Oleh: Dadang
A. Sapardan
(Camat Cikalongwetan, Kab. Bandung Barat)
Pada minggu
ini, pada ranah pendidikan tercoreng lagi oleh perilaku salah seorang siswa
pada satu kabupaten di Jawa Tengah yang melakukan tindak kekerasan pada seorang
siswa lainnya. Perilaku tersebut menyeruak karena video kekerasan yang terjadi
diunggah pada berbagai media sosial dan begitu cepat menyebar di kalangan
masyarakat. Dengan viralnya video tersebut, sontak saja membuat terperangah
berbagai pihak. Berbagai cacian dan makian dialamatkan kepada siswa pelaku
kekerasan. Pemicu lahirnya tindak kekerasan tersebut adalah ketidak senangan
siswa senior yang menjadi pelaku kekerasan karena siswa adik kelasnya masuk
gank tanpa memberitahunya. Sebuah potret kehidupan masyarakat pemuda yang harus
mendapat perhatian berbagai pihak, terutama para pemangku kepentingan.
Berbagai kejadian kekerasan
atau perundungan terus berulang di negeri ini. Sebuah potret miris yang membuat
semua orang harus mengelus dada. Semua orang harus berpikir lagi untuk melihat
apa yang salah dengan kehidupan, terutama penerapan pendidikan. Kejadian
tersebut memang sifatnya kasuistis pada segelintir siswa semata, padahal siswa
di negeri ini jumlahnya jutaan. Sekalipun demikian, kasus ini sangat menguras
energi berbagai pihak untuk menyikapinya.
Tidak menutup kemungkinan
terjadinya perundungan yang dilakukan terhadap siswa dengan pelaku siapa pun,
termasuk siswa sendiri didasari dengan back ground kehidupan yang
melatari pelaku perundungan. Para pelaku perundungan dari kalangan siswa
biasanya terafiliasi dengan circle tertentu yang bernuansa kekerasan. Circle
yang menjadi kebanggaan mereka. Circle yang menjadi andalan para
remaja tanggung. Mereka sangat berani melakukan tindakan tersebut karena merasa
dibekingi circle-nya.
Generasi
saat ini dihadapkan pada era kehidupan digital. Era ini telah melahirkan semakin
maraknya pemanfaatan perangkat digital oleh masyarakat sehingga berbagai
perubahan terjadi pada pola kehidupan mereka. Salah satunya, percepatan tersampaikannya
informasi pada pihak-pihak tertentu, melalui berbagai kanal informasi digital. Adanya
lompatan perubahan kehidupan tersebut memang merupakan fenomena yang harus
dihadapi dan disikapi dengan bijak oleh masyarakat saat ini.
Berbagai kanal informasi
digital menyajikan berbagai informasi yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat.
Heterogenitas berbagai informasi dapat dengan cepat dan mudah diperoleh
masyarakat. Informasi yang tersaji tentunya saja bernuansa positif, tetapi bisa
pula bernuansa negatif. Berbagai kanal informasi tersebut tidak jarang
menyajikan informasi negatif, di antaranya bentuk kekerasan atau perundungan.
Mengambil sisi positif dari
kemudahan menemukan informasi pada kanal informasi digital, berbagai pemangku
kepentingan dapat dengan mudah mengambil tindakan yang sesuai dengan regulasi.
Seperti halnya dengan tindak perundungan yang dilakukan oleh siswa kepada
temannya di satu daerah di Jawa Tengah.
Jauh-jauh hari sebelumnya,
Kemendikbudristek telah mengungkapkan tentang tiga dosa besar pendidikan.
Ketiga dosa besar tersebut yaitu perundungan, kekerasan seksual, dan
intoleransi. Ketiganya harus menjadi perhatian serius dari berbagai pemangku
kepentingan, termasuk perhatian satuan pendidikan untuk dapat disikapi dengan
berbagai program strategis.
Pada saat pelaksanaan
kegiatan pembelajaran, indikasi perundungan yang diterima siswa biasanya dapat
segera terdeteksi sehingga satuan pendidikan dapat dengan secepatnya melakukan
tindakan antisipasi. Berbagai langkah, dapat dilakukan oleh pihak satuan
pendidikan untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi. Namun, dalam kondisi
tertentu, saat siswa sedang berada di luar lingkungan satuan pendidikan—sewaktu
berangkat dari rumah atau pulang ke rumah—satuan pendidikan tidak dapat dengan
cepat mencegah dan menyikapi terjadinya perundungan.
Untuk menyikapi fenomena
perundungan yang melanda siswa, salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah
setiap pengelola satuan pendidikan membangun intensitas komunikasi dengan
siswa, orang tua, dan masyarakat. Langkah strategis dengan entitas ini perlu
dilakukan dengan intensif, sehingga satuan pendidikan dapat mendeteksi gejala
perundungan sedini mungkin. Dalam konteks ini, satuan pendidikan dapat
menugaskan guru atau wali kelas guna mengontrol perkembangan dan dinamika
setiap siswanya melalui berbagai saluran informasi. Lewat upaya tersebut, guru
dimungkinkan dapat mendeteksi adanya gejala perundungan yang menimpa setiap
siswanya, sehingga dapat dengan segera dilakukan treatment terhadap
mereka.
Terjadinya perundungan
antarsiswa bukanlah tanggung jawab satuan pendidikan semata. Semua pemangku
kepentingan harus aware terhadap terjadinya tindakan negatif ini. Orang
tua siswa dan masyarakat harus membangun komunikasi, koordinasi, dan kolaborasi
dengan pihak satuan pendidikan.
Selain itu, satuan
pendidikan perlu pula mencari formulasi yang tepat guna mencegah terjadinya
perundungan siswa, sehingga langkah yang diterapkan akan lebih efektif karena
berdasarkan kajian matang dari para guru dan warga satuan pendidikan lainnya.
Penerapan pola didik yang mengarah pada upaya mengayomi siswa harus terus
dilakukan oleh para guru. Kepemilikan peta kerawanan harus pula menjadi
perhatian satuan pendidikan, sehingga kepala sekolah dan guru dapat memperoleh
data kerawanan untuk dasar melakukan pencegahan terjadinya perundungan terhadap
setiap siswanya.
Pada
sisi konsepsi, Kemendikbudristek telah menetapkan visi pendidikan Indonesia
sebagai target yang harus dicapai setiap satuan pendidikan. Dalam visi tersebut
terungkap secara tersurat bahwa proses pendidikan mengarah pada upaya
mewujudkan Indonesia maju yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian melalui
terciptanya Pelajar Pancasila yang bernalar kritis, kreatif, mandiri, beriman,
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia, bergotong royong, dan
berkebhinekaan global.
Satuan pendidikan sebagai lembaga
teknis pendidikan harus mampu menerjemahkan konsep visi pendidikan Indonesia
tersebut guna mencapai dan mewujudkannya. Setiap satuan pendidikan harus mempu
meracik langkah-langkah implementasi yang mengarah pada capaian visi tersebut.
Tentunya, racikan tersebut dituangkan dalam kurikulum yang disusun dan
diimplementasikan oleh setiap satuan pendidikan dimaksud.
Alhasil, berbagai kejadian
perundungan yang menimpa siswa harus mendapat parhatian serius dari para
pemangku kepentingan, sehingga kejadian serupa tidak berlangsung di kemudian
hari. Satuan pendidikan, orang tua siswa, dan masyarakat harus membangun
komunikasi, koordinasi, dan kolaborasi dalam melakukan pencegahan perundungan
terhadap siswa. ****DasARSS.