Oleh: H. Dadang A. Sapardan, M.Pd
(Camat Cikalongwetan, Kab. Bandung Barat)
Akhir-akhir ini berbagai media luring
atau daring sedang ramai memberitakan persoalan yang melibatkan salah seorang
guru SMK Swasta dengan Gubernur Jawa Barat. Persoalan yang dipicu postingan
guru dengan menggunakan kata yang dipandang kurang elok disampaikan, apalagi
diekspresikan pada media sosial yang dikonsumsi banyak orang. Banyak yang
berpandangan bahwa ungkapan yang diekspresikan guru dalam media sosial tersebut
tidak memperlihatkan etika yang harus ditunjukkan oleh seorang guru. Bahasa
yang disampaikan tergolong bahasa loma yang menjurus kasar dalam pandangan
pengguna bahasa Sunda di wilayah Periangan. Terlepas dari sang guru sudah loma
dengan gubernur, ungkapan yang disampaikan tersebut sebenarnya tidak tepat bila
dipandang dari sisi etika.
Saat ini, kehidupan telah
memasuki abad ke-21 yang diwarnai dengan berbagai fenomena penyertanya.
Keberadaan fenomena penyerta tersebut tentunya tidak dapat dikesampingkan atau dihindari
begitu saja tetapi harus dihadapi dan disikapi dengan baik oleh berbagai elemen
masyarakat. Setiap orang harus mampu menyikapinya sebagai tantangan yang harus
dihadapi sehingga dapat dilalui dan tidak berdampak negatif terhadap dirinya
dan orang lain. Bahkan sebaliknya, kemampuan menghadapi tantangan dengan baik
akan berdampak positif bagi kehidupan yang dihadapi.
Salah satu fenomena penyerta
dimaksud adalah lahirnya berbagai kemudahan berkomunikasi dengan menggunakan
kanal media sosial. Beragam pilihan kanal media sosial dapat dipilih dan sudah
menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan keseharian masyarakat. Beragam
kanal media sosial secara masiv dimanfaatkan oleh masyarakat dengan beragam
tujuan.
Begitu mudahnya masyarakat
satu berhubungan dengan masyarakat lain. Dalam ruang dan waktu yang berbeda
mereka dapat melakukan komunikasi. Kanal media sosial menjadi sarana efektif
dan efisien bagi mereka dalam berekspresi. Dengan memanfaatkan kanal media
sosial, siapapun bisa mengungkapkan ide, pemikiran, dan perasaannya di manapun
dan kapanpun dalam berbagai bentuk ekspresi.
Kemudahan yang dimiliki
masyarakat dalam memanfaatkan kanal media sosial tersebut harus dibarengi
dengan kesadaran akan berbagai dampak pernyertanya. Keterbangunan kesadaran dalam
diri masyarakat akan dampak penyerta harus terus diperkuat sehingga tidak
mengarah pada dampak negatif.
Upaya tersebut tentunya
harus dilakukan oleh berbagai pemangku kepentingan sehingga setiap eleman
masyarakat akan terbangun kesadarannya. Salah satu upaya yang harus dilakukan
adalah penguatan kesantuanan dalam memanfaatkan kanal media sosial.
Keterbangunan kesadaran akan kesantunan tersebut harus mendapat dukungan
optimal dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintahan. Dengan
demikian, masyarakat diharapkan mampu menyikapi fenomena yang terjadi dengan
berbagai langkah tepat
Upaya
lebih mendewasakan masyarakat dalam bermedia sosial, merupakan langkah mutlak
agar tidak terjadi riuh-rendah kehidupan. Kepemilikan kesantunan oleh
masyarakat penggunanya harus mendapat perhatian serius karena bila dibiarkan
akan berdampak negatif terhadap keberlangsungan kehidupan.
Masyarakat
harus distimulasi agar selalu pengedepanan kesantunan dalam berbagai kanal media
sosial. Pemberian pemahaman tersebut dapat dilakukan melalui kampanye
terstruktur, sistematis, dan masiv oleh berbagai pihak yang memiliki kepedulian
terhadap lahirnya masyarakat yang dapat bermedia sosial dengan sehat.
Masyarakat perlu diarahkan
untuk memahami bahwa memanfaatkan media sosial yang ada, tidak dapat dilakukan
dengan semena-mena. Dalam pemanfaatannya, mereka harus menyertakan berbagai
pranata yang harus dipatuhinya. Berkecimpung dalam kanal media sosial
membutuhkan pengetahuan tentang berbagai pranata, termasuk kesantunan.
Dalam konteks ini, yang harus
terbangun adalah kesadaran bahwa mereka memiliki tanggung jawab terhadap
berbagai tindakan dan sikap dalam bermedia sosial. Berbagai kasus telah memberi
pelajaran, bagaimana akibat yang harus diterima dari kecerobohan masyarakat dalam
memanfatkan kanal media sosial. Mereka harus berhadapan dengan sanksi sosial,
bahkan sanksi hukum.
Mencermati fenomena yang
terjadi sebagaimana diungkapkan dalam ilustrasi di atas, terkait dengan dimensi
substansi tulisan. Pilihan kata yang diungkapkan termasuk dalam kategori bahasa
loma. Artinya, pilihan kata dimaksud biasa diungkapkan dalam dialog loma
di antara dua orang atau lebih teman akrab. Pilihan kata yang diungkapkan bila
disampaikan kepada orang yang baru kenal, orang yang lebih tua usia, atau lebih
tinggi jabatannya termasuk pilihan kata yang tidak layak karena secara
konotatif bermakna kasar. Bahkan, sekalipun dengan teman akrab, pilihan kata
demikian dapat menjadi pemicu masalah ketika diungkapkan dalam situasi dan
kondisi yang tidak tepat.
Bukan bermaksud men-jugde
atas fenomena yang terjadi saat ini, dapatlah dikatakan bahwa pilihan kata
yang ditujukan kepada Gubernur Jawa Barat tersebut tidak tepat, telah keluar
dari koridor kesantuan. Bisa dimaklumi ketika gubernur merasa tersinggung
dengan pilihan kata yang diungkapkan guru dimaksud. Permakluman itu diperkuat
lagi karena ungkapannya disampaikan tidak dalam komunikasi langsung di antara
keduanya, tetapi dalam kanal media sosial yang dikonsumsi banyak orang.
Karena itu, maraknya pemanfaatan
kanal media sosial tidaklah serta-merta menjadi sebuah kemudahan yang dapat dilakukan
dengan tanpa pertimbangan matang. Setiap penggunanya harus mengedepankan
kesantunan dalam memanfaatkan kanal media sosial. Kematangan berpikir disertai
dengan pertimbangan matang harus menyertai sebelum menautkan ide, pemikiran,
dan perasaannya dalam kanal media sosial. DasARSS.