Dadang A. Sapardan
(Camat
Cikalongwetan, Kab. Bandung Barat)
Satu
ketika sempat ngobrol santai dengan Kades dan Sekdes Cikalong serta aparatnya.
Obrolan sempat mengarah pada dinamika kesenian yang tumbuh berkembang di kalangan
masyarakat. Salah satu kesenian yang menjadi bahasan adalah Dur ong. Kesenian
ini menjadi bentuk kearifan lokal yang masih dikembangkan oleh tokoh kesenian
di Desa Cikalong. Kesenian ini mendapat perhatian Pemdes Cikalong untuk terus
dipertahankan oleh masyarakat. Upaya mempertahankan kesenian Dur Ong menjadi
langkah yang dilakukan Pemdes Cikalong agar generasi muda tidak tercerabut dari
akar budayanya. Karena itu, perhelatan Kemerdekaan Republik Indonesia menjadi
sarana warga untuk menikmati suguhan kesenian tradisional ini.
Kita
adalah bangsa yang kaya akan kepemilikan kearifan lokal. Sangat banyak kearifan
lokal yang dimiliki bangsa ini. Para
generasi pendahulu menurunkan hasil kreativitasnya sebagai kado terindah bagi
setiap generasi penerus. Salah satu bentuk kearifan lokal yang diturunkan oleh
generasi terdahulu adalah kesenian. Kesenian inilah yang menjadi warisan
bermakna bagi generasi
masa depan sehingga
bisa dijadikan pegangan
dalam kehidupan mereka.
Ketika
bangsa China dapat mengembangkan Kungfu. Bangsa Korea dengan pengembangan
taekwondo. Bangsa Jepang yang mampu menumbuhsuburkan bela diri karate. Bangsa
Thailand dengan pengembangan Muaythai. Bangsa Indonesia tentunya dituntut pula
untuk dapat mengembangkan berbagai kesenian sebagai bagian dari kearifan lokal
yang bisa dibanggakan oleh setiap anak bangsa.
Saat ini, para generasi muda, termasuk kita sendiri kadang terbius oleh fenomena kehidupan budaya luar yang dianggap begitu wah dalam mengangkat gengsi dan jati
diri. Keberadaan budaya luar menjadi representasi kehidupan modern sehingga
sangat digemari para generasi masa kini. Pandangan tersebut melahirkan
keterlupaan akan kepemilikan
kearifan lokal yang diturunkan oleh para generasi terdahulu.
Kenyataan tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi
kita untuk membangkitkan kesadaran kepada generasi masa kini bahwa kearifan
lokal yang dimiliki harus terus digali dan dikembangkan sehingga menjadi
identitas yang melekat. Barangkali kesadaran ini perlu terus dibangun pada diri setiap generasi muda, bahwa kita memiliki kearifan lokal yang tidak dimiliki oleh bangsa lain serta tidak kalah bergengsinya dengan kesenian luar.
Kearifan lokal yang menjadi ciri khas kedaerahan harus menjadi kebanggan
generasi muda bangsa sebagai kekayaan budaya.
Sekilag tentang Dur
Ong
Salah
satu kesenian yang merepresentasikan bentuk kearifan lokal serta diturunkan
oleh para pendahulu adalah kesenian Dur Ong. Kesenian Dur Ong diciptakan dan dikembangkan sekitar tahun 1970-an
oleh tokoh masyarakat bernama Bapak Padli. Beliau adalah tokoh masyarakat di
Desa Rende Kec. Cikalongwetan Kabupaten Bandung Barat. Sekalipun demikian,
kesenian ini masih eksis di Desa Cikalong yang merupakan tetangga Desa Rende.
Kesenian ini memiliki dua karakteraistik dalam
penampilannya. Penampilan dalam format helaran dan format pertunjukan. Format
helaran ditampilkan dalam ruang terbuka dalam bentuk iring-iringan. Format
pertunjukan ditampilkan pada panggung atau tempat tertentu.
