Notification

×

Arsip Blog

Dur Ong, Kesenian Khas Cikalong

Minggu, 01 September 2024 | 14.16 WIB Last Updated 2024-09-01T07:17:47Z

 



Dadang A. Sapardan
(Camat Cikalongwetan, Kab. Bandung Barat)



Satu ketika sempat ngobrol santai dengan Kades dan Sekdes Cikalong serta aparatnya. Obrolan sempat mengarah pada dinamika kesenian yang tumbuh berkembang di kalangan masyarakat. Salah satu kesenian yang menjadi bahasan adalah Dur ong. Kesenian ini menjadi bentuk kearifan lokal yang masih dikembangkan oleh tokoh kesenian di Desa Cikalong. Kesenian ini mendapat perhatian Pemdes Cikalong untuk terus dipertahankan oleh masyarakat. Upaya mempertahankan kesenian Dur Ong menjadi langkah yang dilakukan Pemdes Cikalong agar generasi muda tidak tercerabut dari akar budayanya. Karena itu, perhelatan Kemerdekaan Republik Indonesia menjadi sarana warga untuk menikmati suguhan kesenian tradisional ini.

Kita adalah bangsa yang kaya akan kepemilikan kearifan lokal. Sangat banyak kearifan lokal yang dimiliki bangsa ini.  Para generasi pendahulu menurunkan hasil kreativitasnya sebagai kado terindah bagi setiap generasi penerus. Salah satu bentuk kearifan lokal yang diturunkan oleh generasi terdahulu adalah kesenian. Kesenian inilah yang menjadi warisan bermakna bagi generasi masa depan sehingga bisa dijadikan pegangan dalam kehidupan mereka.

Ketika bangsa China dapat mengembangkan Kungfu. Bangsa Korea dengan pengembangan taekwondo. Bangsa Jepang yang mampu menumbuhsuburkan bela diri karate. Bangsa Thailand dengan pengembangan Muaythai. Bangsa Indonesia tentunya dituntut pula untuk dapat mengembangkan berbagai kesenian sebagai bagian dari kearifan lokal yang bisa dibanggakan oleh setiap anak bangsa.

Saat ini, para generasi muda, termasuk kita sendiri kadang terbius oleh fenomena kehidupan budaya luar yang dianggap begitu wah dalam mengangkat gengsi dan jati diri. Keberadaan budaya luar menjadi representasi kehidupan modern sehingga sangat digemari para generasi masa kini. Pandangan tersebut melahirkan keterlupaan akan kepemilikan kearifan lokal yang diturunkan oleh para generasi terdahulu.

Kenyataan tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi kita untuk membangkitkan kesadaran kepada generasi masa kini bahwa kearifan lokal yang dimiliki harus terus digali dan dikembangkan sehingga menjadi identitas yang melekat. Barangkali kesadaran ini perlu terus dibangun pada diri setiap generasi muda, bahwa kita memiliki kearifan lokal yang tidak dimiliki oleh bangsa lain serta tidak kalah bergengsinya dengan kesenian luar. Kearifan lokal yang menjadi ciri khas kedaerahan harus menjadi kebanggan generasi muda bangsa sebagai kekayaan budaya.

Sekilag tentang Dur Ong

Salah satu kesenian yang merepresentasikan bentuk kearifan lokal serta diturunkan oleh para pendahulu adalah kesenian Dur Ong. Kesenian Dur Ong diciptakan dan dikembangkan sekitar tahun 1970-an oleh tokoh masyarakat bernama Bapak Padli. Beliau adalah tokoh masyarakat di Desa Rende Kec. Cikalongwetan Kabupaten Bandung Barat. Sekalipun demikian, kesenian ini masih eksis di Desa Cikalong yang merupakan tetangga Desa Rende.

Kesenian ini memiliki dua karakteraistik dalam penampilannya. Penampilan dalam format helaran dan format pertunjukan. Format helaran ditampilkan dalam ruang terbuka dalam bentuk iring-iringan. Format pertunjukan ditampilkan pada panggung atau tempat tertentu.

