Oleh: Dadang
A. Sapardan
(Camat Cikalongwetan, Kab. Bandung Barat)
Hari ini
mendapat share sebuah berita acara dari seorang kepala desa. Berita acara
tersebut mengungkapkan kesepakatan dari para pemangku kebijakan di desa terkait
dinamika bank emok yang cukup meresahkan, terutama meresahkan terhadap
masyarakat ekonomi lemah. Lahirnya berita acara tersebut terpicu oleh sepak
terjang dari oknum-oknum petugas bank emok. Berita acara tersebut diharapkan
menjadi pagar bagi masyarakat untuk tidak menjadikan bank emok sebagai tumpuan
solusi dalam menghadapi permasalahan ekonomi. Dengan dibuatnya berita acara
tersebut, keberadaan bank emok yang dianggap menerapkan kebijakan pemberian
pinjaman dengan bunga di luar nalar, dapat terpinggirkan. Sebuah fenomena kehidupan
keseharian dari masyarakat pedesaan yang harus mendapat perhatian serius dari
para pemangku kepentingan.
Bank emok
adalah satu diksi yang dilekatkan pada lembaga keuangan yang memberi pinjaman
mikro kepada masyarakat. Kata ‘emok’ yang dalam bahasa Sunda bermakna ‘duduk di
lantai’ dengan cara lesehan merupakan jasa kedit mikro dengan jumlah pinjaman
jutaan, belasan juta, bahkan bisa sampai puluhan juta. Lembaga ini menyasar
masyarakat di pedesaan, terutama ibu-ibu yang memiliki keterbatasan akan akses
terhadap bank resmi. Lembaga keuangan ini memberikan pinjaman kepada setiap
nasabahnya dengan tanpa persyaratan yang menjelimet.
Pola pemberian
kredit oleh bank emok dilakukan secara kolektif terhadap sekelompok ibu-ibu
yang menjadi nasabahnya. Jika terdapat seorang nasabah yang telat membayar,
nasabah lain yang dalam satu kelompok tersebut harus tanggung renteng menutupi
kekurangannya. Menjadi nasabah pada bank emok diperlukan komitmen dan
kebersamaan antaranggota kelompok.
Keberadaan bank
emok muncul sejak tahun 2017 pada beberapa wilayah di Jawa Barat. Kemunculannya
didasari kebutuhan masyarakat ekonomi lemah akan kredit ekonomi mikro. Sebelum
tahun 2017, masyarakat sangat familiar dengan istilah bank keliling (bankling).
Pola yang diterapkan bank keliling dengan bank emok berbeda pada satu sisi,
tetapi ada kemiripan pada sisi lain. Bisa jadi, bank emok merupakan
transformasi dari bank keliling yang selama puluhan tahun menjadi andalan
masyarakat ekonomi lemah.
Istilah bank
emok sangatlah familiar di kalangan ibu-ibu yang tergolong ekonomi lemah. Jasa
kredit ini menjadi solusi cepat untuk mengatasi permasalahan keuangan yang
melanda ibu-ibu. umumnya, praktik pemberian kredit dilakukan secara door to
door dan kolektif atau secara berkelompok. Para petugas dari bank emok
menawarkan dengan syarat mudah lewat cara door to door. Demikian pula
dengan tagihan, dilakukan oleh petugas dari bank emok dengan cara door to
door pula.
Pemberian
pinjaman dilakukan dengan mudah dan cepat karena tanpa agunan sama sekali.
Tanpa penerapan persyaratan yang ketat seperti halnya di bank reguler.
Masyarakat yang membutuhkan cukup memberikan KTP dan KK kepada petugas bank
emok, pinjaman bisa segera diproses dan uang langsung diterima oleh para
nasabah.
Saat proses
peminjam adalah waktu yang sangat menyenangkan karena bagi para nasabah, mereka
mendapat solusi dan terbebas dari beban tekanan ekonomi akibat kebutuhan
keuangan untuk membiayai sesuatu yang mendesak. Saat itu, keberadaan petugas
bank emok seakan menjadi malaikat penolong bagi mereka yang tengah ditekan oleh
kebutuhan mendesak. Para petugas bank emok menjadi juru selamat dari
keterpurukan ekonomi masyarakat yang tengah dililit masalah keuangan.
Permasalahan
timbul saat tahapan pelunasan utang dari nasabah melalui petugas bank emok.
Berbagai teror psikologis menjadi makanan keseharian yang harus diterima oleh
nasabah yang tidak bisa mengikuti alur pelunasan pinjaman. Teror diterima oleh
para ibu dari para petugas penagihan bank emok, manakala proses pelunasan
mengalami kemacetan. Teror ini menjadi permasalahan yang harus dihadapi oleh
nasabah yang mengalami kemacetan dalam proses pelunasan.
