Oleh: H. Dadang
A. Sapardan, M.Pd
(Camat Cikalongwetan, Kab. Bandung Barat)
Selama beberapa bulan belakangan perjalanan menuju tempat kerja begitu familiar dengan pintu keluar tol Cikamuning. Hampir setiap hari kerja gerbang tol itu menjadi pintu keluar menuju lokasi kerja di Cikalongwetan. Sebenarnya ada beberapa alternatif lain menuju tempat kerja dengan jaraknya yang relatif lebih dekat, tetapi waktu tempuhnya lebih lama yaitu melalui jalur arteri Cimareme atau Cimahi. Namun, jalan melalui pintu masuk tol Pasirkoja dan keluar melalui Cikamuning menjadi alternatif yang dipilih. Sekalipun jaraknya lebih jauh, tapi waktu tempuhnya relatif lebih cepat. Saat ini, cukup familiar pula dengan pintu keluar tol Darangdan. Selama lebih dari satu bulan mendapat tugas ekstra di ibu kota. Sepulang melaksanakan tugas ekstra di Jakarta, selalu menyempatkan untuk menyelesaikan pekerjaan di Cikalongwetan. Untuk menuju Cikalongwetan, gerbang tol Darangdan menjadi pilihan utamanya.
Kecamatan Cikalongwetan merupakan salah satu kecamatan dari 16 kecamatan yang berada di Kabupaten Bandung Barat. Kecamatan ini memiliki luas lahan lebih kurang 11.652.132 Ha yang terdiri dari tanah sawah seluas ± 9.625.717 Ha dan Tanah darat seluas ± 1.026.415 Ha, dengan batas-batas wilayah adalah sebelah Utara dengan Kecamatan Darangdan Kabupaten Purwakarta, sebelah Timur dengan Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat, sebelah Selatan dengan Kecamatan Cipatat Kabupaten Bandung Barat, serta sebelah Barat dengan Kecamatan Cipeundeuy Kabupaten Bandung Barat.
Jumlah
desa yang menjadi bagian dari Kecamatan Cikalongwetan sebanyak 13 desa, yaitu:
Ciptagumati, Cikalong, Cipada, Cisomang Barat, Garjarsari, Kanangasari,
Mandalasari, Mandalamukti, Mekarjaya, Puteran, Rende, Tenjolaut, serta Wangunjaya.
Kaitan
dengan potensi yang dimiliki, Kecamatan Cikalongwetan memiliki potensi yang dapat
dikembangkan lebih baik lagi, sehingga dapat mengangkat derajat perekonomian
masyarakat. Salah satu potensi yang bisa dikembangkan adalah destinasi wisata
lokal yang dimiliki hampir seluruh desa di Kecamatan Cikalongwetan. Beberapa potensi wisata yang dimaksud adalah Bobojong
di Desa Kanangarasi, Bukit Senyum di Desa Cipada, Villa Kaca Mentras di Desa
Mandalamukti, Cisaladah di Desa Ganjarsari, Sindang Geulis Kahuripan di Desa
Ganjarsari, Saksaat di Desa Mekarjaya, Pabrik Teh Panglejar di Desa Cisomang
Barat, Curug Cijambur di Desa Puteran, Pasir Karaton di Desa Mekarjaya, Loseng
Munjul di Desa Cikalong, dan Hutan Pinus di Desa Tenjolaut.
Karena
berbagai keterbatasan yang dimiliki, beberapa potensi wisata tersebut belum
memiliki daya tarik bagi masyarakat untuk menjadikan destinasi wisata tersebut
sebagai tujuan utama mereka. Dominasi kondisi alamiah yang belum tertata dengan
baik, masih terlihat kuat pada beberapa destinasi wisata dimaksud. Sekalipun
demikian, kunjungan pada destinasi wisata pada setiap hari libur masih tetap
berlangsung, terutama kunjungan dari wisatawan lokal di Cikalongwetan dan
sekitarnya.
Beberapa
peluang untuk lebih mengembangkan berbagai destinasi wisata tersebut agar
menjadi tujuan wisata lokal, bahkan nasional dimungkinkan dapat dilakukan
dengan penggunaan kepemilikan kewenangan pemerintah desa di bawah arahan
kecamatan. Sebagai pemangku kepentingan kewilayahan, pemerintah desa yang menjadi
tempat berbagai destinasi wisata tersebut memiliki ruang yang luas untuk dapat
mengembangkannya lebih baik lagi.
Berbagai
kendala guna melakukan pengembangannya memang dihadapi, di antaranya
pengelolaan yang belum profesional, sarana dan prasarana jalan yang belum
mendukung, promosi yang hanya seadanya, serta belum terpadunya destinasi
wisata. Ketika kendala dimaksud bisa dipecahkan oleh para pemangku kepentingan,
bukan tidak mungkin destinasi wisata di Cikalongwetan akan lebih menggeliat
lagi.
