Notification

×

Arsip Blog

PERAN SENTRAL KEPALA SEKOLAH

Rabu, 15 Maret 2023 | 19.14 WIB Last Updated 2023-03-20T03:11:09Z



  

Oleh: H. Dadang A. Sapardan, M.Pd
(Camat Cikalongwetan Kab. Bandung Barat)


Mendiskusikan perihal pendidikan, seakan tidak akan pernah habis-habisnya untuk dikupas. Banyak sekali pendapat dan kajian yang diungkapkan oleh berbagai pihak tentang fenomena pendidikan yang berlangsung di negeri ini. Arah pendapat dan kajian yang diangkat terkait dengan aksesbilitas dan kualitas tampilan pendidikan setelah di-treatment dengan kebijakan yang diterapkan. Bahkan, tidak jarang, mereka mengaitkan potret keberhasilan implementasi kebijakan pendidikan melalui pola komparasi dengan kebijakan yang diterapkan negara lain.


Menjelang akhir tahun 2020, Kemdikbud menerbitkan regulasi yang mengarah pada upaya melakukan akselerasi peningkatan mutu pendidikan dengan sekolah sebagai basisnya. Regulasi yang dimaksud adalah Keputusan Mendikbud Nomor 1177/M/2020 tentang Sekolah Penggerak. Keputusan tersebut merupakan dasar implementasi peningkatan kualitas pendidikan—jenjang PAUD, SD, SMP, SMA, dan SLB—dengan penerapan Program Sekolah Penggerak sebagai tool yang digunakannya.


Melalui penerapan berbagai kebijakan pendidikan, fenomena yang terjadi terkait dengan aksesbilitas pendidikan, dari waktu ke waktu telah memperlihatkan ke arah kemajuan/peningkatan. Kebijakan yang diterapkan telah mendorong peningkatan akses pendidikan dasar dan menengah, sehingga prosentase usia sekolah yang memiliki kesempatan mengenyam pendidikan dari waktu ke waktu terus meningkat dengan cukup signifikan.


Akan halnya dengan capaian kualitas pendidikan, sampai saat ini masih belum memperlihatkan hasil yang menggembirakan. Dasar yang menjadi pemicu ketidakpuasan tersebut di antaranya mengacu pada capaian score Programme for International Student Assessment (PISA) dari para siswa Indonesia yang menjadi sampelnya. Score siswa pada PISA sampai sejauh ini belum memperlihatkan hasil untuk beranjak dari level bawah. Hasil survei PISA tahun 2018 yang diikuti oleh siswa Indonesia telah menggambarkan bahwa 60% sampai dengan 70% siswa masih berada di bawah standar kompetensi minimum pada bidang metematika, sains, dan literasi. Ketiga bidang tersebut menjadi objek penilaian dalam penetapan skor PISA.


Belum lagi, capaian rata-rata skor uji kompetensi guru di Indonesia masih berada pada angka 57 dari skala 0-100. Sedangkan dalam kaitan dengan keterlaksanaan pembelajaran, studi The Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) pada tahun 2015 menunjukkan bahwa interaksi guru dan siswa dalam pembelajaran tidak merangsang adanya kemampuan analitis dan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking skill).


Berdasar pada fenomena yang terjadi pada ranah pendidikan seperti diungkapkan di atas, Kemendikbud bekerja sama dengan pemerintah daerah yang ditunjuk, menggulirkan Program Sekolah Penggerak. Program ini berupaya mendorong satuan pendidikan guna melakukan transformasi untuk meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah. Selanjutnya, sekolah tersebut melakukan pengimbasan pada sekolah lain untuk melakukan peningkatan mutu serupa.


Muara dari penerapan program ini adalah berupaya meningkatkan capaian hasil belajar siswa secara holistik, baik pada aspek kognitif maupun non-kognitif (katakter) dalam rangka mewujudkan profil pelajar Pancasila. Profil pelajar Pancasila merupakan kompetensi dan karakter yang harus dimiliki oleh setiap siswa setelah mendapat treatment dari berbagai kegiatan sekolah pada Program Sekolah Penggerak. Profil yang dimaksud adalah berkebhinekaan global, bergotong royong, kreatif, bernalar kritis, mandiri, serta beriman, bertakwa kepada Tuhan YME.


Sebagai pemicu lahirnya profil pelajar Pancasila—melalui penerapan kebijakan Program Sekolah Penggerak—adalah tampilan sosok kepala sekolah. Karena itu, langkah awal dari implementasinya adalah melakukan seleksi terhadap setiap kepala sekolah yang dimungkinkan untuk dapat mengimplementasikan program ini pada sekolah yang dipimpinnya.


Untuk menjalankan program ini bukanlah perkara yang mudah, dibutuhkan kepiawaian kepemilikan kompetensi dari kepala sekolah dalam mendorong keberlangsungannya. Mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah terdapat lima kompetensi yang harus dimiliki, yaitu: kepribadian, manajerial, kewirausahaan, supervisi, dan sosial. Kelima kompetensi tersebut—tentunya didukung pula dengan kepemilikan integritas—menjadi salah satu dasar penyeleksian atas kepala sekolah dalam implementasi Program Sekolah Penggerak.


Program Sekolah Penggerak dalam implementasinya, perlu mendapat dukungan dari berbagai pihak, sehingga program-programnya dapat bermakna bagi seluruh siswa—mengarah pada tampilan profil pelajar Pancasila. Melalui kepaiawaian yang dimiliki kepala sekolah dalam menerapkan manajemen pembelajaran dan manajemen pengembangan sekolah, kebersamaan antarwarga sekolah—unsur internal ekosistem sekolah—dapat terus terbangun dengan mendapat dukungan optimal pula dari orang tua siswa dan masyarakat—unsur eksternal ekosistem sekolah.


Dukungan dari seluruh ekosistem akan dapat terlahir dan dipicu oleh kemampuan kepala sekolah dalam merangkul seluruh warga sekolah yang dibuktikan dengan kemampuan dalam menerapkan manajemen pembelajaran dan pengembangan sekolah. Dalam hal ini, kepala sekolah menjadi sosok sentral dan strategis. Kepala sekolah menjadi sosok yang begitu banyak diharapkan guna keberlangsungan Program Sekolah Penggerak.


Alhasil, kepala sekolah memiliki peran sentral dan strategis dalam melahirkan program-program inovatif pada implementasi Program Sekolah Penggerak. ****DasARSS.

×
               
         
close