Oleh: H. Dadang
A. Sapardan, M.Pd., Kp
(Camat
Cikalongwetan, Kab. Bandung Barat)
Beberapa waktu berselang, sempat
berdiskusi ringan dengan seorang teman tentang perlunya pemahaman literasi
digital di kalangan masyarakat. Pemahaman ini harus dimiliki oleh seluruh
masyarakat. Berbagai upaya mendorong pemahaman literasi digital harus dilakukan
secara masiv oleh para pemangku kepentingan. Tidak bisa dipungkiri bahwa bangsa
dan negara ini merupakan bangsa dan negara yang sangat heterogen. Karena heterogenitasnya
ini, banyak pihak yang mengungkapkan bahwa bangsa dan negara ini merupakan
bangsa dan negara yang tidak masuk akal. Dengan keragaman suku, ras, agama,
bahasa, budaya, dan keberagaman lainnya, bangsa dan negara ini masih tetap
kokoh sebagai satu kesatuan utuh, bangsa dan negara Indonesia. Sekiatan dengan
sangat terbukanya ruang digital untuk diakses masyarakat, bukan sesuatu yang
tidak mungkin, menjadi peluang mudah bagi pihak tertentu untuk melahirkan
disharmoni bangsa dan negara ini.
Sejak beberapa tahun ke belakang,
denyut nadi kehidupan manusia sudah menapaki era revolusi industri 4.0 dan Society
5.0 dengan fenomena yang diwarnai pemanfaatan perangkat digital dalam
berkehidupan kesehariannya. Masyarakat sudah memanfatkan berbagai platform
digital dalam menopang keihdupannya. Mereka sudah menikmati berbagai kemudahan
dalam berbagai sektor kehidupan.
Maraknya pemanfaatan perangkat digital
diperkuat pula dengan pandemi Covid-19 yang pernah melanda dunia, termasuk
melanda bangsa ini. Saat ini, beberapa sisi kehidupan masyarakat tercukupkan
beraktivitas sambil memegang perangkat digital. Dengan fenomena kehidupan
tersebut, masyarakat dituntut untuk mampu menyikapinya sehingga mendapat
kemudahan dalam mengarungi kehidupan.
Tidak bisa dipungkiri bahwa keberadaan
perangkat digital telah mampu memobilisasikan entitas pengetahuan secara cepat,
murah, dan masiv. Berbagai pengetahuan dapat diperoleh dengan mudah. Masyarakat
pemilik perangkat digital tinggal meng-klik perangkatnya untuk
mendapatkan pengetahuan yang diinginkannya.
Lebih jauh lagi, keberadaan perangkat
ini telah melahirkan fenomena disrupsi
pada sebagian besar pranata kehidupan masyarakat. Beberapa pola kehidupan yang
selama beberapa puluh bahkan ratus tahun menghiasi denyut nadi kehidupan
masyarakat, dengan terpaksa harus tergantikan dengan pola kehidupan bernuansa pemanfaatan
perangkat digital. Perubahan tersebut menjadi warna tersendiri dalam dinamika
kehidupan masyarakat saat ini.
Sejak beberapa tahun ke belakang, berbagai
ranah kehidupan sudah mulai berubah. Terjadi disrupsi teknologi dalam
berbagai ranah kehidupan termasuk di antaranya ranah ekonomi. Saat ini
masyarakat sudah terbiasa memanfaatkan proses belanja online atau daring
(dalam jaringan) dengan memanfaatkan platform belanja online
sebagai medianya. Menjamurnya platform belanja online ini
berbanding lurus dengan menjamurnya jasa pengiriman barang. Kenyataan demikian telah
mengubah budaya kehidupan ekonomi dengan offline atau luring (luar
jaringan) yang telah lama menjadi bagian dari kehidupan masyarakat.
Tidak berlebihan bahwa perubahan
transaksi ekonomi ke dalam moda daring ini melahirkan perubahan mendasar.
Perubahan bisa dilihat dari semakin maraknya transaksi keuangan yang
menggunakan aplikasi sebagai basisnya. Menghilangnya keberadaan kantor pembantu
Bank beserta ATM-nya. Tersingkirkannya pemanfaatan alat transaksi transportasi
luring oleh alat transportasi daring. Tergantikannya peran sopir dengan sopir
otomatis pada kendaraan moderen. Bahkan, peran manusia dalam industri berat pun
sudah tergantikan pula oleh robot-robot industri.
Fenoma disrupsi tersebut
melahirkan tumbangnya sejumlah perusahaan yang tidak dapat melakukan adaptasi
dengan cepat dan tepat. Bagaimana bioskop berguguran karena mudahnya masyarakat
mengakses film melalui kanal Youtube. Begitu banyak mall yang mengalami
kebangkrutan karena tergerus oleh peran marketplace.
