Oleh: Prof. Dinn Wahyudin
Nama lengkapnya Fryda Christiany Moan, kami memanggilnya
Frida. Ia seorang guru di Sekolah Dasar
Negeri (SDN) Inpres Isyaman, Distrik Edera Kabupaten Mappi Provinsi Papua Selatan.
Sebagai seorang guru di pedalaman Distrik Edera Kabupaten Mappi Papua, ia
memahami betul kondisi dan sosial geografis tempat ia berkhidmat sebagai guru kelas di Sekolah Dasar di
wilayah terpencil. Walaupun demikian, para guru yang jumlahnya tiga orang di
SDN Inpres tersebut, berupaya semaksimal mungkin untuk melayani siswa yang
berjumlah 260 orang siswa.
SDN Inpres Isyaman merupakan
salah satu sekolah di wilayah pinggiran distrik Edera. Kendati kategori sekolah
di wilayah terpencil, sekolah ini berupaya untuk mensukseskan program pemerintah dalam
mendidik generasi muda warga setempat yang umumnya anak anak dari keluarga
orang asli papua (OAP).
“Pelaksanaan kurikulum merdeka, secara bertahap dilaksanakan di
sekolah kami. Saya mengajar lebih fokus
pada materi esensial dan pengembangan kompetensi peserta didik, baik siswa yang
berasal dari keluarga orang asli
papua (OAP) ataupun siswa yang berasal
dari keluarga pendatang. Kami berupaya berkhidmat melayani dengan damai
sehati”. Demikian tulis Fryda dalam tulisan singkat yang dikirim melalui WhatApps. Moto sekolah kami "usubi yokokuda tako bayaman” yang
diadopsi dari moto pemerintah daerah dan masyarakat Kabupaten Mappi Provinsi
Papua Selatan. Ungkapan dalam bahasa lokal yang artinya “damai sehati dan
saling melayani”. Di tengah
keterbatasan yang ada, kami berupaya melayani siswa dengan sepenuh hati, dengan
kasih sayang yang tulus, agar generasi muda warga Mappi meraih masa depan yang
lebih baik.
Sejuta-rawa
Secara geografis daerah Mappi
sangat unik dengan topografi alam yang menantang. Kawasan wilayah Kabupaten
Mappi, seperti juga wilayah di beberapa kabupaten di Provinsi Papua Selatan
lainnya, merupakan wilayah dataran rendah yang penuh rawa rawa. Sebagian besar wilayah Kabupaten Mappi
merupakan dataran rendah yang memiliki ketinggian antara 0 – 100 m dpl.
Sekurang-kurangnya ada 14 sungai yang biasa digunakan sebagai sarana
transportasi atau penghubung antar distrik.
Secara geografis, wilayah ini
didominasi oleh rawa rawa alami, dengan satwa fauna yang khas kawasan tropis.
Oleh karena itu Kabupaten Mappi sering disebut sebagai daerah Sejuta-rawa.
Potensi kekayaan alam rawa yang sungguh luar biasa.
Kabupaten ini memiliki penduduk
pada tahun 2021 sebanyak 108.285 jiwa. Kebanyakan penduduk bermukim di
pemukiman distrik Obaa, dan paling
sedikit di distrik Yakomi.
Kabupaten Mappi masuk ke dalam
wilayah adat Anim Ha. Wilayah adat ini
merupakan wilayah terluas
sekaligus kawasan terdepan Indonesia yang berbatasan langsung dengan negara
Papua Nugini. Beberapa suku yang
mendiami wilayah Anim Ha, yakni suku Marind Anim dan suku Asmat.
Penduduk kabupaten Mappi terdiri
dari suku asli dan pendatang. Mayoritas penduduk Kabupaten Mappi adalah Orang
Asli papua (OAP) yaitu suku Korowai Kombay, suku Kambai dan suku Citak Matak
yang mencapai lebih dari 85% dari total warga Mappi. Sedangkan sisanya adalah
warga pendatang.
Secara umum masyarakat lokal suku
Koroway Mappi masih sangat tradisional. Kegiatan ekonomi daerah ini tidak
terlepas dari kebiasaan masyarakat yang sejak dulu suka berburu, berkebun dan
hidup berpindah-pindah. Potensi ekonomi yang nyata bagi masyarakat adalah
mencari kayu gaharu sampai ke pedalaman hutan. Kayu gaharu dari Distrik Assue
terkenal karena kualitasnya. Potensi gaharu terpusat di Distrik Assue, Senggo,
Citak Matak sampai di Kabupaten Asmat. Sumber daya hutan yang bisa diambil
manfaatnya selain kayu gaharu adalah kulit gambir dan kayu-kayu jenis uli,
meranti, dan linggua.
Hasil laut dan perairan daratan
juga menjadi pilihan penduduk. Lapangan pekerjaan yang berperan besar terhadap
kehidupan penduduk Mappi adalah sektor kehutanan dan perikanan. Penduduk daerah
ini dominan memakan sagu, dengan olahan Pepeda. Produksi pertanian yang banyak
diupayakan penduduk Mappi antara lain menanam umbi-umbian, jagung, kacang
tanah, dan kacang hijau. Kopi, karet dan kelapa merupakan komoditas yang juga
ditanam penduduk. Dalam beberapa tahun terakhir ini, selain tiga komoditas
tersebut, perkebunan di Mappi juga ditanami jambu mete, kakao, dan cengkeh.
