Notification

×

Arsip Blog

SPIRIT BILAL

Jumat, 07 April 2023 | 23.02 WIB Last Updated 2023-04-07T16:09:44Z



Oleh: Prof. Dinn Wahyudin
(Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia)


Di suatu sudut Ummul Quro Makkah, tahun awal Kerosulan. Seorang budak mendapat perlakuan keji. Ia dilecuti dengan cambuk berkali kali. Ia diikat. Ia dihimpit dengan batu dan dijemur di padang pasir yang gersang. Itulah Bilal bin Rabah. Seorang budak berkulit hitam legam keturunan Habsyah atau Ethiopia sekarang. Ayahnya bernama Rabah dan ibunya bernama Hamamah. Mereka budak berkulit hitam yang tinggal pada keluarga Bani Jumah yang tinggal di Makkah. Saat ayah Bilal meninggal, remaja Bilal diwariskan kepada Ummayah bin Khalaf. 


Mengapa Bilal memperoleh perlakuan keji  dan disiksa majikannya?  

Bilal diam-diam masuk Islam. Ia sangat tertarik dengan pribadi Rosululloh, yang mengajarkan tauhid beriman kepada Allah SWT.  Secara sembunyi sembunyi Bilal banyak belajar tentang ajaran tauhid yang disampaikan Rosululloh. Ia menjadi kelompok pertama yang masuk Islam dari kalangan budak. Ia juga orang pertama yang beriman kepada Allah SWT dari kalangan keturunan kulit hitam.



Mendengar sepak terjang Bilal, Umayyah bin  Khalaf Sang Tuan  murka berat.  Ia naik pitam sampai ke ubun ubun. Ia marah dan melakukan penyiksaan kepada budaknya bernama Bilal. Umayah murka berat karean merasa dipermalukan. Salah seorang budaknya memeluk agama Islam, padahal ia seorang bangsawan terkemuka di kawasan Makkah. Bahkan Umayyah seorang tokoh penting kaum Quraisy yang sangat membenci ajaran Islam.


Walau siksaan mendera, Bilal tak bergeming. Ia tetap teguh mempertahankan iman dan tauhidnya. Setiap lecutan cambuk dari Tuannya agar keluar dari penganut Islam, ia  dijawab dengan Ahad ahad dengan kukuh. Bilal dengan teguh berucap, Ahadun Ahad, Ahadun Ahad.  Allah Maha esa. Allah is Almighty.  Ketika tuannya memaksa Bilal untuk menyembah Latta dan Uzza, ia bersikukuh menolak dan terus memuji keagungan Allah Sang Maha pencipta dan Rosul-Nya.


Penyiksaan Bilal seorang budak yang tinggal pada keluarga Umayyah  bin Khalaf, akhirnya terdengar oleh Sahabat Rosululloh Abu Bakar As Shiddiq r.a.  Sahabat nabi tersebut melakukan pembicaraan dengan Umayyah untuk "membeli" Bilal. Akhirnya Bilal bisa merdeka  dengan imbalan uang yang sangat mahal. Bilal merdeka.  Ia tak lagi menjadi budak keluarga Ummayah bin Khalaf. Bilal menjadi salah seorang sahabat andalan  Rosululloh dari kalangan hamba sahaya.


Muadzin ar Rosululloh


Kiprah Bilal luar biasa. Ketika  mesjid Nabawi  Madinah selesai dibangun, Bilal dipercaya Rosululloh  untuk mengumandangkan Azan. Waktu itu, Rosululloh mensyariatkan azan sebelum didirikan sholat. Azan pada saat itu dimaksudkan sebagai penanda datangnya waktu sholat dan juga sekaligus mengajak kaum Muslimin di sekitar Madinah untuk melaksanakan shalat berjamaah di Masjid Nabawi.


Ada sejumlah pertimbangan mengapa Bilal terpilih sebagai Muadzin ar Rosululloh. Bilal memiliki suara yang merdu dan melengking keras. Ia juga teruji keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT dan salah seorang sahabat Rosululloh yang gigih mempertahankan syiar Islam sejak periode awal dakwah yang dilakukan Rosululloh.  


Sosok Bilal bukan sebatas Muadzin kepercayaan Rosululloh, tetapi juga perlambang persamaan derajat manusia dalam berkhidmat ketauhidan Allah SWT. Bilal juga sosok pemberani, karena ia mampu melantunkan azan dengan penuh khusuk, kendati pada masa awal dakwah Kenabian, kaum Quraishy dan kaum jahiliyah selalu meneror dan mengganggu keamanan.


Tugas sebagai muadzin ar Rosululloh, terus ditunaikan Bilal berbilang tahun sampai akhirnya  Rosululloh Kanjeng Nabi Muhammad SAW wafat pada tahun 11 Hijriah (632 M). Semua keluarga Nabiulloh dan sahabat merasakan kesedihan yang sangat mendalam ketika Rosululloh wafat. 