Berkenaan
dengan pengelolaan yang belum profesional karena ditangani dengan seadanya oleh
petugas lokal, bisa diantisipasi dengan melakukan penguatan kompetensi
pengelolaan destinasi wisata. Upaya penguatan kompetensi ini dapat diinisiasi
oleh pihak desa dengan memanfaatkan potensi yang ada pada perangkat daerah,
terutama Dinas Pariwisata. Dengan penguatan kompetensi pengelolaan, seluruh
petugas diharapkan memiliki kompetensi standar yang dipersyaratakan dalam
pengelolaan destinasi wisata.
Kendala
lainnya, terkait dengan sarana dan prasarana jalan yang belum memadai menjadi
tantangan yang harus dipikirkan oleh para pemangku kepentingan. Untuk melakukan
pelebaran jalan memang bukan pekerjaan mudah karena memerlukan biaya yang tidak
sedikit. Namun, langkah pertama yang bisa dilakukan adalah menata jalan
sehingga lebih nyaman dilewati para wisatawan yang menggunakan kendaraan roda
dua maupun kendaraan roda empat. Upaya ini menjadi alternatif jangka pendek
yang dapat dilakukan para pemangku kepentingan. Dengan menggunakan potensi
anggaran yang ada, pemerintahan desa dimungkinkan untuk memobilisasi masyarakat
dalam melakukan penataan jalan yang menjadi akses pada destinasi wisata. Bahkan
bukan tidak mungkin, bisa juga melakukan kerja sama dan koordinasi dengan
berbagai pemangku kepentingan lainnya, semisal Dinas PUTR.
Akan
halnya dengan langkah promosi wisata yang masih dilakukan secara konvensional,
sudah selayaknya pemerintah desa melakukan promosi dengan nuansa kekinian. Saat
ini peran perangkat digital sangatlah besar dalam mempengaruhi masyarakat.
Dalam menghadapi kehidupan di era digital ini, masyarakat tidak bisa melepaskan
diri dari keberadaan perangkat digital dengan berbagai kanal media sosial.
Menyikapi fenomena ini, para pemangku kepentingan, selayaknya mengoptimalkan
potensi wilayah, terutama para pemuda yang melek perangkat digital untuk
menjadi influencer berbagai destinasi wisata yang ada. Untuk sampai pada
langkah ini, pihak pemerintah desa dapat memanfaatkan potensi yang ada
perangkat daerah, terutama Dinas Pariwisata dan Diskominfo agar melakukan
penguatan para pemuda desa guna menjadi influencer berbagai destinasi
wisata yang ada. Dengan masiv-nya promosi destinasi wisata, diharapkan
akan menambah ketertarikan masyarakat untuk melakukan kunjungan wisata.
Keterpaduan
destinasi wisata perlu pula menjadi bahan pemikiran. Keterpaduan ini harus
dilakukan sehingga dalam satu waktu yang sama masyarakat tidak saja mengunjungi
satu destinasi wisata yang ada, tetapi dapat mengunjungi berbagai destinasi
wisata yang jaraknya relatif dekat. Upaya membangun keterpaduan destinasi
wisata bisa dilakukan dengan keterbangunan komunikasi dan koordinasi di antara
para pemangku kepentingan, termasuk pemberian informasi kepada para wisatawan
tentang alternatif destinasi wisata lainnya.
Kembali
lagi pada paparan awal tentang pintu keluar tol melalui Darangdan dari arah
Jakarta dan pintu keluar tol Cikamuning dari arah Bandung. Kedua pintu keluar
tol tersebut merupakan akses yang dapat dimanfaatkan sebagai pintu masuk ke
wilayah Cikalongwetan. Dengan adanya akses dari kedua pintu keluar tol
tersebut, para wisatawan dapat “ditangkap” di wilayah Cikalongwetan sebelum
menuju Bandung atau Jakarta. Masyarakat Jakarta yang memiliki niat berwisata ke
Bandung, dapat “ditangkap” tersebih dahulu di Cikalongwetan melalui pintu
keluar tol Darangdang. Demikian pula masyarakat yang memiliki niat berwisata ke
Jakarta, bisa “ditangkap” terlebih dahulu di Cikalongwetan melalui pintu keluar
tol Cikamuning. Kedua pintu keluar tol tersebut dapat dioptimalkan untuk
menjadi pintu masuk menuju destinasi wisata di Cikalongwetan.
Paparan
di atas merupakan pemikiran dasar yang bisa dilakukan sebagai langkah awal dari
para pemangku kepentingan untuk mengangkat destinasi wisata di Cikalongwetan.
Berbagai potensi wisata yang dimiliki dimungkinkan dapat dikembangkan lebih
baik sehingga bisa berdampak terhadap kehidupan masyarakat sekitar, terutama
kehidupan ekonominya. DasARSS.