Dadang A. Sapardan
(Camat
Cikalongwetan, Kab. Bandung Barat)
Sekali waktu
berkesempatan mengunjungi salah satu daerah di Cikalongwetan, yaitu Desa
Cipada. Sesuai agenda, sebelum ke Desa Cipada, menyempatkan dulu mengikuti
seremonial ekspose program di sebuah rumah zaman Belanda yang terdapat di
Pangheotan Desa Ganjarsari. Sebuah daerah yang berada di tengah-tengah hamparan
perkebunan teh. Perkebunan teh yang berada di bawah pengelolaan PTPN VIII.
Perusahaan negara yang bergerak di bidang perkebunan, termasuk perkebunan teh
dan sawit. Pangheotan dalam peta
administratif merupakan daerah yang terletak di perbatasan antara Desa
Ganjarsari dengan Desa Cipada. Kedua desa dipisahkan oleh satu daerah yang
disebut masyarakat dengan leuweung Saelun. Leuweung ini menurut
masyarakat masih angker sehingga jarang sekali masyarakat yang berani
melewatinya, apalagi pada malam hari.
Perjalanan ke Pangheotan
bukanlah tanpa tujuan. Perjalan ke sana karena mendapat undangan dari PT.
Indonesia Power untuk menyaksikan ekspose program mereka. Sebagai perusahan
negara yang bergerak dalam pengelolaan waduk untuk pembangkit tenaga listrik,
PT. Indonesia Power memiliki kepentingan agar waduk yang berada di bawah
tanggung jawabnya memiliki debit air yang dipersyaratkan. Kecukupan air pada
kedua waduk dimungkinkan menjadi tenaga yang akan menggerakkan turbin penghasil
listrik.
Untuk dapat mengontrol
debit air, sehingga volume air sesuai persyaratan, mereka bekerjasama dengan
BRIN guna melakukan rekayasa penurunan hujan pada beberapa daerah resapan.
Biasanya, rekayasa penurunan hujan dengan penyemaian awan, dilakukan melalui
menabur garam (NaCl). Prosesnya ditaburkan di angkasa dengan menggunakan
pesawat. Cara itu merupakan langkah yang biasa dilakukan dalam merekayasa turun
hujan.
Untuk merekayasa
turunnya hujan dengan penyemaian awan, PT. Indonesia Power memanfatkan
teknologi rekayasa hasil pemikiran para peneliti dari BRIN. Rekayasa ini
dilakukan agar hujan turun pada area tertentu dan air resapannya dapat mengalir
ke area waduk sehingga menambah debit air pada waduk Saguling dan Cirata.
Daerah yang dipilih merupakan area dataran tinggi yang berada di sekitar kedua
waduk dimaksud.
Rekayasa yang dilakukan
BRIN, bukan menggunakan pesawat seperti biasa dilakukan, melainkan dengan
menggunakan tower rekayasa penyemaian awan. Tower yang dibuat BRIN ditempatkan
pada dataran tinggi. Salah satu tower dibangun di tengah perkebunan teh yang
terdapat di Desa Cipada. Tower di Desa Cipada dibangun di atas lahan perkebunan
teh yang dikelola PTPN VIII sebelum pada tahun 2024 berganti di bawah
pengelolaan PTPN I. Lebih dari lima tower yang didirikan oleh BRIN untuk
merekayasa turunnya hujan, salah satunya tower yang diempatkan di Desa Cipada.
Dari tower inilah taburan ekstrak garam (NaCl) dilepaskan untuk menyemai awan
sehingga merangsang turunnya hujan di seputar daerah yang mengelilingi waduk.
Beberapa tower rekayasa
hujan tersebut selain bermanfaat untuk mengairi waduk Cirata dan Saguling akan
sangat bermanfaat pula bagi masyarakat yang berada di sekitar tower manakala
terjadi musim kemarau. Hal itu dimungkinkan karena rekayasa hujan tidak
diarahkan pada lokasi waduk tetapi pada beberapa daerah di seputar waduk.
Dengan demikian, air hujan diturunkan pada daerah tertentu yang menjadi daerah
tangkapan air hujan dengan harapan resapan air hujan akan dapat mengarah pada
waduk, baik waduk Cirata maupun waduk Saguling.
Rekayasa penurunan hujan
inilah yang menjadi program kerjasama PT. Indonesia Power bersama BRIN dan
dapat dimanfaatkan pula oleh masyarakat sekitar guna mengairi lahan-lahan
pertanian pada musim kemarau. Sekalipun untuk melakukan rekayasa ini dalam
prosesnya membutuhkan biaya puluhan juta.****DasARSS.