Oleh: Gilang Maulana
(Kasi Pemerintahan dan Pelayanan Publik pada Kantor Kecamatan Cisarua)
Kuak mengkuak kekayaan para pejabat publik belakangan ini telah menjadi sorotan, satu demi satu mulai terekspose ke publik dengan jumlah yang memang bisa dibilang fantastis untuk ukuran Aparatur Sipil Negara (ASN). Semoga masih ingat seorang Gayus Tambunan seorang staff golongan IIIa yang bisa mempunyai kekayaan kurang lebih diangka 100 milliar. Tapi yang menjadi pertanyaan boleh tidak seorang ASN mempunyai kekayaan yang fantastis? image yang muncul ketika seorang ASN mempunyai kekayaan yang fantastis di mata masyarakat adalah para ASN menggunakan kewenangan yang dimilikinya untuk mendapatkan keuntungan.
Sejarah
pun mencatat kelam terkait pejabat public yang hobinya berfoya-foya Pada zaman
dahulu kala Marie Antoinette istri dari raja Louis ke XVI sampai dipancung
kepalanya gara-gara tidak bisa menjalankan pemerintahan dengan baik dan gemar
berpesta pora disaat masyarakat Prancis dilanda kelaparan dan kemiskinan. Nama
lain adalah Joseph Mobutu dari Zaire yang gemar mengeruk kekayaan Negara, sementara
rakyatnya hidup miskin. Mobutu dan kalangan elite di seputar kekuasaannya yang
dikenal dengan kelompok Les Grosses
Legumes atau sayur gendut hidup bermewah-mewah sampai akhirnya Mobutu
digulingkan oleh Laurent Kabila.
Mari
kita kembali ke ASN, gaji ASN sebetulnya sudah jelas tercantum dalam Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2019 besaran dari golongan tertinggi
sampai golongan terendah. Untuk besaran tunjangan itu dikembalikan ke tempat
dimana ASN itu bekerja, seperti contoh untuk ASN yang bekerja di Pemerintah
Daerah kemungkinan lebih kecil dari ASN yang bekerja di kementrian. ASN
Pemerintah Daerah pun tidak semua sama rata, ada yang besar ada juga yang kecil
sesuai dengan kemampuan daerah memberikan tunjangan kepada ASN.
Seiring
semakin berkembangnya teknologi, semakin derasnya arus informasi terjadi
pergeseran kehidupan sosial ASN, gaya hidup konsumtif gemar memakai barang
branded ke kantor seolah menjadi strata sosial dilingkungan ASN, istilahnya
adalah flexing atau mempertontonkan
alias .pamer dalam rangka mendapatkan pengakuan social dari orang lain. Flexing-lah sebab atau alasan fenomena
sekarang yang sedang ramai sekarang ini bisa terjadi, masyarakat melalui media
sosial memantau ASN kaum The Have
yang gemar memamerkan kehedonannya kemudian dibahas sehingga menjadi viral di
dunia maya.
Seperti
kata pepatah tidak akan ada asap kalo tidak ada api, gratifikasi seolah menjadi
momok menakutkan bagi ASN, banyak oknum ASN yang terjebak dalam masalah akibat
gratifkasi dari masyarakat yang notabene sebagai pembayar pajak sudah
sepatutnya mendapatkan pelayanan yang baik dari seorang ASN. Apabila kita
kaitkan, gratifikasi dan gaya hidup ada hubungan rumit yang memang bisa
dibilang saling menunjang, dengan nilai gaji yang sudah baku, akibat besarnya
biaya untuk memenuhi hasrat gaya hidup, seorang oknum ASN bisa saja mengambil
jalan menerima gratifikasi dengan iming-iming mempermudah pelayanan kepada
masyarakat yang ditukar dengan imbalan.
Jadi
kembali kepada pertanyaan yang tadi boleh tidak seorang ASN itu kaya?jawabannya
ya boleh selama kekayaannya itu didapat dengan cara yang baik dan tidak
melanggar sumpah-sumpah yang diucapkan ketika seorang ASN diangkat menjadi
seorang pelayan publik. Tapi untuk seorang ASN bolehkah mempertontonkan kekayaannya
di media sosial sehingga dilihat oleh orang banyak dan membuat yang melihat
memberikan kesimpulan dari apa yang mereka lihat. Ini yang sekarang sedang
menjadi pembicaraan yang hangat, pejabat publik seolah-olah tidak berempati
apabila memamerkan apa yang dia miliki terutama barang yang mewah yang nilainya
sangat luar biasa.