Bagi Bilal, wafatnya Kanjeng Rosululloh, menggoreskan duka yang sangat dalam. Lantas ia meminta izin kepada Sahabat  Abu Bakar as Shiddiq untuk berhenti menjadi Muadzhin Rosul. Bilal pergi ke Daerah Syam (Damaskus sekarang) untuk menenangkan diri. Bilal yang diliputi duka nestapa atas wafatnya Rosululloh, pergi meninggalkan Madinah. Kaum muslimin di Medinah merasa kehilangan. Tak ada lagi azan yang dikumandangkan Bilal, usai Rosululloh wafat.


Azan terakhir Bilal


Berbilang tahun Bilal menjadi warga Negeri Syam. Sampai suatu hari, sahabat Nabi  Umar bin Khatab a.s. datang menemuinya. Umar bin Khatab datang jauh jauh dari Madinah menuju Negeri Syam dengan satu tujuan: membujuk Bilal untuk pulang ke Madinah. 


"Kaum muslimin di Madinah sangat merindukan mu wahai Bilal. Mari aku datang untuk menjemputmu. Mereka merindukan suara emas mu ketika melantunkan Azan. Mereka sangat ingin sholat berjamaah diawali dengan suara azan mu, wahai Muadzin Rosululloh."


Ternyata bujukan dan permintaan Umar bin Khattab r.a tak bisa dipenuhi. Bilal masih merasakan duka yang sangat mendalam. Bilal merasa berat untuk pergi  ke Madinah guna mengumandangkan azan. Ia merasa berat, karena begitu cintanya  kepada Rosululloh. Bilal tak sanggup mengumandangkan azan  setelah Rosululloh wafat.


Waktu bergulir. Bulan berganti bulan. Pekan berganti pekan. Sampai pada suatu malam, Bilal  bermimpi bertemu Rosululloh. Dalam mimpi Rosululloh menegur Bilal, Ya Bilal, Wa maa hadzal jafa? Wahai Bilal, mengapa engkau tak mengunjungiku? Mengapa seperti itu ? 


Pertemuan dalam mimpi tersebut, membuat Bilal merasa ketakutan. Kuatir ditinggalkan Rosululloh. Esoknya Bilal pamit kepada keluarganya untuk pergi ke Madinah. Ia merasa rindu tiada tara dan ingin  segera berziarah ke Makam  Rosululloh SAW di Madinah. Kemudian Bilal bersiap siap untuk bertolak pergi ke Madinah.


Unfinished Azan


Di Makam Rosululloh, Bilal bersimpuh mengungkap rasa rindu  dan hormat kepada Rosulloh. Di sana, ia bertemu dengan cucu kesayangan Kangjeng Nabi Muhammad SAW, yaitu cucunda Hasan dan Husein. Kedua cucu Rosululloh sangat senang bertemu dengan Bilal dan berujar penuh harap.


Pamanda Bilal, sudikah engkau mengumandangkan azan untuk kami, sekali saja menjelang sholat berjamaah? Kami sangat ingin mengenang kakek tercinta Rosululloh. Sayidina Umar bin Khatab dan sahabat lainnya turut membujuk Bilal. Mereka merindukan hal sama. Rindu sholat  bersama Rosululloh diawali dengan suara azan yang dilantunkan Bilal Muadzin kebanggaan Rosululloh. Bilal sang Muadzin Rosululloh merasa  saatnya untuk menumpahkan rasa rindu kepada baginda Rosululloh. Ia menerima tawaran itu dengan berat hati. 


Menjelang waktu sholat, suara merdu Bilal terdengar melengking sampai ke pelosok Madinah. Lafad Allohu Akbar, Allohu Akbar yang diserukan Bilal bergema ke seluruh pelosok Madinah. Warga Madinah terkejut kaget mendengar suara azan tersebut. Mereka sangat familiar dengan alunan Azan yang khas, dan sempat menghilang seusai Rosululloh wafat. Alunan suara azan  tersebut mengingatkan memori indah takkala menjelang sholat berjamaah bersama Rosululloh.


Ketika alunan lafad Ashadu anla illaha illallah dikumandangkan, kaum muslimin Madinah berhamburan menuju arah suara di Mesjid Nabawi. Mereka histeris mendengar lantunan lafad azan, serasa mengulang kebersamaan dengan Rosululloh  yang beberapa tahun hilang.


Ketika lafad Ashadu anna Muhamaddan Rosululloh dilantunkan, suara Bilal melemah dan semakin parau. Bilal bin Rabah tak sanggup lagi melanjutkan azan, dengan menyebut nama orang yang paling dikasihi dan paling dirindukan. Bilal bercucuran air mata. Tangis rindu  kepada Rosululloh tak hanya dirasakan Bilal.  Cucu kesayangan Rosululloh juga merasakan kegundahan teringat kepada kakek tercinta. Suasana waktu itu membuat warga Madinah banjir air mata. Tangisan rindu kepada Rosululloh dirasakan oleh semua warga Madinah yang hadir.


Itulah Bilal bin Rabah. Sosok muadzin kebanggaan Rosululloh. Spirit Bilal patut diteladani. Ia istiqamah untuk terus memupuk keimanan dan ketakwaan di tengah kegetiran hidup sebagai budak. Ia sangat mencintai Rosululloh. Begitu cintanya kepada Rosululloh, ia tak sanggup melantunkan Azan ketika Rosululloh sudah tiada. ***


(Sumber: Wikipedia Indonesia & berbagai bahan lainnya)

×
               
         
close