Notification

×

Arsip Blog

USUBI YOKOHUDA, TAKO BAYAMAN

Minggu, 02 Juli 2023 | 14.30 WIB Last Updated 2023-07-02T07:36:14Z

 


 

Oleh: Prof. Dinn Wahyudin

 

Nama lengkapnya  Fryda Christiany Moan, kami memanggilnya Frida.  Ia seorang guru di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Inpres Isyaman, Distrik Edera Kabupaten Mappi Provinsi Papua Selatan. Sebagai seorang guru di pedalaman Distrik Edera Kabupaten Mappi Papua, ia memahami betul kondisi dan sosial geografis tempat ia berkhidmat  sebagai guru kelas di Sekolah Dasar di wilayah terpencil. Walaupun demikian, para guru yang jumlahnya tiga orang di SDN Inpres tersebut, berupaya semaksimal mungkin untuk melayani siswa yang berjumlah 260 orang siswa.


SDN Inpres Isyaman merupakan salah satu sekolah di wilayah pinggiran distrik Edera. Kendati kategori sekolah di wilayah terpencil, sekolah ini berupaya untuk  mensukseskan program pemerintah dalam mendidik generasi muda warga setempat yang umumnya anak anak dari keluarga orang asli papua (OAP).


“Pelaksanaan kurikulum  merdeka, secara bertahap dilaksanakan di sekolah kami. Saya mengajar  lebih fokus pada materi esensial dan pengembangan kompetensi peserta didik, baik siswa yang berasal dari keluarga orang  asli papua  (OAP) ataupun siswa yang berasal dari keluarga pendatang. Kami berupaya berkhidmat melayani dengan damai sehati”. Demikian tulis Fryda dalam tulisan singkat yang dikirim  melalui WhatApps. Moto sekolah kami "usubi yokokuda tako bayaman” yang diadopsi dari moto pemerintah daerah dan masyarakat Kabupaten Mappi Provinsi Papua Selatan. Ungkapan dalam bahasa lokal yang artinya “damai sehati dan saling melayani”.   Di tengah keterbatasan yang ada, kami berupaya melayani siswa dengan sepenuh hati, dengan kasih sayang yang tulus, agar generasi muda warga Mappi meraih masa depan yang lebih baik.

 

Sejuta-rawa

 

Secara geografis daerah Mappi sangat unik dengan topografi alam yang menantang. Kawasan wilayah Kabupaten Mappi, seperti juga wilayah di beberapa kabupaten di Provinsi Papua Selatan lainnya, merupakan wilayah dataran rendah yang penuh rawa rawa.  Sebagian besar wilayah Kabupaten Mappi merupakan dataran rendah yang memiliki ketinggian antara 0 – 100 m dpl. Sekurang-kurangnya ada 14 sungai yang biasa digunakan sebagai sarana transportasi atau penghubung antar distrik.


Secara geografis, wilayah ini didominasi oleh rawa rawa alami, dengan satwa fauna yang khas kawasan tropis. Oleh karena itu Kabupaten Mappi sering disebut sebagai daerah Sejuta-rawa. Potensi kekayaan alam rawa yang sungguh luar biasa.


Kabupaten ini memiliki penduduk pada tahun 2021 sebanyak 108.285 jiwa. Kebanyakan penduduk bermukim di pemukiman distrik  Obaa, dan paling sedikit di distrik Yakomi.


Kabupaten Mappi masuk ke dalam wilayah adat Anim Ha. Wilayah adat ini  merupakan  wilayah terluas sekaligus kawasan terdepan Indonesia yang berbatasan langsung dengan negara Papua Nugini.  Beberapa suku yang mendiami wilayah Anim Ha, yakni suku Marind Anim dan suku Asmat.


Penduduk kabupaten Mappi terdiri dari suku asli dan pendatang. Mayoritas penduduk Kabupaten Mappi adalah Orang Asli papua (OAP) yaitu suku Korowai Kombay, suku Kambai dan suku Citak Matak yang mencapai lebih dari 85% dari total warga Mappi. Sedangkan sisanya adalah warga pendatang.


Secara umum masyarakat lokal suku Koroway Mappi masih sangat tradisional. Kegiatan ekonomi daerah ini tidak terlepas dari kebiasaan masyarakat yang sejak dulu suka berburu, berkebun dan hidup berpindah-pindah. Potensi ekonomi yang nyata bagi masyarakat adalah mencari kayu gaharu sampai ke pedalaman hutan. Kayu gaharu dari Distrik Assue terkenal karena kualitasnya. Potensi gaharu terpusat di Distrik Assue, Senggo, Citak Matak sampai di Kabupaten Asmat. Sumber daya hutan yang bisa diambil manfaatnya selain kayu gaharu adalah kulit gambir dan kayu-kayu jenis uli, meranti, dan linggua.