Upaya menyikapi
dan menyelesaikan fenomena yang menjerat kaum ibu ini memang tidak semudah
membalikkan telapak tangan. Berbagai efek dari proses penagihan terjadi pada
nasabah kredit macet bank emok. Pertengkaran antar suami-istri kerap terjadi.
Dari pertengkaran tersebut di antaranya berujung dengan perceraian. Bahkan,
tingkat kekerasan yang dipicu fenomena ini tidak jarang berlangsung.
Dengan fenomena
seperti itu, diperlukan turun tangan berbagai pemangku kepentingan untuk dapat
menyelesaikan permasalahan yang dihadapi para nasabah kredit macet. Hal itu
dimungkinkan karena fenomena macetnya kredit bank emok menjadi pemicu keresahan
yang berdampak langsung pada kondusifitas lingkungan masyarakat.
Untuk menyikapi
fenomena demikian, diperlukan keterbangunan kebersamaan atau gotong royong di
antara masyarakat bersama para pemangku kepentingan. Mulai Ketua RT, Ketua RW,
pemerintahan desa, sampai pemerintahan lebih atas harus mulai terlibat di
dalamnya. Keterlibatan tersebut perlu dilakukan dalam upaya meredam keresahan
dari masyarakat yang terlilit utang bank emok serta membangun kondusifitas
lingkungan masyarakat.
Keterlibatan
anggota dan pengurus lingkungan perlu lebih dioptimalkan. Dalam lingkungan
skala kecil, bukan tidak mungkin pengurus RT dan RW membuat kebijakan dengan
membentuk satu lembaga antisipatif. Melalui kebersamaan seluruh anggota
masyarakat, para Ketua RT dan RW dapat membuat lembaga pinjaman lunak. Lembaga
ini diprioritaskan bagi warga yang menghadapi permasalahan pinjaman dengan bank
emok. Bahkan dalam jangka panjang, lembaga dapat melebarkan sayap, tidak
terbatas bagi warga yang terjerat pinjaman bank emok semata, tetapi dapat
dimanfaatkan oleh warga yang memerlukan dana dengan cepat.
Dalam skala
lebih luas, alternatif lain yang bisa dilakukan adalah mendorong pengelola
Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) untuk melakukan investasi berbasis kemanusiaan
melalui penyediaan pinjaman lunak bagi masyarakat. Investasi ini dlakukan dalam
upaya meringankan permasalahan yang dihadapi masyarakat dengan bank emok.
Sebagai lembaga usaha desa yang dilandasi oleh keberadaan regulasi, Bumdes yang
dikelola oleh masyarakat dan merupakan unit usaha pemerintahan desa merupakan
lembaga yang berupaya untuk memperkuat perekonomian desa dan masyarakatnya.
Bumdes dimungkinkan menjadi solusi keterjeratan masyarakat oleh pinjaman dari
bank emok.
Dengan
melakukan diversifikasi pada usaha simpan pinjam, Bumdes dapat menjadi
kompetitor para pengelola bank emok, sekaligus menjadi solusi bagi masyarakat
ekonomi lemah. Karena merupakan lembaga pemerintahan desa, misi yang diemban
Bumdes dalam menyelamatkan masyarakat dari keterjeratan oleh bank emok,
bukanlah misi ekonomi semata, tetapi misi kemanusiaan. Keberadaan usaha Bumdes
pada bidang ini diharapkan dapat mengurai benang kusut keterjeratan masyarakat
oleh bank emok.
Dalam
praktiknya, Bumdes dapat menetapkan pengembalian pinjaman dan bunga tidak
setinggi yang dipatok bank emok. Bahkan untuk kasus tertentu, bukan tidak
mungkin pinjaman yang diberikan menjadi pinjaman lunak tanpa bunga, sekalipun
Bumdes merupakan lembaga di bawah pemerintahan desa dengan core bisnis.
Memang,
permasalahan yang akan dihadapi oleh pengelola simpan pinjam RT, RW, dan Bumdes
adalah terjadinya kredit macet dari warga yang menjadi nasabahnya. Mereka
dimungkinkan tidak mampu melunasi pinjaman sebagaimana tersurat dalam
kesepakatan saat transaksi peminjaman. Lahirnya kredit macet menjadi sebuah
resiko yang harus dihadapi oleh pengelola jasa pinjaman. Namun, prosedur
penagihan dari lembaga yang menggunakan prinsip dari warga, oleh warga, dan
untuk warga ini tidak akan seekstrim yang dilakukan para penagih dari bank
emok.
Melalui
pemeranan warga RT, RW, dan Bumdes dalam kegiatan simpan pinjaman masyarakat,
diharapkan dapat melahirkan ketenangan. Mereka yang menjadi nasabah dengan
kemacetan kredit yang dialaminya tidak akan mengalami kepanikan karena mendapat
teror para penagih dari bank emok. ****DasARSS.