Prof. Dr. Dinn Wahyudin
(Guru Besar Kurikulum dan Teknologi Pendidikan UPI)
Avatar kini melegenda. Bermula dari sebuah film fiksi ilmiah visioner petualangan Amerika Serikat yang bertajuk Avatar (2009), film ini mendapat apresiasi banyak pihak. Sebuah film fiksi ilmiah yang banyak menginspirasi berbagai sisi kehidupan manusia modern.
Alkisah, pada tahun 2154 sumber daya alam Bumi semakin terkikis. Pada saat itu, telah terjadi krisis energi yang sangat parah. Dunia nyaris lumpuh.
Para ilmuwan kemudian berhasil menemukan hasil tambang baru. Berupa mineral berharga yang dikenal dengan nama Unobtanium di Pandora. Pandora merupakan satu benda langit seperti Bulan yang dihuni oleh suku Na'vi. Sejenis spesies humanoid (seperti manusia). Mahluk aneh berkulit biru dan berpostur mirip seperti manusia dengan tinggi badan tiga meter. Untuk menjelajahi biosfir belantara Pandora, para ilmuwan harus menggunakan hibrida, yaitu gabungan Na'vi dan manusia yang disebut Avatar.
Kini sang Avatar ber transformasi. Seiring dengan perkembangan di era Metaverse, sosok Avatar menjadi bentuk yang merepresentasikan aktifitas manusia di jagat maya. Secara etimologi, metaverse berasal dari kata meta yang berarti melampaui dan verse yang berarti alam semesta. Metaverse digambarkan sebagai teknologi yang memungkinkan orang berkumpul dan berkomunikasi dengan masuk ke dunia virtual. Melalui metaverse, aktifitas manusia bisa terkoneksi secara virtual. Manusia bisa melakukan ragam aktifitas seperti bersosialisi, bekerja, belanja, belajar dan aktifitas lainnya secara hibrid. Aktifitas secara langsung. Face to face communication. berupa beraktifitas secara virtual.
Di masa yang akan datang, perkembangan metaverse dan peran sang Avatar akan semakin masip dan berkembang. Salah satunya dengan hadirnya perusahaan Meta sebagai pengganti Facebook. Melalui Meta, aplikasi metaverse akan dikembangkan konsep 3D. The metavese is the next evolution of social connection. (Facebook, 2021). Dengan aplikasi canggih ini, pengguna bisa merasakan kehadiran orang lain, dan berada di tempat lain atau bersosialisasi dengan orang lain melalui laman web 3D.
Bidang Pendidikan
Di banyak perguruan tinggi, spirit metaverse telah mulai dirintis. Di Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) misalnya, metaverse dalam pembelajaran sudah mulai dikembangkan. Sebagai suatu inovasi, pembelajaran dengan menghadirkan spirit metaverse menjanjikan banyak manfaat. Walaupun bisa jadi, apabila inovasi ini tak disiapkan secara seksama, metaverse dalam pendidikan akan melahirkan sejumlah persoalan baru.
Dr. Rudi Susilana, M.Si. Dekan FIP UPI mengilustrasikan teknologi dan inovasi seperti halnya, sosok Mimi dan Mintuno. Yaitu sepasang hewan sejenis ketam yang banyak ditemukan di pantai. Ketam sejoli jantan dan betina yang kompak saling mengisi. Teknologi dan Inovasi dua hal yg kerapkali beriringan dalam mendukung peningkatan mutu di segala bidang, termasuk pendidikan dan pembelajaran.
Tahun 2018, dengan dukungan teknologi yg ada saat itu, FIP melakukan inovasi bertahap dengan mengembangkan satu ruang smart class sebagai kelas utama. Kemudian dikembangkan sebanyak tujuh ruang sub smart class ssebagai kelas pendamping.
Inovasi kecil itu kemudian diiringi dengan membangun pusat sumber belajar digital dan konten digital berbasis microlearning. Untuk tahap awal, baru dikembangkan konten untuk kelompok mata kuliah dasar kependidikan dan beberapa mata kuliah di berbagai prodi yang ada di FIP.
Dalam upaya merespon perkembangan teknologi di era metaverse, FIP juga sudah mulai berbenah dengan mengembangkan teknologi metaverse untuk pembelajaran. Saat ini tengah dikembangkan kelas metaverse, laboratorium metaverse, dan micro teaching metaverse.
Perkembangan metaverse pada 2022 sedang gencar dilakukan. Teknologi metaverse yang merupakan pemutakhiran teknologi digital, diprediksi akan berkembang pesat seiring teknologi internet generasi kelima atau 5G mulai beroperasi.
Teknologi metaverse diprediksi akan semakin mendisrupsi lanskap kehidupan. Bukan hanya dunia ekonomi dan industri, namun bisa juga dunia pendidikan.
Pada saatya nanti, format pendidikan metaverse, hadir dalam ruang kelas virtual tiga dimensi dengan pendekatan metafora dunia nyata. Dalam situasi ini, pengajar dan siswa berinteraksi melalui avatar.
Sang Avatar
Metaverse dan sang Avatar secara perlahan tapi pasti, telah memasuki berbagai aspek kehidupan manusia.
Green (2003) menyebut virtual adalah suatu mekanisme berbasis komputer dengan 3D yang menstimulasikan dunia nyata. Virtual dalam dalam dunia maya dapat dibuat menyerupai "sosok manusia" yang disebut Avatar. Sang avatar ini bisa dimofikasi sesuai dengan keinginan si pembuat. Aktivitas avatar ini bisa dimodifikasi selain ciri fisiknya juga ragam pekerjaa n. Sebut misanya avatar perawat, avatar dokter, avatar polisi lalu lintas, dan avatar jenis profesi lainnya. Dalam situs Multi-user Virtual Environment (MUVE) melalui situs hpp://whyfile.net dapat dikembangkan sosok tampilan avatar yang mau dipilih. Contoh lain avatar perawat virtual bisa diakses melalui http://sense.ly/ Itulah beberapa penggunaan aplikasi avatar untuk berbagai aspek kehidupan.
Dalam dunia pendidikan guru, reportase lengkap tentang Avatar untuk Calon Guru telah diungkap Helge Wasmuth (2016) dalam artikelnya "Thinking as Someone else" Using Avatars in Teacher Education and The Challenge to Think and Act as Someone Else."
Melalui Avatar Project Pendidikan guru dimaksudkan agar calon guru memperoleh pengalaman berharga apa yang terjadi dalam dunia persekolahan, melalui interaksi edukatif yang realistik walaupun secara virtual.
Bila para pembaca tertarik menelaah Avatar Project dalam dunia pendidikan guru, akan saya kirim artikel lengkapnya.
Itulah sosok Sang avatar yang ngajirim ke dalam berbagai profesi kehidupan. Bagaimanapun, sang Avatar sebagai temuan teknologi yang berperan membantu manusia. Avatar guru tak bisa menandingi keunggulan sosok Guru manusia.
Seperti diungkap George Couros ( 2019) technology will not great teacher but technology in hands of great teachers can be transformational. Teknologi tak bisa mengganti peran guru. Tetapi melalui guru yang piawai memanfaatkan teknologi, pembelajaran menjadi lebih transformatif. Pembelajaran lebih bermakna.***