Penamaan Dur Ong diambil dari proses penciptaan
suara waditra (alat musik) pada saat pertunjukannya. Penamaan Dur Ong diambil
dari suara dogdog indung atau bedug yang menghasilkan bunyi dur dan dan
suara goong yang menghasilkan bunyi ong. Kedua waditra itu ditabuh oleh
para pemain dengan ritme teratur. Bunyi dari waditra itu menciptakan kemeriahan
yang mengundang khalayak masyarakat untuk menyaksikan kesenian dimaksud.
Sebagaimana layaknya jenis kesenian jaman dulu, untuk
dapat menarik perhatian masyarakat dilakukan dengan membunyikan waditra. Bunyi
dari waditra inilah yang menjadi stimulasi masyarakat untuk mendatangi sumber
bunyi. Kedatangan masyarakat diharapkan oleh para pelaku seni untuk tetap tidak
beranjak guna menyaksikan tampilan kesenian yang dikreasi oleh mereka.
Kesenian Dur Ong merupakan gabungan dari berbagai
jenis kesenian buhun Sunda. Dalam pergelarannya, para seniman menampilan
berbagai jenis kesenian, di antaranya kesenian debus, lais, buncis,
dan kuda lumping. Berbagai jenis kesenian tersebut diracik dan dikemas
dalam bentuk penampilan yang dinamai kesenian Dur Ong.
Berdasarkan Wikipedia, debus adalah seni
pertunjukan yang memperlihatkan permainan kekebalan tubuh terhadap pukulan,
tusukan, dan tebasan benda tajam. Lais merupakan sebuah kesenian
pertunjukan akrobatik dalam seutas tali sepanjang 6 meter yang
dibentangkan dan dikaitkan di antara dua buah bambu. Pancangan bambu yang
menjadi pengait tali setinggi 10 sampai dengan 13 meter. Buncis adalah
satu jenis variasi kesenian dari alat musik angklung. Kesenian ini menjadi ciri
khas masyarakat Jawa Barat yang memiliki pola kehidupan agraris. Akan halnya
dengan kuda lumping atau kuda kepang adalah tari tradisonal masyarakat
Jawa. Tarian ini menampilkan sekelompok prajurit yang tengah menunggang kuda.
Awalnya, tarian ini muncul di pedesaan dan erat kaitannya dengan upacara
mengusir roh jahat.
Pada saat ini, keberadaan kesenian Dur Ong masih
terus dikembangkan oleh para penggiatnya. Pengembangannya dilakukan oleh
masyarakat di bawah arahan tokoh kesenian Dur Ong di Desa Cikalong.
Sampai sekarang di Desa Cikalong terdapat dua tokoh kesenian Dur Ong
yang masih eksis mengembangkannya. Kesenian Dur Ong di bawah pimpinan
Bah Ara serta Dur Ong di bawah pimpinan Bah Ahyar dan Pa Wahyu. Tokoh
masyarakat inilah yang masih bergerak menampilkan kesenian Dur Ong.
Penampilan kesenian Dur Ong memang tidak dilakukan
pada setiap perhelatan. Penampilannya terbatas pada perayaan hari besar
tertentu, di antaranya saat peringatan HUT Kemerdekaan Republik Indonesia.
Dengan demikian, frekwensi penampilannya hanya dilakukan sekali dalam setahun.
Keberadaan kesenian Dur Ong menjadi ciri khas
masyarakat yang masih berkembang di Desa Cikalong. Sekalipun moment
untuk dapat menampilkan bentuk kearifan lokal ini terbatas pada waktu-waktu
tertentu, tokoh penggiat dan pengembangnya masih tetap setia untuk terus
mempertahankan eksistensi kesenian ini di kalangan masyarakat yang sudah masuk
pada era digital.
Mempertahankan keberadaan kesenian tradisional yang
menjadi kearifan lokal merupakan tugas berbagai pemangku kepentingan.
Keberadaan penggiat kesenian tradisional, termasuk kesenian Dur Ong
harus dimanfaatkan untuk dapat memperkenalkan kesenian dimaksud terhadap
masyarakat, terutama generasi muda yang diharapkan menjadi penerus eksistensi
kesenian ini. Upaya tersebut menjadi langkah yang harus dilakukan untuk
menumbuhkembangkan kecintaan terhadap kesenian tradisonal sebagai bentuk
kearifan lokal.****DasARSS.