Tidak sedikit perusahaan media yang mengalami kebangkrutan karena kalah
bersaing oleh media online yang bisa menyajikan informasi secara realtime.
Bahkan, peran televisi yang selama beberapa puluh tahun ke belakang merajai
dinamika hiburan masyarakat, sedikit demi sedikit tergeser oleh keberadaan
media online.
Seiring dengan berjalannya waktu,
pemanfaatan perangkat digital semakin masiv dalam denyut nadi kehidupan
masyarakat. Masivnya masyarakat dalam memanfaatkan perangkat digital dapat
mengarah pada dua sisi yang bertolak belakang. Pemanfaatan perangkat digital
telah memberi kemudahan untuk dapat berhubungan dengan pihak lain dalam dunia
maya, tetapi dapat memberi efek negatif terhadap setiap penggunanya.
Literasi digital dimaknai sebagai
pengetahuan dan kecakapan untuk menggunakan media digital, alat-alat
komunikasi, atau jaringan dalam menemukan, mengevaluasi, menggunakan, membuat
informasi, dan memanfaatkan secara sehat, bijak, cerdas, cermat, tepat, dan
patuh hukum dalam rangka membina komunikasi dan interaksi dalam kehidupan
sehari-hari. Menjadi tanggung jawab berbagai pihak untuk dapat menampilkan
sosok berpengetahuan dan berkecakapan digital yang mumpuni seperti di atas.
Pegiat literasi, akademisi, organisasi profesi, dunia usaha, pemerintah daerah,
kementerian/lembaga, serta pihak lainnya harus harus berkolaborasi secara
sinergis dalam menampilkan sosok demikian.
Untuk dapat menampilkan sosok yang
memiliki kemampuan literasi digital bukanlah pekerjaan yang mudah, diperlukan
penerapan kebijakan strategis yang didasari kajian komprehensif. Kebijakan yang
disusun harus dilakukan oleh para pemangku kepentingan dengan secara
terstruktur, sistematis, dan masiv, sehingga hasilnya benar-benar sesuai dengan
target yang dipancangkan.
Literasi digital mengarah pada dua
ranah, yaitu kompetensi mengoperasionalkan perangkat digital (tecnological
literacy) serta kompetensi memroses informasi dari perangkat digital secara
optimal (information literacy). Kedua ranah inilah yang harus menjadi
perhatian berbagai pihak sehingga dapat melahirkan masyarakat yang literat
digital.
Masyarakat harus dapat dibawa pada
nuansa kehidupan ini sehingga menjadi sumber daya manusia yang potensial dalam
kehidupan ini. Mereka harus dibawa pada kemampuan beradaptasi pada denyut nadi
kehidupan kekinian. Denyut nadi kehidupan yang dimaksud tentunya bernuansa
pemanfaatan perangkat digital. Mereka harus diarahkan agar mampu beradaptasi
dengan potensi teknologi digital. Mereka perlu dibawa pada pemahaman bahwa
literasi digital merupakan kompetensi yang dibutuhkan agar dapat berpartisipasi
aktif dalam era kehidupan kekinian. Mereka harus dibawa pula pada kesadaran
bahwa kemampuan mengoperasionalkan perangkat digital harus dibarengi dengan sikap
tanggung jawab atas setiap pemanfaatannya.
Upaya tersebut perlu dilakukan dengan
menerapkan strategi yang terstruktur, sistematis, dan masiv disertai dengan
menggandeng berbagai elemen lainnya, seperti pegiat literasi, akademisi,
organisasi profesi, dunia usaha, pemerintah daerah, kementerian/lembaga, serta
berbagai pihak lainnya. Dengan melakukan strategi demikian, diharapkan akan
dapat mendorong masyarakat untuk mampu memanfaatkan perangkat digital dalam
dinamika kehidupan kekinian.
Berbagai kebijakan yang mengarah pada ajakan
agar masyarakat memiliki kompetensi digital menjadi tugas dari setiap pemangku
. Penerapan kebijakan tersebut diarahkan pada tampilan masyarakat yang berkompetensi
dalam mengoperasionalkan perangkat digital (tecnological literacy) serta
berkompetensi memroses informasi dari perangkat digital secara optimal (information
literacy).
Dengan demikian, masyarakat memiliki
kompetensi literasi digital (tecnological literacy dan information
literacy). Melalui kepemilikan kompetensi literasi digital, masyarakat
dimungkinkan piawai dalam mencari dan memahami informasi dengan cepat,
memperoleh informasi kekinian, mendapati kemudahan dan kecepatan dalam
berkomunikasi, mampu menjaga privasi diri dan orang lain, memahami cybercrime,
serta mengenal situs dan konten palsu. **** DasARSS.