Notification

×

Arsip Blog

MENANAMKAN KARAKTER PEJUANG PADA ANAK

Selasa, 11 April 2023 | 23.06 WIB Last Updated 2023-04-11T16:23:38Z




Oleh: Dra. N. Mimin Rukmini, M.Pd
(Kepala SMPN 3 Cililin)


Menarik sekali tulisan Moch. Khoiri Dosen Unesa yang mengungkapkan bahwa dalam kesulitan akan tumbuh kekuatan. Kekuatan akan melahirkan kemudahan dan kenyamanan. Lalu, dalam kemudahan dan kenyamanan akan terlahir kelemahan. 


Penulis sependapat dengan ungkapan luar biasa tersebut.  Jika dikaitkan dengan bagaimana za man ketika penulis masih berada di bangku sekolah SD sampai dengan PT yang berada pada masa-masa sulit.  Apalagi terasa sekali sulitnya  ketika duduk di bangku kuliah.  Saat pulang dari kos-kosan dan mau minta uang makan kepada orang tua, mamah atau bapak sering sekali malah mengajak  berpikir untuk meminjam uang pada saudara. Hal itu dilakukan karena bapak hampir tak mampu atau pas-pasan membiayai kuliah.


 Tahun 1991 sungguh-sungguh menjadi tahun tersulit dalam biaya kuliah. Tiga bersaudara Maman, Mimin, dan Mumun pada  tahun  yang sama berbarengan kuliah di Uninus. Bapak hanya seorang kepala SD tentunya repot menguliahkan tiga anak sekaligus di PT, apalagi PT swasta.  Bapak tidak bertanam padi lagi karena sawah sudah digadaikan. Kebun peninggalan kakek pun dijual untuk biaya kuliah. Betapa kesulitan itu menempa keluarga kami. 



Bersyukur dan sabar menghadapi rintangan, sungguh tumbuh kepercayaan diri untuk bangkit dan bangun mendobrak tantangan dan rintangan itu. Pendek kata saat ujian datang (ujian negara) misalnya, supaya lulus berdoa dan bernazar jika lulus akan berpuasa, di samping belajar dan bekerja keras. Makan hanya dengan bala-bala atau rempeyek teri tak masalah. Pulang mingguan dari rumah ke kos-kosan membawa pisang mentah dengan harapan supaya tak banyak jajan, juga menjadi gaya hidup saat itu. 


Demi kasihan pada orang tua, apapun selalu ngebut. Ngebut kuliah, ngebut ujian, ngebut menyelesaikan tugas. Hingga pada suatu waktu harus kandaskan terlebih dahulu waktu sebulan  gara-gara sakit tyfus saat bimbingan skripsi Bab 1. Sudah biaya kuliah sulit, ditambah sakit  eh, tambah parah lagi. Akhirnya dirawat. Masih beruntung, Bapak punya kartu askes yang tak pernah digunakan. Bayar biaya rumah sakit hanya sepenggal. 


Tantangan, rintangan, dan kesederhanaan hidup memberi hikmah yang luar biasa. Selesai sidang skripsi karena nilai tertinggi alhamdulillah dipercaya menjadi asisten dosen (asdos). Asdos mata kuliah kebahasaan 4. Hingga menikah yang dengan suami sama-sama modal dasar tenaga honorer asisten dosen. 


 Singkat cerita, modal kerja keras dengan penuh rasa sabar ditakdirkan pula menjadi ASN sampai beranak dan bercucu. Walau tidak dikatakan sejahtera, alhamdulillah minimal untuk biaya kuliah anak, tidak sampai meminjam pada saudara dsb. Ya, minimal memborahkan SK di Bank. 


Naah, bagaimanakah dengan tantangan zaman revolusi industri 4.0? Zaman serba cepat, serba digital. Generasi muda yang dikatakan generasi Z terbiasa dengan sesuatu yang serba instan, generasi pintar, modern, namun perlu pengawasan  ketat dan arahan yang konsisten. 


Selanjutnya mungkinkah kita bisa mendidik generasi atau peserta didik dan anak- anak sebagai pejuang tangguh?  Sementara anak-anak hanya menggunakan HP, itu pun hanya bermain game on line dsb. . Secara fisik mereka kurang bergerak, dan secara psikis mereka  kurang peduli apa yang ada di sekitarnya. Mereka jadi malas, sulit diarahkan orang tua dan sebagainya. 


Boleh jadi ketika anak- anak dan peserta didik tidak terkontrol dan tidak diarahkan dalam penggunaksn HP, mereka akan menjadi gene rasi lemah. Kewajiban kitalah sebagai orang tua atau guru mendidik dan melayani anak sepenuh hati. Sesekali mereka kita ajarkan bagaimana hidup tanpa hp, hidup tanpa kendaraan, hidup tanpa loundri atau pembantu.  


Mengajarkan peserta didik dan anak dengan penuh pelayanan dan sekaligus tantangan, diharpkan mereka akan menjadi generasi pejuang yang tangguh. Pejuang yang rela beekorban baik lahir maupun batin. Semoga!

×
               
         
close