Oleh: H. Dadang A. Sapardan, M.Pd
(Camat Cikalongwetan Kab. Bandung Barat)
Hingga saat ini manusia sudah menapaki era revolusi industri 4.0 dengan fenomena yang didominasi pemanfaatan teknologi digital dalam berkehidupan. Dengan fenomena kehidupan tersebut, masyarakat telah diberi kemudahan dalam mengarungi kehidupan. Masyarakat tercukupkan beraktivitas sambil memegang perangkat teknologi digital.
Keberadaan teknologi digital telah mampu memobilisasikan entitas pengetahuan secara cepat, murah, dan masiv. Lebih jauh lagi, perangkat ini telah melahirkan fenomena disrupsi pada sebagian besar pranata kehidupan masyarakat. Berbagai pola kehidupan yang selama puluhan tahun begitu mendominasi, dengan terpaksa harus tergantikan dengan pemanfaatan perangkat teknologi digital sebagai medianya. Era revolusi industri 4.0 melahirkan lompatan besar teknologi dengan adanya symptom pemanfaatan teknologi digital secara masiv dan optimal pada berbagai ranah kehidupan masyarakat.
Masivnya masyarakat dalam memanfaatkan perangkat teknologi digital melalui berbagai jaringan media sosial dapat mengarah pada dua sisi yang bersebrangan. Media sosial telah memberi kemudahan untuk dapat berhubungan dengan pihak lain dalam dunia maya. Sejalan dengan kemudahan yang diperoleh, ternyata pemanfaatan media sosial mengandung pula resiko masuknya anasir-anasir negatif. Konten negatif dapat dengan sangat mudah tersebar pada berbagai media sosialinstagram, whatapps, twitter, facebook, tiktok, dan media sosial lainnya.
Kenyataan telah memperlihatkan bahwa konten yang mewarnai ruang media sosial begitu heterogen. Para pengguna media sosial memiliki kebebasan untuk mengonsumsi berbagai konten yang tersaji pada media sosial. Tidak hanya konten positif yang dapat dikonsumsi pada ruang ini. Tidak sedikit pula konten negatif yang bisa ditemukan dengan mudah pada ruang media sosial. Berbagai konten negatif dengan nuansa berita bohong, ujaran kebencian, radikalisme, perjudian, penipuan, pornogafi, hoax, dan lainnya sangat banyak berseliweran di ruang media sosial.
Bertaburannya konten negatif pada ruang media sosial sangat mengkhawatirkan banyak pihak karena dimungkinkan akan menjadi pemicu kerusakan tatanan ekosistem kehidupan. Keberadaan konten negatif yang mewarnai ruang media sosial hanya bisa ditangkal dengan membangun kesadaran akan berbahayanya konten tersebut terhadap keajegan tatanan ekosistem kehidupan yang selama ini telah dibangun dengan susah payah. Masyarakat pengguna media sosial harus dipahamkan untuk mampu menyaring dan men-sharing konten yang benar-benar akuntabel dari sisi substansi dan penyajiannya.
Adalah tugas dan tanggung jawab berbagai elemen yang memiliki kepedulian untuk secara gencar mengampayekan literasi digital sehingga masyarakat dapat menerapkan bermedia sosial dengan sehat. Kampaye perlu dilakukan oleh berbagai elemen yang peduli, seperti pegiat literasi, akademisi, organisasi profesi, dunia usaha, kementerian/lembaga, serta berbagai pihak lainnya. Dengan melakukan kampanye secara terstruktur, sistematis, dan masiv, diharapkan akan dapat mengurangi side effect dari pemanfaatan media sosial sebagai sarana masyarakat dalam berkomunikasi. Lebih jauh lagi, mendorong kemampuan literasi digital di kalangan masyarakat.
Hati-hati dengan Jari
Literasi digital dimaknai sebagai pengetahuan dan kecakapan untuk menggunakan media digital, alat-alat komunikasi, atau jaringan dalam menemukan, mengevaluasi, menggunakan, membuat informasi, dan memanfaatkan secara sehat, bijak, cerdas, cermat, tepat, dan patuh hukum dalam rangka membina komunikasi dan interaksi dalam kehidupan sehari-hari. Literasi digital mengarah pada dua ranah. Kedua kedua tersebut yaitu kompetensi mengoperasionalkan perangkat digital (tecnological literacy) serta Kompetensi memroses informasi dari perangkat digital secara optimal (information literacy). Kedua ranah inilah yang harus menjadi perhatian berbagai pihak sehingga dapat melahirkan masyarakat yang literat digital.
Masyarakat perlu dibawa pada pemahaman bahwa literasi digital merupakan kompetensi penting yang dituntut untuk dapat berpartisipasi aktif dalam era kehidupan bernuansa teknologi digital. Masyarakat harus dibawa pada kesadaran bahwa mereka memiliki tanggung jawab atas setiap pemanfaatan perangkat digital yang dilakukannya.
