Notification

×

Arsip Blog

LITERASI DALAM GERAKAN

Selasa, 28 Februari 2023 | 07.54 WIB Last Updated 2023-02-28T01:07:52Z

 


Oleh: H. Dadang A. Sapardan, M.Pd
(Camat Cikalongwetan Kab. Bandung Barat)

Beberapa hari yang lalu, salah seorang teman meminta untuk menyiapkan materi yang akan disampaikan pada satu sesi webinar. Tema materi yang diminta tidaklah terlalu kaku dengan berbagai aturan. Tema materi yang harus dibuat termasuk ‘suka-suka’, yang penting mengarah pada implementasi gerakan literasi, terutama implementasinya di satuan pendidikan. Materi literasi untuk saat ini termasuk ‘seksi’ karena sangat banyak dibahas dan diimplementasikan oleh berbagai pihak. Selain itu, materi ini sangat sarat dengan persiapan kehidupan dan kemasadepanan bangsa yang harus ditopang oleh warga masyarakat dengan kemampuan literasi mumpuni.


Gerakan Literasi Nasional (GLN) adalah sebuah gerakan bernuansa pendidikan yang mengarah pada upaya pemberian pemahaman terhadap setiap warga masyarakat agar menjadi sosok literat. Sosok literat perlu dimiliki oleh setiap warga masyarakat karena berdasarkan berbagai pemikiran, kompetansi literasi merupakan salah satu prasayarat dalam menghadapi fenomena kehidupan masa depan—selain prasayarat kompetensi berpikir tingkat kinggi dan karakter.


Sekalipun gerakan ini sangat masiv diimplementasikan oleh elemen pendidikan—dengan satuan pendidikan sebagai ujung tombaknya, tetapi penggerak keberlangsungan gerakan ini tidak dapat menihilkan peran berbagai pemangku kepentingan. Ketika berbagai elemen pendidikan saja yang bergerak, bisa jadi program ini tidak akan melahirkan hasil yang sesuai ekspektasi. Berbagai pihak—pegiat literasi, akademisi, organisasi profesi, dunia usaha, kementerian/lembaga, serta pihak lainnya—memiliki kewajiban untuk dapat terlibat secara aktif dalam mengimplementasikan program ini.


Kepemilikan kompetensi literasi oleh seluruh warga masyarakat harus mendapat perhatian dan dorongan serius dari berbagai pemangku kepentingan. Perhatian atau dorongan yang dapat dilakukan adalah pengemasan program literasi dengan muara untuk memberi pemahaman tentang pentingnya kepemilikan kompetensi literasi dalam menghadapi fenomena kehidupan kini dan masa depan. Melalui pengemasan program literasi yang baik, setiap warga masyarakat dimungkinkan memiliki modal dasar untuk melakukan pengembangan wawasan keilmuan yang akan bermanfaat dalam menyikapi kehidupan mereka. Kepemilikan kompetensi literasi menjadi sangatlah urgent dalam upaya menyiapkan setiap warga masyarakat agar dapat survive dalam menghadapi kehidupannya. Karena itu, peran berbagai pemangku kepentingan sangat dibutuhkan dalam upaya mendorong program ini agar menjadi sebuah gerakan yang diimplementasikan secara terstruktur, sistematis, dan masiv.


Sejalan dengan perkembangan kehidupan, kata ‘literasi’ mengalami proses perluasan. Sebelumnya, kata ‘literasi’ hanya mengarah pada kemampuan membaca dan menulis semata. Seseorang dipandang telah menjadi sosok ‘literat’, saat dia memiliki kompetensi keberaksaraan, baik membaca maupun menulis. Sejalan dengan perkembangan waktu, kata ‘literasi’ mengalami perluasan makna, sehingga mengarah pada berbagai kompetensi pada berbagai bidang kehidupan.


