidikan, core program dari seluruh satuan
pendidikan adalah mengarah pada upaya mengimplementasikan penguatan pendidikan
karakter, gerakan literasi satuan pendidikan, dan penyiapan kompetensi
pemecahan masalah rumit/kompleks. Ketiga core
kebijakan tersebut merupakan langkah strategis untuk menyiapkan kepemilikan
kompetensi abad 21 dari seluruh siswa yang menjadi subyek pembelajaran.
Mengacu pada pendapat para ahli bahwa
tantangan satuan pendidikan saat ini adalah menyiapkan out put dan out come yang
siap menghadapi era kehidupan abad 21. Melalui formulasi ketiga kebijakan
tersebutlah seluruh siswa yang saat ini sedang menggali ilmu pada berbagai satuan
pendidikan, dimungkinkan untuk dapat mengimbangi persaingan kehidupan pada abad
yang diwarnai dengan fenomena perubahan cepat.
Tidak bisa dipungkiri bahwa berbagai
tantangan saat ini medera satuan pendidikan pada berbagai jenjang. Meningkatnya
jumlah kasus perundungan, tawuran, penyalahgunaan obat-obatan terlarang,
pernikahan usia dini dan kehamilan di bawah usia, siswa yang memiliki motivasi
belajar rendah hingga putus sekolah, siswa dengan gangguan emosional seperti stres,
kecemasan, depresi, bahkan kasus bunuh diri pada usia remaja. Fenomena demikian
menunjukkan bahwa masih lemahnya treatment oleh satuan pendidikan
terhadap perkembangan sosial dan emosional para siswa.
Berdasarkan
fenomena berbagai tantangan tersebut, pembelajaran yang dapat menumbuhkan
kompetensi sosial dan emosional siswa menjadi sangat urgent untuk
diterapkan setiap satuan pendidikan. Metode Social and Emosional Learning
(SEL) atau Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE) adalah proses belajar
yang berkaitan dengan pemahaman diri, empati terhadap orang lain, serta
kemampuan berinteraksi dan berkomunikasi secara efektif. Model pembelajaran ini
menjadi alternatif yang memungkinkan diterapkan oleh setiap satuan pendidikan
dalam upaya meminimalisasi lahirnya permasalahan di atas.
Metode
PSE mengarah pada capaian aspek keterampilan sosial, regulasi emosi, pemecahan
masalah, dan pengambilan keputusan. Meningkatkan Kemampuan berinteraksi sosial
yang menjadi bagian dari PSE, dapat membantu siswa mengembangkan kemampuan
berinteraksi dan berkomunikasi dengan baik. Ini penting dalam kehidupan
sehari-hari, baik dalam lingkungan satuan pendidikan maupun di luar satuan
pendidikan. Siswa yang memiliki kompetensi sosial dan emosional yang baik,
cenderung lebih sukses dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam karier
dan hubungan pribadi.
Menurut Collaborative for Academic,
Sosial, and Emotional Learning (CASEL), terdapat lima kompetensi inti dalam
penerapan pembelajaran sosial dan emosional, yaitu: kesadaran diri (self-awareness),
manajemen diri (self-management), kesadaran sosial (social-awareness),
kemampuan berinteraksi sosial (relationship skill), serta pengambilan
keputusan yang bertanggung jawab (responsible decision-making).
Untuk dapat menerapkan metode PSE
perlu dibangun kebersamaan para guru guna mem-break down lima kompetensi
tersebut menjadi bagian dalam tujuan pembelajaran. Selanjutnya, mem-break
down setiap tujuan pembelajaran menjadi teknik pembelajaran. Langkah mem-break
down tersebut harus dilakukan oleh guru secara kolektif di bawah arahan
kepala satuan pendidikan yang secara teknis dilaksanakan oleh wakil kepala
bidang kurikulum.
Cakupan penerapan metode PSE tidak
semata dilaksanakan dalam pembelajaran di kelas. Penerapannya dilakukan secara
komprehensif di luar lingkungan kelas dan di luar lingkungan satuan pendidikan.
Meminjam konsep penerapan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK), pembelajarannya
dilakukan berbasis kelas, berbasis budaya sekolah, dan berbasis masyarakat.
Dengan kata lain, penerapannya tidak bersifat sektoral, sehingga semua ruang
kehidupan siswa tersentuh dengan penerapan metode PSE.
Metode PSE menjadi sebuah pola
pembelajaran yang harus dikemas dalam formulasi tersendiri. Setiap satuan
pendidikan harus menyusun formulasi yang tepat berdasarkan diskusi dan kajian
mendalam para pemangku kepentingan, sehingga penerapannya benar-benar mengarah
pada capaian kelima kompetensi yang dipancangkan.****DasARSS.