Oleh: Dadang A. Sapardan
(Camat
Cikalongwetan, Kab. Bandung Barat)
Selama beberapa bulan ke belakang ini,
konsentrasi dicurahkan pada salah satu desa yang melaksanakan pemilihan kepala
desa. Berbagai regulasi menjadi santapan yang harus dibaca dan dicerna dalam
mempersiapkannya. Pemahaman akan regulasi menjadi sangat krusial karena dapat
digunakan sebagai pijakan untuk menentukan berbagai kebijakan yang diambil
panitia penyelenggara. Mendekati proses pelaksanaannya, riak-riak dinamika pemilihan
kepala desa sudah mulai terasa. Sekalipun demikian, kondusifitas masih tetap
terjaga. Tingkat kedewasaan masyarakat dalam berpolitik masih berada di ambang
batas toleransi. Pelaksanaan pilkades yang akan berlangsung cukup rapat dengan
pemilu. Berselang tujuh bulan selepas pilkades, dilaksanakan pemilihan umum
(pemilu) serentak di seluruh wilayah Indonesia.
Dalam Rapat Kerja yang dihadiri oleh
seluruh kepala daerah se-Indonesia, Presiden, Jokowi menyampaikan beberapa
amanat terkait dengan keberlangsungan program Pemerintah. Presiden
mewanti-wanti seluruh kepala daerah untuk berkonsentrasi pada dinamika yang
saat ini sedang dan akan terjadi di Indonesia. Dinamika yang terjadi harus
dapat disikapi dengan penerapan berbagai program strategis dengan dukungan dari
berbagai pemangku kepentingan. Termasuk dukungan optimal dari seluruh lapisan
masyarakat. Salah satu program strategis yang harus dibangun adalah menjaga
stabilitas politik dan keamanan dalam Pemilu 2024.
Arahan yang disampaikan oleh Presiden,
Jokowi sangat ditekankan karena Pemilu dimungkinkan menjadi ajang lahirnya disharmoni
di antara masyarakat. Pengalaman telah membuktikan bahwa menjelang dan selepas
pelaksanaan Pemilu riak-riak dinamika dalam kehidupan masyarakat selalu terasa
mewarnai kehidupan dalam jangka waktu yang tidak sebentar.
Sebagai amanat regulasi, beberapa
wilayah harus melaksanakan pemilihan kepala desa (Pilkades) di tengah
keberlangsungan tahapan Pemilu. Pelaksanaan di tengah tahapan Pemilu menjadi
tantangan tersendiri bagi para pemangku kepentingan yang terlibat di dalamnya,
terutama panitia pelaksana. Tantangan mengarah pada upaya menjaga stabilitas
ketentraman dan ketertiban umum (tramtibum). Tugas menjaga tramtibum menjadi core
yang harus diperhatikan oleh para pemangku kepentingan di kewilayahan.
Upaya tersebut menjadi hal yang harus
diperhatikan karena berkaca pada pengalaman yang sudah berlalu, friksi
antarmasyarakat pendukung calon tidak jarang terjadi. Friksi dimulai saat
pendaftaran calon. Friksi masih tetap berlangsung sekalipun perhelatan Pilkades
sudah berlalu dalam rentang yang cukup lama.
Fenomena demikian harus mendapat
perhatian dari seluruh pemangku kepentingan karena Pilkades merupakan pesta
demokrasi dengan keberadaan calon yang relatif berdekatan, sehingga friksi yang
terjadi bisa terjadi dengan cepat. Bahkan bukan itu saja, Pilkades sangat
rentan melahirkan friksi di antara masyarakat karena pilihan dukungan
masyarakat kepada salah satu calon begitu jelas terlihat. Secara kasat mata,
siapapun bisa melihat keberpihakan sesorang terhadap salah satu calon yang akan
berlaga dalam Pilkades.
Upaya untuk melahirkan kondisi
tramtibum harus terus dijaga oleh seluruh pemangku kepentingan dalam
pelaksanaan Pilkades. Untuk menjaga tramtibum menjadi sangatlah penting karena
bisa berdampak pada tercedrainya perhelatan Pilkades. Bahkan bisa berdampak
lebih luas lagi pada pelaksanaan Pemilu yang menjadi perhelatan demokrasi
dengan sekala besar dan luas.
Untuk mencapai hal demikian, berbagai
pemangku kepentingan harus mengedepankan integritas dan kualitas dalam
pelaksanaannya. Siapapun yang terlibat dalam perhelatan ini sudah selayaknya
mendorong agar pelaksanaan Pilkades benar-benar berintegritas dan berkualitas.
Dalam kaitan dengan integritas dalam
pelaksaannya, seluruh panitia dan para pemangku kepentingan harus berpegang
pada pelahiran sikap netral dan fairness. Panitia, pemerintah, serta
pihak keamanan yang terlibat di dalamnya harus menjaga netralitas dalam
pelaksanaannya. Semua pihak harus menjaga diri agar tidak memperlihatkan
keberpihakan pada calon tertentu. Semua calon harus diperlakukan sama.
Netralitas menjadi sangat penting karena keberpihakan pemangku kepantingan akan
pelaksanaan perhelatan ini dapat menjadi pemicu lahirnya ketidakpuasan dari
pihak-pihak tertentu.
Selain itu, sikap fairness harus
pula dibangun oleh setiap calon dan masyarakat pemilih. Mereka harus dapat
memaklumi dan menerima berbagai keputusan yang telah disepakati bersama. Mereka
harus menerima setiap hasil akhir yang dilahirkan dari kesepakatan masyarakat
melalui proses pemilihan. Bahkan, mereka harus berlapang hati terhadap
keputusan akhir dari proses pemilihan yang dilakukan masyarakat. Setiap calon
dan masyarakat pemilih harus mempersiapkan diri untuk dapat menerima hasil
akhir, sekalipun terasa pahit.
Selain itu, pelaksanaan Pilkades yang
dilaksanakan harus pula terlahir menjadi sebuah proses demokrasi yang
mengedepankan kualitas. Seluruh pemangku kepentingan harus menjaga agar
pelaksanaannya benar-benar berkualitas. Beberapa indikator kualitas pelaksanaannya
adalah adanya kompetisi gagasan atau program dari setiap calon, berlangsung
dalam suasana sejuk dan menggembirakan, menyerap biaya kampaye rendah, tidak
terdapat pelanggaran berarti, partisipasi masyarakat sebagai pemilik hak pilih
tergolong tinggi, serta berlangsung secara langsung, umum, bebas, rahasia,
jujur, dan adil (luber).
Alhasil, kedua indikator
keberlangsungan Pilkades—berintegritas dan berkualitas—harus menjadi perhatian
utama setiap panitia pelaksana, pemerintah, pihak keamanan, para calon, para
pendukung, serta masyarakat pemilih. Pilkades dengan penyerapan biaya tinggi
dan energi banyak harus terlaksana sebagai sebuah perhelatan demokrasi dalam
melahirkan pemimpin yang legitimate menurut konstitusi. DasARSS.