Notification

×

Arsip Blog

KETELADANAN

Jumat, 17 Maret 2023 | 20.45 WIB Last Updated 2023-03-17T13:47:49Z

 


Oleh: H. Dadang A. Sapardan, M.Pd
(Camat Cikalongwetan, Kab. Bandung Barat)


Dalam minggu ini ramai diinformasikan pada berbagai media sosial tentang penyampaian sikap seorang guru terhadap Gubernur Jawa Barat. Sikap yang diperlihat guru dalam media sosial tersebut dipandang banyak pihak kurang etis karena disampaikan dengan bahasa yang tergolong bahasa loma. Padahal yang diajak dialog adalah seorang gubernur. Bahasa yang ditampilkan memang tidak akan bermasalah ketika disampaikan kepada teman akrab dalam pertemuan langsung (luring). Permasalahan timbul—terlepas dari Sang Guru sudah loma dengan gubernur—karena disampaikan kepada seorang pejabat dalam media sosial yang diakses banyak orang. Implikasi dari permasalahan itu, guru tersebut harus rela dikeluarkan dari sekolah tempatnya mengajar dengan alasan etika.


Sejak beberapa tahun yang lalu, Kemendikbudristek terus-menerus mendorong setiap satuan pendidikan untuk dapat menerapkan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK). Upaya ke arah itu dilakukan dengan penerbitan regulasi tentang penguatan karakter bagi satuan pendidikan. Dalam program kurikuler yang diterapkannya, setiap satuan pendidikan harus mampu membentuk karakter peserta didik sehingga akan tumbuh menjadi sosok berkualitas, yaitu memiliki keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, bermoral, berbudi pekerti luhur, berharkat dan bermartabat.

Upaya mendorong bertumbuh dan berkembangnya karakter terhadap setiap siswa dapat dilakukan melalui tiga strategi implementasi, yaitu PPK berbasis kelas, PPK berbasis budaya sekolah, serta PPK berbasis masyarakat. Ketiga strategi dimaksud harus diimplementasikan secara sinergis oleh satuan pendididikan.

PPK berbasis kelas adalah langkah pengintegrasian pendidikan karakter dalam mata pelajaran; pengotimalan muatan lokal untuk menjadi elemen penguatan karakter peserta didik; optimalisasi manajemen pengelolaan kelas dengan berbasis penguatan karakter; serta optimalisasi bimbingan konseling ke arah penguatan pendidikan karakter peserta didik.

PPK berbasis budaya satuan pendidikan adalah langkah yang dilakukan untuk melakukan pembiasaan nilai-nilai karakter dalam kehidupan keseharian di sekolah; dorongan pada sekolah untuk melakukan branding sekolah; pemberian keteladanan dari pendidik, tenaga kependidikan, serta stakeholder pendidikan lainnya; penumbuhkembangan karakter pada seluruh ekosistem pendidikan; serta penguatan dan konsistensi implementasi norma, peraturan, dan tradisi sekolah.

PPK berbasis masyarakat dilakukan dengan melakukan sosialisasi terhadap unsur masyarakat sekitar, termasuk di dalamnya mensinergikan program PPK, sehingga apa yang dilakukan oleh satuan pendidikan dilakukan pula oleh masyarakat. Selain itu, implementasinya harus pula didukung dengan pelibatan masyarakat sekitar dalam menampilkan best practice mereka. Unsur masyarakat yang dimaksud di antaranya orang tua siswa, komite sekolah, dunia usaha dan dunia industri, akademisi, pegiat pendidikan, pelaku seni, budaya, bahasa, dan sastra, serta pemerintahan setempat.

Dalam PPK berbasis budaya satuan pendidikan secara eksplisit diungkapkan kewajiban pemberian teladan oleh guru, tenaga kependidikan, serta stakeholder pendidikan lainnya. Setiap warga satuan pendidikan yang menjadi penyelenggara pendidikan, tanpa terkecuali harus mampu memberikan keteladanan terhadap siswanya. Guru sebagai aktor utama dalam proses pendidikan harus menjadi motor penggerak pemberian keteladanan terhadap seluruh siswa. Guru harus menjadi sosok terdepan dalam memberi keteladanan terhadap peserta didik, termasuk terhadap setiap warga satuan pendidikan lainnya.

Pemberian keteladanan sangat penting diimplementasikan dalam upaya mempermudah keterlahiran setiap peserta didik dengan karakter yang sesuai regulasi. Keteladanan merupakan penanaman sikap dan perilaku positif melalui tampilan best practice oleh pihak-pihak tertentu. Pemberian keteladanan melalui best practice dalam konteks satuan pendidikan tentunya harus ditampilkan oleh guru, tenaga kependidikan, serta warga satuan pendidikan lainnya.

Keteladanan melalui best practice dimungkinkan menjadi strategi tepat dalam mempengaruhi peserta didik agar mampu mengembangkan potensinya. Keteladanan yang ditampilkan dalam ekosistem satuan pendidikan akan besar pengaruhnya terhadap bertumbuh dan berkembangnya peserta didik. Keteladanan yang diperlihatkan oleh warga satuan pendidikan menjadi refleksi bagi setiap peserta didik, sehingga mereka memiliki acuan yang layak ditiru.

Pemberian keteladanan melalui best practice ini merupakan strategi baik dalam upaya mendorong keberlangsungan program sehingga tidak sebatas program yang harus dilaksanakan peserta didik semata. Program ini harus mendapat dukungan dari berbagai pihak melalui kebersamaan seluruh warga satuan pendidikan. Dukungan perlu diberikan pula oleh birokrasi yang menaungi satuan pendidikan—dinas pendidikan dan kementerian agama. Dukungan yang diberikan di antaranya dalam bentuk program PPK, bahkan lebih jauh lagi adalah tampilan keteladanan dari setiap elemen lembaga birokrasi dimaksud.

Alhasil, untuk mancapai tampilan karakter peserta didik, tidak dapat diimplementasikan pada program-program bagi peserta didik saja. Semua warga satuan pendidikan, bahkan birokrasi yang menaunginya harus tersentuh program dimaksud. Mereka harus mampu menampilkan best practice sebagai refleksi keteladanan. Pemberian keteladanan inilah yang dapat menjadi bagian dari upaya pelahiran peserta didik dengan karakter yang sesuai regulasi. DasARSS

×
               
         
close