Merujuk
pada core value ASN saat ini, yaitu BERAKHLAK mengingat Potensi ekonomi menuju Indonesia Maju di tahun
2050 harus didukung dengan adanya peningkatan kinerja ASN secara
signifikan. Selain itu maraknya kasus kecurangan terkait jabatan dan tugas ASN
juga melatar belakangi perlunya penguatan core values ASN.,
mengutip dari buku saku Panduan Perilaku Core
Values dari Badan Kepegawaian Negara:
“Menjadi Aparatur Sipil Negara harus selalu
memiliki komitmen yang tinggi untuk memberikan pelayanan secara jujur,
berintegritas, bertanggungjawab, dan tidak menyimpang dari Kode Etik ASN.
Diharapkan bahwa nilai-nilai BerAKHLAK yang selalu kita kumandangkan ini tidak
hanya menjadi sebuah catatan di atas kertas, tetapi juga dapat selalu tertanam
dalam diri setiap Aparatur Sipil Negara selaku perpanjangan tangan negara dalam
memenuhi tugas dan fungsinya sebagai pelaksana kebijakan, pelayan publik, serta
perekat dan pemersatu bangsa guna mewujudkan tujuan dan cita-cita Bangsa
Indonesia.”
Makna yang sangat mendalam dari kutipan diatas, sebagai pelayanan masyarakat sudah seharusnya ASN menerapkan pola hidup bersahaja dan tidak menunjukan gaya hidup mewah yang bisa memancing reaksi dari masyarakat. Meskipun para ASN mendapatkan kekayaan itu melalui koridor yang lurus bukan berarti bebas melakukan flexing, sebagai pelayan masyarakat harus mempunyai empati di mana tidak sedikit masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan.
Seorang ASN juga diharapkan bijak
menggunakan sosial media bukan malah mengekspose kehidupan pribadi. ASN
seharusnya menjadi kepanjangan tangan dalam menyebarluaskan informasi terkait
kebijakan-kebijakan pemerintah dalam misi upaya percepatan pembangunan dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Tetapi ini jangan disalahartikan bahwa kita tidak
pamer di social media tapi tetap melakukan praktik-praktik yang bisa melukai
marwah pelayanan publik, tetapi lebih pada pengawasan dari institusi ASN
bekerja dan pengendalian diri ASN itu secara pribadi, ASN harus bekerja ikhlas
dalam memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat. Seperti apa yang
dikatakan Sudjiwo Tedjo “Kalo kata Semar
siapa pun yang bekerja dengan ikhlas mungkin kaya, mungkin tidak kaya, tetapi
setiap kali butuh duit itu ada”.
Langka-langkah yang sudah diambil oleh beberapa lembaga kementerian maupun pemerintah daerah dengan melarang ASN nya hidup bermewah-mewahan merupakan good will dan langkah awal dalam upaya mengembalikan kepercayaan publik. Sudah banyak contoh dan kejadian. Para ASN harus mulai merenungkan bagaimana harus berbuat dan bersikap. Dinamika masyarakat yang sekarang ini semakin kritis diharapkan menjadi motivasi lebih bagi ASN dalam meningkatkan kinerjanya dan menggapai asa menjadi birokrasi kelas dunia. Bukankah kita bermimpi bisa bersaing dengan negara-negara ASEAN lain yang sudah maju? Bukankah kita ingin Indonesia dapat menjadi kekuatan yang diperhitungkan di kancah global?
Yuk, kita mulai berbenah dengan diri kita sendiri. Seperti kata Jalaludin Rumi, “dahulu cita-cita kita menjadi pintar
karena ingin merubah dunia, tetapi sekarang kita harus menjadi lebih bijak
karena ingin merubah diri sendiri.”
SEMANGAT TERUS ASN!!!