Dalam konteks kekinian, kata ‘literasi’ dimaknai sebagai seperangkat kemampuan dan keterampilan individu dalam membaca, menulis, berbicara, menghitung, dan memecahkan masalah pada pada tingkat keahlian tertentu yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan dan keterampilan memecahkan masalah keseharian merupakan bentuk perluasan makna dari kata ‘literasi’, sehingga saat ini dapat ditemukan berbagai kompetensi literasi. Dalam konteks pendidikan persekolahan, kompetensi literasi dasar yang harus dimiliki siswa adalah literasi bahasa dan sastra, literasi numerasi, literasi sains, literasi digital, literasi finansial, serta literasi budaya dan kewarganegaraan. Selain itu, berbagai kompotensi literasi lainnya pun perlu pula dimiliki, seperti literasi kesehatan, literasi keselamatan, serta literasi kriminal.


Sebagai penghela keilmuan bagi setiap warganya, satuan pendidikan menjadi ujung tombak implementasi program literasi. Hal itu dimungkinkan karena selama ini satuan pendidikan menjadi wilayah akademik yang sarat dengan nuansa keilmuan. Berangkat dari satuan pendidikan inilah, dimungkinkan virus-virus kompetensi akan menular pada wilayah yang lebih luas, baik keluarga maupun masyarakat sekitar. Dengan kata lain, para siswa yang saat ini tengah mengenyam ilmu pengetahun di setiap satuan pendidikan, diharapkan menjadi agen-agen penularan virus literasi kepada setiap anggota keluarga dan masyarakat lainnya. Harapan tersebut tentunya dipikulkan pula kepada warga sekolah lainnya yang menjadi bagian dari ekosistem satuan pendidikan.


Karena itu, setiap satuan pendidikan harus mampu merancang dan memformulasi implementasi kompetensi literasi dimaksud sehingga menjadi program yang dapat mendorong kepemilikan seluruh kompetensi literasi oleh setiap siswa dan warga sekolah lainnya. Implementasinya dapat dilakukan melalui berbagai program kurikuler—intrakurikuluer, ekstrakurikuluer, dan kokurikuler—yang dirancang dengan baik sebagai bentuk keberpihakan pada penguatan kompetensi literasi.


Sekalipun demikian, upaya yang dilakukan oleh sekolah ini tidak akan berdampak signifikan ketika tidak mendapat dukungan dari berbagai elemen masyarakat lainnya. Karena itu, berbagai pemangku kepentingan—pegiat literasi, akademisi, organisasi profesi, dunia usaha, kementerian/lembaga, serta pihak lainnya—dituntut berperan serta secara aktif dalam mendukung keberlangsungan dan efektivitas implementasi gerakan ini. Para pemangku kepentingan ini diharapkan dapat menyisir pada elemen masyarakat lain yang tidak tersentuh oleh program yang diimplementasikan satuan pendidikan. Dengan demikian, pergerakan seluruh pemangku kepentingan dalam mengimplementasi gerakan literasi ini diharapkan dapat menjadi pemicu perluasan implementasinya sehingga dapat berkontribusi terhadap ketercapaian akan ekspektasi implementasi gerakan literasi.


Dalam konteks ini, menarik sekali ungkapan yang disampaikan El Hajj Malik El Shabazz, bahwa ‘Education is the passport to the future, tomorrow belongs to those who prepare for it today’. Ungkapan tersebut sangat mengena pada berbagai upaya yang dilakukan untuk menyiapkan setiap warga masyarakat agar dapat survive dalam kehidupan masa depan. Upaya implementasi gerakan literasi bisa dimaknai sebagai pemberian passport kehidupan masa depan kepada setiap warga masyarakat.


Alhasil, implementasi gerakan literasi harus terus dilakukan oleh berbagai pemangku kepentingan dalam upaya menyiapkan warga masyarakat agar memiliki kompetensi yang dibutuhkan dalam kehidupan masa depannya. Upaya ini tidak akan berdampak signifikan ketika diinisiasi dan dilakukan oleh satu atau dua pemangku kepentingan, tetapi harus dilakukan oleh seluruh elemen pemangku kepentingan dalam upaya mendorong setiap warga masyarakat agar memiliki kompetensi literasi. ****DasARSS.

×
               
         
close