Oleh: H. Dadang
A. Sapardan, M.Pd
(Camat Cikalongwetan, Kab. Bandung Barat)
Beberapa
waktu lalu sempat ngobrol santai di sela-sela istirahat kegiatan. Obrolan
mengarah pada fenomena yang terjadi dalam berbagai kanal informasi terkait
perilaku hedonisme yang diperlihatkan segelintir orang dari kalangan birokrasi.
Berbagai informasi mengungkapkan tampilan fexing dari kalangan birokrat dan
keluarganya yang di luar logika. Dalam posisi sebagai birokrat dengan level
tertentu, yang bersangkutan tidak mungkin dapat menampilkan gambaran seperti
yang dieksplisitkan dalam tayangan kanal informasi. Beranjak dari pandangan
demikian, opini berkembang pada ranah negatif bahwa birokrat dimaksud. Sebuah
pandangan yang menyudutkan dan merambah pada birokrat lainnya. Bahkan, pandangan
tersebut lebih mengukuhkan bahwa birokrasi dipenuhi dengan kekentalan nuansa
KKN.
Sejalan dengan
perkembangan kehidupan yang masuk pada era Revolusi Industri 4.0 dan masyarakat
5.0, fenomena kekerapan dalam pemanfaatan perangkat digital menjadi kehidupan
keseharian masyarakat. Kenyataan demikian, belum lagi dipertegas dengan
merebaknya pandemi Covid-19 yang mendera selama lebih dari dua tahun.
Dinamika kehidupan manusia semakin mengarah pada nuansa semakin kompelks
seperti yang dialami saat ini.
Era ini, mau
tidak mau harus pula dihadapi dan disikapi oleh pemerintah, termasuk dihadapi
dan disikapi oleh entitas yang berada di dalamnya. Berbagai kebijakan
pemerintah telah dilahirkan dalam upaya menyikapi dinamika kehidupan ini.
Tentunya, kebijakan tersebut harus pula diiringi oleh setiap birokrat yang
menjadi penggerak roda pemerintahan. Upaya tersebut harus dilakukan menyeluruh
dari birokrat level atas sampai level bawah.
Dalam konteks
sebagai penggerak roda pemerintahan, para birokrat menjadi pusat perhatian
berbagai pihak. Berbagai fenomena kehidupan para birokrat menjadi bagian yang
tidak lepas dari perhatian banyak orang. Perhatian tidak saja diarahkan pada
sosok birokrat tersebut, tatapi diarahkan pula pada orang-orang di
sekelilingnya, terutama keluarganya.
Fenomena
kehidupan para birokrat saat ini dengan mudah ditelisik oleh siapapun dengan
menggunakan berbagai perangkat digital. Berbagai jejak yang pernah ditampilkan
pada kanal informasi digital oleh para birokrat beserta keluarganya, dengan
mudah di-eksplore oleh pihak-pihak tertentu yang ingin mengetahui
kedalaman kehidupan mereka.
Pada awal-awal
pemanfaatan perangkat digital untuk mengukuhkan dan memosisikan diri, direspons
dengan beragam tampilan, termasuk tampilan flexing. Berbagai tampilan flexing
sebagai upaya memamerkan jati dirinya ditautkan pada berbagai kanal
informasi, sehingga lahirlah istilah sultan bagi mereka yang
mengungkapkan kepemilikan kekayaan melebihi masyarakat kebanyakan. Pemosisian
yang disematkan kepada mereka telah menjadi kebanggan tersendiri karena
menempatkan diri pada level status tertentu yang berkenaan dengan kepemilikan
materi. Target untuk mengukuhkan pandangan masyarakat dalam posisi hedon dapat
dicapai dengan tampilan flexing pada berbagai kanal informasi.
Penggunaan
perangkat digital untuk menampilkan flexing tidak saja melanda mereka
yang berangkat dari kalangan pengusaha, tetapi melanda pula para birokrat.
Tampilan fexing ini melanda pula beberapa gelintir keluarga dari para
birokrat dimaksud. Upaya menampilkannya tentu mengarah pada harapan penempatan
dalam posisi orang terpandang di antara ekosistem kehidupannya.
Pada awalnya,
pemahaman akan jejak digital seakan dianggap angin lalu oleh setiap orang,
termasuk dianggap angin lalu pula oleh para birokrat. Namun, bagaimana jejak
digital bisa menjadi bumerang dalam kehidupannya semakin terlihat jelas
akhir-akhir ini. Jejak digital, terutama yang berkaitan dengan flexing
pada akhirnya menjadi bom waktu bagi keberlangsungan kehidupannya. Ketika pintu
masuk telah diperoleh oleh pihak-pihak tertantu, maka jejak digital yang
bersumber dari berbagai kanal informasi, terus diangkat dan diungkap. Temuan
jejak digital—dalam rentang waktu yang lama sekalipun—dijadikan senjata ampuh
untuk menjatuhkan dan menjerumuskannya pada titik nadir sekalipun.
Tampilan flexing
yang mengarah pada fenomena kehidupan hedonisme—pandangan yang menganggap
bahwa kesenangan dan kenikmatan materi sebagai tujuan utama dalam
kehidupan—telah menjadi bom waktu yang memorak-porandakan kehidupannnya. Birokrat
dan beberapa keluarga yang pada awalnya begitu bangga dengan penyetatusan diri,
harus menerima efek dari perilaku yang ditampilkannya dalam berbagai kanal
informasi. Mereka menjadi objek hujatan masyarakat kebanyakan karena menjadi
pengukuh dari indikasi perilaku KKN yang dilakukannya. Sebuah hukuman yang
harus diterima sebagai akibat dari perilaku hedon yang ditampilkannya pada
kanal informasi digital.
Birokrat pada
pemerintahan adalah sosok yang sering mendapat perhatian banyak orang.
Perhatian terutama ditujukan pada sikap dan perilakunya, termasuk kepemilikan
kekayaan. Karena itu, birokrat harus mampu memosisikan diri dengan baik
sehingga tidak terjerumus pada tampilan hedonisme yang bisa menjerumuskannya. DasARSS.