Oleh: H. Dadang A.
Sapardan, M.Pd
Saat menjelang Dzuhur, rombongan
ibu-ibu TP-PKK sudah pulang dari kunjungan ke lokasi Pos Yandu. Entah saking
lapar atau lelah mereka mengerumuni pedagang cuankie yang mangkal di depan
kantor. Sambal menunggu pesanannya, istri yang ikut juga pada kegiatan tersebut
saya tanya tentang beberapa catatan yang ditemukan dari Pos Yandu. Beberapa
temuan disampaikan sambal duduk di kursi beranda kantor. Bahasan terus melebar
pada temuan di Pos Yandu, menurutnya ternyata pada beberapa Pos Yandu ditemukan
beberapa anak yang secara kasat mata dapat diindikasi mengalami stunting.
Karena itu, saya meminta dicarikan datanya untuk dijadikan dasar intervensi
penanganan lebih lanjut.
Pada pertengahan bulan Januari, Presiden,
Jokowi pernah menyampaikan arahan dalam Rapat Kerja yang dihadiri oleh seluruh
kepala daerah se-Indonesia. Dalam arahannya, Presiden mewanti-wanti seluruh
kepala daerah untuk berkonsentrasi pada dinamika yang saat ini terjadi di
Indonesia. Dinamika yang terjadi harus dapat disikapi dengan penerapan berbagai
program strategis.
Arahan yang disampaikan oleh Presiden,
Jokowi mencakup delapan point. Kedelapan point tersebut adalah terkait upaya
pengendalian inflasi agar terkontrol, langkah penurunan kemiskinan ekstrim pada
tahun 2024, berfokus pada penurunan stunting, perhatian pada investasi,
pembelanjaan APBD untuk produk dalam negeri, daerah agar melakukan
diferensiasi, langkah menjaga stabilitas politik dan keamanan dalam Pemilu
2024, serta pemberian jaminan kebebasan beragama.
Dari kedelapan arahan Presiden, stunting
menjadi bagian di dalamnya yang harus menjadi perhatian setiap kepala daerah.
Pertanyaan mendasar dari arahan tersebut adalah mengapa stanting menjadi
bagian yang harus diperhatikan pemerintah dalam penerapan berbagai
kebijakannya. Pertanyaan tersebut cukup menggelitik karena selama ini, fenomena
kasus stunting seakan luput dari perhatian orang kebanyakan.
Stunting
menjadi salah satu penyakit yang diakibatkan oleh malnutrisi. Kasus ini paling
lazim terjadi pada anak-anak. Kasus stunting umum terjadi karena
kurangnya kesadaran akan kebutuhan nutrisi dan kondisi kesehatan pada anak.
Menurut IDAI (Ikatan Dokter Anak
Indonesia), stunting pada anak adalah perawakan pendek yang merupakan
gangguan pertumbuhan yang sebagian besar disebabkan karena masalah nutrisi. Hal
ini merujuk pada kondisi gagal pertumbuhan pada anak yang menyebabkan mereka
tidak memiliki tubuh proporsional sebagaimana layaknya anak normal lainnya.
Selain itu, anak stunting mengalami kemampuan otak yang sedikit
terbelakang.
Berdasarkan data yang dirilis Studi
Status Gizi Indonesia (SSGI), kasus stunting di Kab. Bandung Barat
berada pada angka 29,6%. Angkanya berada di atas rata-rata Jawa Barat yang
berada pada angka 24,55%. Padahal, Pemerintah pusat menargetkan bahwa pada
tahun 2024 kasus stunting di Indonesia harus berada pada angka 14%.
Dengan adanya gap angka yang cukup tinggi, dibutuhkan strategi
penanganan stunting yang baik dan tepat sasaran.
Sejak tahun 2010 sampai diperkirakan
tahun 2045, bangsa ini akan didominasi oleh working age, usia kerja/usia
produktif yang berpotensi untuk menjadi energi besar guna mendorong kemajuan
bangsa agar dapat sejajar dengan negara lain yang selama ini telah menjadi
penguasa kehidupan dunia.
Bonus
demografi ini bisa jadi melahirkan kegerahan pada beberapa pihak, karena saat
ini telah terjadi pergeseran pemahaman bahwa modal dasar keberhasilan
pembangunan bangsa adalah kekayaan peradaban. Dengan demikian, bila bangsa ini
memiliki sumber daya manusia yang berkualitas, sudah bisa dipastikan bahwa
bangsa ini akan menjadi bangsa besar yang dapat menguasai berbagai sendi
kehidupan dunia.
Bonus demografi dengan dominasi working
age merupakan sebuah fakta yang tidak dapat disangkal lagi. Pemosisian working
age menjadi sosok berkualitas dan potensial dalam turut serta membangun
bangsa, harus menjadi perhatian berbagai pihak, terutama Pemerintah. Letupan
kasus stunting yang melebihi batas toleransi akan berdampak pada tidak
optimalnya pemanfaatan working age dalam berkontribusi bagi kemajuan
bangsa ini. Seandainya, kasus stunting dibiarkan begitu saja,
menggerogoti anak-anak, working age sebagai sosok potensial dalam
pembangunan bangsa dan negara akan menguap begitu saja. Sebuah kerugian besar
bagi bangsa ini karena tidak dapat memanfaatkan bonus demografi dengan optimal.
Karena itu, perhatian pada upaya
penurunan kasus stunting tidak hanya dilakukan oleh satu atau dua elemen
saja, tetapi harus dilakukan bersama oleh berbagai elemen. Kebersamaan dalam
melakukan penurunan stunting harus dilakukan karena upaya penerapan
program strategis guna melakukan penurunan stunting bukan semata dalam
ranah kesehatan. Berbagai ranah lain pun dapat berkontribusi dalam menekan
letupan kasus stunting. Bukan saja Pemerintah yang harus bergerak tetapi
seluruh elemen bangsa harus pula bergerak dan bahu-membahu dalam menurunkan
kasus stunting.
Karena itu, upaya penurunan kasus stunting
harus dilakukan melalui jalinan kerja sama dari berbagai elemen sehingga
program yang diterapkan benar-benar efektif. ****DasARSS.
Penulis
adalah Camat Cikalongwetan Kab. Bandung Barat