(Wikipedia, 2022).
Rumah Pohon
Salah satu suku asli di Mappi,
yakni suku Korowai -Kombay. Umumnya,
penduduk asli ini masih tinggal di rumah
pohon. Warga lokal yang bermukim di rumah pohon ini cukup banyak. Yaitu sekitar
504 kepala keluarga. (Pemda Kabupaten
Mappi, 2022). Bila rata penghuni rumah pohon ini memiliki dua orang anak,
berarti ada sekitar 2.000 orang etnik suku
Korowai yang tinggal di rumah pohon.
Bagi kelompok etnis Korowai suku asli Mappi, mereka menyebut sendiri
sebagai suku Klufo Fyumanop. Kata klufo berarti orang, sedangkan fyumanop
berarti berjalan di atas tulang kaki. Hal ini untuk membedakan orang Korowai
yang terbiasa berjalan kaki, dibanding dengan suku atau etnis tetangganya yaitu
suku Citak mitak yang terbiasa
menggunakan perahu lokal sebagai alat transportasi.
Jubi.co.id (2022) menyebutkan
bahwa kelompk etnis lokal Korowai terbagi ke dalam dua kelompok. Kelompok
pertama, disebut masyarakat Koworai batu, yaitu mereka yang belum tersentuh
dengan perubahan modern dan belum mengenal alat-alat potong seperti besi, dan
logam lainnya. Sedangkan kelompok kedua disebut Korowai besi, yaitu masyarakat
Korowai yang sudah berinteraksi dan melakukan kontak-kontak dengan masyarakat
luar. Mereka juga sudah mengenal alat-alat potong yang terbuat dari besi, dan
logam lainnya.
Bila sahabat berkesempatan
berkunjung ke daerah pedalaman Mappi, anda akan menyaksikan sejumlah tipe Rumah
orang Korowai. Pertama, tipe rumah yang dibangun di atas tiang setinggi lima
meter. Kedua, tipe rumah yang dibangun di atas pohon-pohon tinggi bisa mencapai
sekitar 30 -50 meter. Dan tipe ketiga,
rumah-rumah kecil sederhana yang dibangun di atas tanah berupa rumah sementara
untuk tamu atau warga sesama suku Korowai. Rumah rumah ini juga bisa berfungsi
sebagai tempat pertemuan pada saat ada pesta ulat sagu yang biasanya
diselenggarakan selama beberapa hari.
Mengapa etnis Korowai senang
membuat rumah tempat keluarganya tinggal berada
di atas pohon yang tinggi? Ternyata selain alasan keamanan, supaya
mereka terlindung dari musuh-musuhnya, yang tak lain suku-suku etnis tetangga, yaitu suku Citak Mitak dan suku Kambai.
Juga alasan supaya terhindar dari ancaman ular berbisa dan binatang buas
lainnya yang banyak berkeliaran di sekitar pemukiman mereka.
Seorang sahabat, Roberto
W.Marpaung, Lulusan Prodi Pengembangan Kurikulum SPs UPI dan kini mengabdi
sebagai salah seorang dosen di Universitas Musamus Merauke Papua Selatan,
pernah berujar bahwa di tengah
akulturasi budaya dan pengaruh budaya luar yang tak bisa dihindarkan,
Pemerintah Daerah dan masyarakat Kabuaten Mappi Papua Selatan bertekad untuk
terus melakukan pembangunan di segala bidang bagi kesejahteraan masyarakat
Papua Selatan.
Masyarakat etnis lokal orang asli
papua (OAP) dan masyarakat pendatang yang ada di Kabupaten Mappi terus
bersinergi dan bergandeng tangan melalui semangat “Usubi Yokokuda Tako Bayaman”. Semangat ini bukan sekedar slogan,
tetapi benar benar dilaksanakan secara kooperatif berkesinambungan melalui
pendekatan “damai sehati dan saling
melayani”. Berbagai permasalahan pendidikan masih banyak ditemukan di pedalaman
Papua Selatan diantaranya; kesadaran orangtua akan pentingnya pendidikan,
keterbatasan guru secara kualitas dan kuantitas, kurangnya perhatian pemerintah
untuk memenuhi kebutuhan nutrisi sedari dini dan permasalahan besar lainnya.
Peranan institusi pendidikan tinggi di Papua Selatan sangat dinantikan untuk
memberi solusi atas permasalahan yang ada.
Itulah aspirasi masyarakat Mappi
di ujung timur Republik Indonesia. Pesan mereka sangat tegas untuk tetap
mempertahankan tradisi dan semangat
usubi yokohuda tako bayaman. Yaitu semangat damai sehati dan saling melayani,
guna merajut persatuan dan kebersamaan dalam bingkai NKRI. ***
Penulis adalah Guru Besar
Kurikulum dan Teknologi Pendidikan UPI.