Dalam hal mendorong bertumbuh dan berkembangnya pemahaman literasi digital, menarik sekali ungkapan yang disampaikan El Hajj Malik El Shabazz, Education is the passport to the future, tomorrow belongs to those who prepare for it today. Ungkapan tersebut lebih mengena pada fenomena keberlangsungan pendidikan. Namun, ungkapan tersebut dapat diperluas dalam konteks pendidikan secara umum, di antaranya pendidikan terhadap masyarakat. Pemberian pemahaman terhadap masyarakat merupakan langkah strategis dalam menyiapkan mereka agar bisa survive dalam kehidupan masa kini dan masa depan.
Kepemilikan kesadaran masyarakat akan kehatian-hatian dalam bermedia sosial harus mendapat perhatian serius. Masyarakat harus selalu pengedepanan kajian dan pertimbangan matang dalam berselancar di media sosial. Pemberian pemahaman tersebut dapat dilakukan melalui kampanye terstruktur, sistematis, dan masiv oleh berbagai pihak yang memiliki kepedulian terhadap lahirnya masyarakat yang dapat bermedia sosial dengan sehat.
Masyarakat perlu diarahkan untuk memahami bahwa bermedia sosial tidak dapat dilakukan dengan semena-mena, tanpa menyertakan pranata yang harus dipatuhinya. Berselancar dalam media sosial membutuhkan pengetahuan tentang berbagai pranata yang harus ditaatinya, baik pranata agama, maupun pranata sosial. Dalam alam diri masyarakat harus terbangun kesadaran bahwa mereka memiliki tanggung jawab besar terhadap berbagai tindakan dan sikap dalam bermedia sosial. Berbagai kasus telah memperlihatkan bagaimana akibat yang harus diterima akibat kecerobohan dan keengganan menaati pranata dalam bermedia sosial. Mereka harus berhadapan dengan sanksi sosial, bahkan sanksi hukum.
Dalam upaya memupuk keterbangunan tanggung jawab setiap warga, barangkali pemahaman akan rumusan peta jalan literasi digital 2021-2024 dari Keminfokom bisa menjadi rujukan. Peta jalan tersebut secara eksplisit mengungkapkan empat pilar yang harus dibangun pada diri setiap masyarakat, yaitu digital skill, digital ethic, digital safety, dan digital culture. Regulasi tersebut, salah satunya mengarah pada upaya untuk memberi pencerahan dan pemahaman kepada masyarakat agar menjadi sosok yang dapat berselancar dalam media sosial secara sehat.
Melihat kenyataan masyarakat dalam bermedia sosial, sedikitnya terdapat dua fenomena yang ada. Masyarakat dalam posisi sebatas menerima informasi (reseptif) dari berbagai pihak tertentu serta masyarakat yang aktif mengaktualisasikan berbagai berbagai pemikirannya (produktif).
Dalam konteks sebagai penerima informasi, masyarakat harus memiliki kepiawaian dalam mengkaji informasi yang diterima. Mereka harus mampu mengkaji kebenaran informasi yang diterimanya serta harus mampu mengkaji kebermanfaatannya. Bila salah satuapalagi keduanyabelum pasti atau masih diragukan, informasi yang diterima sudah selayaknya tidak disebar pada berbagai media sosial. Namun sebaliknya, bila informasi tersebut benar dan bermanfaat, informasi tersebut dimungkinkan untuk disebarkan.
Adalah halnya dengan penyampaian informasi dari hasil pemikiran pribadi (produktif), langkah yang harus dilakukan adalah melakukan kajian atas substansi informasi dan kajian atas bahasa penyampaiannya. Ketika salah satu dari keduanyaapalagi keduanyabelum benar atau belum pasti kebenarannya, informasi yang disusun belum memiliki kelayakan untuk disebar pada media sosial. Lain halnya, kalau keduanya sudah dianggap benar, maka informasi dapat langsung di-share pada berbagai media sosial.
Dari paparan di atas dapat ditarik konklusi bahwa kehatian-hatian dalam berselancar dalam media sosial harus menjadi perhatian setiap masyarakat penggunanya. Salah dalam melangkah bisa berakibat fatalharus berhadapan dengan sanksi sosial bahkan sanksi hukum.
Simpulan
Maraknya pemanfaatan media sosial oleh masyarakat merupakan sesuatu yang tidak bisa dihalang-halangi. Langkah bijak dalam menyikapi fenomena kehidupan ini adalah mengajak para pemangku kepentinganpegiat literasi, akademisi, organisasi profesi, dunia usaha, kementerian/lembaga, serta pihak lainnyauntuk bersama-sama mencurahkan perhatian serius guna mengedukasi masyarakat.
Kampaye penerapan pranata bermedia sosial oleh masyarakat penggunanya harus terus dilakukan. Masyarakat harus mampu mengedepankan kehati-hatian dalam berselancar dalam media sosial. Pemberian pemahaman tersebut dapat dilakukan melalui kampanye terstruktur, sistematis, dan masiv oleh berbagai pihak yang memiliki kepedulian.
Masyarakat harus diberi pemahaman terkait perlunya kehatian-hatian dalam berselancar dalam media sosial. Mereka memiliki kemampuan untuk mempertimbangkan secara matang terhadap informasi yang diterima atau diproduksinya. Salah dalam dalam memanfaatkan media sosial, bisa berakibat fatal.