Penamaan Dur Ong diambil dari proses penciptaan suara waditra (alat musik) pada saat pertunjukannya. Penamaan Dur Ong diambil dari suara dogdog indung atau bedug yang menghasilkan bunyi dur dan dan suara goong yang menghasilkan bunyi ong. Kedua waditra itu ditabuh oleh para pemain dengan ritme teratur. Bunyi dari waditra itu menciptakan kemeriahan yang mengundang khalayak masyarakat untuk menyaksikan kesenian dimaksud.

Sebagaimana layaknya jenis kesenian jaman dulu, untuk dapat menarik perhatian masyarakat dilakukan dengan membunyikan waditra. Bunyi dari waditra inilah yang menjadi stimulasi masyarakat untuk mendatangi sumber bunyi. Kedatangan masyarakat diharapkan oleh para pelaku seni untuk tetap tidak beranjak guna menyaksikan tampilan kesenian yang dikreasi oleh mereka. 

Kesenian Dur Ong merupakan gabungan dari berbagai jenis kesenian buhun Sunda. Dalam pergelarannya, para seniman menampilan berbagai jenis kesenian, di antaranya kesenian debus, lais, buncis, dan kuda lumping. Berbagai jenis kesenian tersebut diracik dan dikemas dalam bentuk penampilan yang dinamai kesenian Dur Ong.

Berdasarkan Wikipedia, debus adalah seni pertunjukan yang memperlihatkan permainan kekebalan tubuh terhadap pukulan, tusukan, dan tebasan benda tajam. Lais merupakan sebuah kesenian pertunjukan akrobatik dalam seutas tali sepanjang 6 meter yang dibentangkan dan dikaitkan di antara dua buah bambu. Pancangan bambu yang menjadi pengait tali setinggi 10 sampai dengan 13 meter. Buncis adalah satu jenis variasi kesenian dari alat musik angklung. Kesenian ini menjadi ciri khas masyarakat Jawa Barat yang memiliki pola kehidupan agraris. Akan halnya dengan kuda lumping atau kuda kepang adalah tari tradisonal masyarakat Jawa. Tarian ini menampilkan sekelompok prajurit yang tengah menunggang kuda. Awalnya, tarian ini muncul di pedesaan dan erat kaitannya dengan upacara mengusir roh jahat.

Pada saat ini, keberadaan kesenian Dur Ong masih terus dikembangkan oleh para penggiatnya. Pengembangannya dilakukan oleh masyarakat di bawah arahan tokoh kesenian Dur Ong di Desa Cikalong. Sampai sekarang di Desa Cikalong terdapat dua tokoh kesenian Dur Ong yang masih eksis mengembangkannya. Kesenian Dur Ong di bawah pimpinan Bah Ara serta Dur Ong di bawah pimpinan Bah Ahyar dan Pa Wahyu. Tokoh masyarakat inilah yang masih bergerak menampilkan kesenian Dur Ong.

Penampilan kesenian Dur Ong memang tidak dilakukan pada setiap perhelatan. Penampilannya terbatas pada perayaan hari besar tertentu, di antaranya saat peringatan HUT Kemerdekaan Republik Indonesia. Dengan demikian, frekwensi penampilannya hanya dilakukan sekali dalam setahun.

Keberadaan kesenian Dur Ong menjadi ciri khas masyarakat yang masih berkembang di Desa Cikalong. Sekalipun moment untuk dapat menampilkan bentuk kearifan lokal ini terbatas pada waktu-waktu tertentu, tokoh penggiat dan pengembangnya masih tetap setia untuk terus mempertahankan eksistensi kesenian ini di kalangan masyarakat yang sudah masuk pada era digital.

Mempertahankan keberadaan kesenian tradisional yang menjadi kearifan lokal merupakan tugas berbagai pemangku kepentingan. Keberadaan penggiat kesenian tradisional, termasuk kesenian Dur Ong harus dimanfaatkan untuk dapat memperkenalkan kesenian dimaksud terhadap masyarakat, terutama generasi muda yang diharapkan menjadi penerus eksistensi kesenian ini. Upaya tersebut menjadi langkah yang harus dilakukan untuk menumbuhkembangkan kecintaan terhadap kesenian tradisonal sebagai bentuk kearifan lokal.****DasARSS.




×
               
         
close