Oleh: Dadang
A. Sapardan
(Camat Cikalongwetan, Kab. Bandung Barat)
Dalam
beberapa waktu belakangan ini, berita tentang penyimpangan kebijakan yang
diambil salah seorang pejabat sempat viral pada berbagai kanal media sosial.
Kebijakan yang diterapkan oleh pejabat tersebut dianggap merugikan salah
seorang guru. Kebijakan yang diambil dianggap memiliki nuansa koriptif. Akibat
dari viralnya pemberitaan tersebut, pejabat dimaksud dengan terpaksa harus
dilengserkan dari jabatannya. Pemiralan penyimpangan kebijakan yang
diterapkannya telah pula menjadi pintu masuk berbagai pihak untuk
mengeksplorasi pola kehidupan pejabat dan keluarganya. Tangkapan layar yang
merupakan jejak digital mereka telah menjadi pelumas sehingga mengarah pada
pencopotan dari jabatan yang dipegangnya. Sebuah kenyataan hidup yang harus
dibayar mahal oleh sang pejabat.
Kehidupan
manusia saat ini sudah menginjak pada era revolusi industri 4.0 (computer/internet of things). Era yang
semakin memperlihatkan kekerapan intensitas pemanfaatan perangkat digital oleh
masyarakat pada sebagian besar domain kehidupan. Berbagai elemen masyarakat
dengan terpaksa harus mampu memanfaatkan perangkat digital dalam menghadapi
dinamika kehidupan ini. Salah satu yang paling dominan dalam kehidupan mereka
adalah penggunaan berbagai kanal media sosial dalam melakukan perhubungan dan
menemukan informasi serta pengetahuan. Pemanfaatan kanal media sosial telah
menjadi bagian yang tidak terlepas dari kehidupan masyarakat saat ini.
Karena itu, era
ini telah melahirkan fenomena disrupsi
pada sebagian besar tata kehidupan masyarakat. Terjadi lompatan pemanfatan
teknologi informasi dan komunikasi secara masiv oleh masyarakat. Mereka sudah
mulai terbiasa mencari informasi, pengetauan, serta berkomunikasi dengan menggunakan
perangkat digital. Berbagai kanal media sosial—whatsapp, facebook,
instagram, twitter, michat, serta youtube—telah menjadi bagian keseharian
kehidupan mereka.
Kekerapan
intensitas masyarakat dalam memanfaatkan perangkat digital untuk berkomunikasi
melalui kanal media sosial dapat mengarah pada dua ranah yang bertolak
belakang. Kekerapan intensitas komunkasi melalui berbagai perangkat digital
telah memberi kemudahan pada masyarakat penggunanya untuk dapat berkomunikasi
dengan tanpa sekat ruang dan waktu. Sejalan dengan itu, ternyata pemanfaatan
perangkat digital melahirkan pula resiko negatif terhadap masyarakat
penggunanya.
Saat ini,
pola-pola yang relatif sama terus berlanjut dalam upaya membuka dan menguliti
fenomena kehidupan para pejabat di negeri ini. Pintu pembukanya bisa dilakukan
oleh orang lain yang merasa tidak puas dengan kebijakan yang diterapkannya.
Bahkan, bisa pula dilakukan oleh sosok pejabat dimaksud serta sanak
keluarganya. Tidak menutup kemungkinan dilakukan pula orang-orang dalam circle-nya.
Ketika ditemukan adanya penyimpangan yang dilakukannya, maka sontak masyarakat
berbondong-bondong mencari tahu jejak digital pejabat dan keluarganya dalam
berbagai kanal media sosial.
Temuan-temuan
pada berbagai kanal media sosial tersebut menjadi pelumas yang melicinkan jalan
pejabat dimaksud untuk terjun bebas dari jabatan. Mereka dengan terpaksa harus
terserat pada titik nadir kahidupannya. Sebuah kenyataan yang harus menjadi
perhatian serius dari setiap pejabat dalam menjalani hidup dan kehidupannya.
Tentunya harus pula menjadi bahan perhatian dan renungan bagi keluarga dan
orang-orang yang berada pada circle-nya.
Perangkat
digital dengan kanal media sosial seakan telah menjadi panglima yang dapat
menentukan nasib seseorang, baik mengangkat maupun menjerumuskan. Dengan kanal
media sosial seseorang bisa naik strata. Istilah yang biasa digunakan dalam
konteks ini adalah pansos (panjat sosial). Namun, kanal ini pun dapat dengan
serta-merta menjerumuskan sesorang pada strata terendah. Termasuk mengakibatkan
seorang pejabat terjun bebas dari jabatannya. Padahal, untuk meraih jabatan
tersebut dilakukan dengan susah payah melalui jalan terjal dan penuh rintangan
dan tantangan.
berkenaan
dengan keterjerumusan, bukan saja harus menjadi perhatian pejabat semata,
tetapi siapapun harus selalu mengedepankan kehatian-hatian dalam bersikap dan
bertindak, sehingga tidak dimanfaatkan oleh pihak tertentu—baik dengan sengaja
ataupun tidak sengaja. Kesalahan dalam bersikap dan bertindak dapat berakibat
fatal karena setiap orang bisa dengan mudahnya mengunggahnya dengan perangkat
digital melalui berbagai kanal media sosial. Siapapun harus mampu menahan syahwat-nya
dalam bersikap dan bertindak sehingga tidak menjadi bumerang yang akan
merugikan, baik dalam jangka waktu dekat maupun jangka waktu jauh.
Dengan demikian,
alangkah baiknya siapapun selalu mengedepankan kehati-hatian dalam bersikap dan
bertindak, sehingga langkah yang diambil tidak menjadi bumerang yang dapat
menjadi pemicu sesorang terjun bebas pada titik nadir kehidupan. DasARSS.