Hasil laut dan perairan daratan juga menjadi pilihan penduduk. Lapangan pekerjaan yang berperan besar terhadap kehidupan penduduk Mappi adalah sektor kehutanan dan perikanan. Penduduk daerah ini dominan memakan sagu, dengan olahan Pepeda. Produksi pertanian yang banyak diupayakan penduduk Mappi antara lain menanam umbi-umbian, jagung, kacang tanah, dan kacang hijau. Kopi, karet dan kelapa merupakan komoditas yang juga ditanam penduduk. Dalam beberapa tahun terakhir ini, selain tiga komoditas tersebut, perkebunan di Mappi juga ditanami jambu mete, kakao, dan cengkeh. (Wikipedia, 2022).

 

Rumah Pohon

 

Salah satu suku asli di Mappi, yakni suku  Korowai -Kombay. Umumnya, penduduk asli ini  masih tinggal di rumah pohon. Warga lokal yang bermukim di rumah pohon ini cukup banyak. Yaitu sekitar 504 kepala keluarga.  (Pemda Kabupaten Mappi, 2022). Bila rata penghuni rumah pohon ini memiliki dua orang anak, berarti ada sekitar 2.000 orang etnik suku  Korowai yang tinggal di rumah pohon.


Bagi kelompok etnis Korowai  suku asli Mappi, mereka menyebut sendiri sebagai suku Klufo Fyumanop. Kata klufo berarti orang, sedangkan fyumanop berarti berjalan di atas tulang kaki. Hal ini untuk membedakan orang Korowai yang terbiasa berjalan kaki, dibanding dengan suku atau etnis tetangganya yaitu suku Citak mitak  yang terbiasa menggunakan perahu lokal sebagai alat transportasi.


Jubi.co.id (2022) menyebutkan bahwa kelompk etnis lokal Korowai terbagi ke dalam dua kelompok. Kelompok pertama, disebut masyarakat Koworai batu, yaitu mereka yang belum tersentuh dengan perubahan modern dan belum mengenal alat-alat potong seperti besi, dan logam lainnya. Sedangkan kelompok kedua disebut Korowai besi, yaitu masyarakat Korowai yang sudah berinteraksi dan melakukan kontak-kontak dengan masyarakat luar. Mereka juga sudah mengenal alat-alat potong yang terbuat dari besi, dan logam lainnya.


Bila sahabat berkesempatan berkunjung ke daerah pedalaman Mappi, anda akan menyaksikan sejumlah tipe Rumah orang Korowai. Pertama, tipe rumah yang dibangun di atas tiang setinggi lima meter. Kedua, tipe rumah yang dibangun di atas pohon-pohon tinggi bisa mencapai sekitar  30 -50 meter. Dan tipe ketiga, rumah-rumah kecil sederhana yang dibangun di atas tanah berupa rumah sementara untuk tamu atau warga sesama suku Korowai. Rumah rumah ini juga bisa berfungsi sebagai tempat pertemuan pada saat ada pesta ulat sagu yang biasanya diselenggarakan selama beberapa hari.


Mengapa etnis Korowai senang membuat rumah tempat keluarganya tinggal berada  di atas pohon yang tinggi? Ternyata selain alasan keamanan, supaya mereka terlindung dari musuh-musuhnya, yang tak lain suku-suku etnis tetangga, yaitu suku Citak Mitak dan suku Kambai. Juga alasan supaya terhindar dari ancaman ular berbisa dan binatang buas lainnya yang banyak berkeliaran di sekitar pemukiman mereka.


Seorang sahabat, Roberto W.Marpaung, Lulusan Prodi Pengembangan Kurikulum SPs UPI dan kini mengabdi sebagai salah seorang dosen di Universitas Musamus Merauke Papua Selatan, pernah berujar bahwa  di tengah akulturasi budaya dan pengaruh budaya luar yang tak bisa dihindarkan, Pemerintah Daerah dan masyarakat Kabuaten Mappi Papua Selatan bertekad untuk terus melakukan pembangunan di segala bidang bagi kesejahteraan masyarakat Papua Selatan.


Masyarakat etnis lokal orang asli papua (OAP) dan masyarakat pendatang yang ada di Kabupaten Mappi terus bersinergi dan bergandeng tangan melalui semangat “Usubi Yokokuda Tako Bayaman”. Semangat ini bukan sekedar slogan, tetapi benar benar dilaksanakan secara kooperatif berkesinambungan melalui pendekatan  “damai sehati dan saling melayani”. Berbagai permasalahan pendidikan masih banyak ditemukan di pedalaman Papua Selatan diantaranya; kesadaran orangtua akan pentingnya pendidikan, keterbatasan guru secara kualitas dan kuantitas, kurangnya perhatian pemerintah untuk memenuhi kebutuhan nutrisi sedari dini dan permasalahan besar lainnya. Peranan institusi pendidikan tinggi di Papua Selatan sangat dinantikan untuk memberi solusi atas permasalahan yang ada.


Itulah aspirasi masyarakat Mappi di ujung timur Republik Indonesia. Pesan mereka sangat tegas untuk tetap mempertahankan  tradisi dan semangat usubi yokohuda tako bayaman. Yaitu semangat damai sehati dan saling melayani, guna merajut persatuan dan kebersamaan dalam bingkai NKRI. ***


Penulis adalah Guru Besar Kurikulum dan Teknologi Pendidikan UPI.




×
               
         
close