Oleh: Dadang
A. Sapardan
(Camat Cikalongwetan, Kab. Bandung Barat)
Saat ini
menjadi minggu terakhir pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) Serentak
di Kab. Bandung Barat. Beberapa desa, sekitar 12 desa berkesempatan menyelenggarakan
pilkades dalam memilih pimpinan yang akan mengomandoi laju perkembangan desa
selama 6 tahun ke depan. Pelaksanaan pilkades ini menjadi sangat spesial dan
krusial karena diselenggrakan di tengah tahapan pelaksanaan Pemilihan Umum
(Pemilu) Tahun 2024. Pilkades yang segera digelar merupakan pilkades terakhir
menjelang perhelatan Pemilu tahun 2024. Pelaksanaan pilkades kali ini bisa
menjadi barometer keterlaksanaan Pemilu tahun 2024. Bahkan, pelaksanaannya
menjadi sebuah simulasi Pemilu yang dalam waktu berselang akan menjadi
perhelatan akbar masyarakat Indonesia.
Pemilihan
kepala desa (pilkades) adalah pelaksanaan kedaulatan rakyat/masyarakat di desa
dalam rangka memilih kepala desa. Pelaksanaanya dilakukan secara langsung,
umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Sebagai implementasi dari pengedepanan
kedaulatan rakyat, Pilkades menjadi bentuk pemberian hak konstitusional kepada
masyarakat untuk dapat menentukan pemimpin pada level desa yang akan memimpin
mereka dalam jangka waktu yang sesuai dengan regulasi.
Pilkades
merupakan refleksi dari pelaksanaan demokrasi yang menempatkan posisi
kepemimpinan desa menjadi kewenangan mutlak masyarakat desa dimaksud. Dalam
menentukan siapa yang harus memimpin dalam jangka waktu tertentu, masyarakat
diberi ruang yang luas untuk memandatkannya. Bukan itu saja, pilkades menjadi
implementasi dari penerapan demokrasi dengan sandaran bahwa semuanya dari
rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Dalam konteks
ke-Indonesia-an dengan menempatkan landasan Demokrasi Pancasila, Pilkades
menjadi bagian dari implementasi Demokrasi Pancasila yang merupakan bentuk
demokrasi konstitusional dengan menempatkan kedaulatan rakyat dalam
penyelenggaraan negara dan pemerintahan. Dalam penempatan sosok pimpinan pada
level desa, masyarakat menjadi penentu mutlak untuk memilih sosok yang layak
memimpin mereka.
Sebagai amanat
regulasi, beberapa wilayah harus melaksanakan Pilkades di tengah
keberlangsungan tahapan Pemilu tahun 2024. Pelaksanaan di tengah tahapan Pemilu
menjadi tantangan tersendiri bagi para pemangku kepentingan yang terlibat di
dalamnya, terutama panitia pelaksana pilkades. Bagaimana pelaksanaan pilkades
yang di-arange-nya dapat menjadi sarana legitimated sehingga
terlepas dari timbulnya friksi yang dapat memicu chaos di kalangan
masyatakat desa.
Upaya untuk
menekan friksi yang berakibat pada lahirnya chaos di lingkungan
masyarakat desa harus menjadi perhatian seluruh pemangku kepentingan. Hal itu
patut menjadi perhatian karena dengan rentang waktu yang tidak begitu lama
dengan pelaksanaan Pilkades, bangsa Indonesia akan menyelenggarakan Pemilu.
Ketika Pilkades mengalami chaos di masyarakat, bukan tidak mungkin akan
mengganggu pentahapan dalam pelaksanaan Pemilu 2024.
Pencegahan
terjadinya friksi di antara masyarakat pendukung tiap calon yang ikut
kontestasi Pilkades merupakan tantangan tersendiri. Berbagai pihak,
penyelenggara dan masyarakat harus menempatkan upaya menjaga kondusifitas
kehidupan masyarakat sebagai tugas utama yang harus dipikul dalam perhelatan
ini. Selain tentunya, memikul beban untuk dapat melahirkan pemimpin desa yang legitimate.
Upaya tersebut
menjadi hal yang harus diperhatikan karena berkaca pada pengalaman yang sudah
berlalu, friksi antarmasyarakat pendukung calon tidak jarang terjadi.
Lahirnya friksi bisa terjadi sejak sebelum pelaksanaan, saat pelaksanaan,
bahkan pasca pelaksanaan. Friksi tidak berlangsung dalam waktu singkat, tetapi
dimungkinkan masih tetap berlangsung sekalipun perhelatan pilkades sudah
berlalu dalam rentang yang cukup lama. Bahkan, keberadaan gelombang friksi bila
tidak terkelola dengan baik, dapat melahirkan chaos.
Fenomena
demikian harus mendapat perhatian dari seluruh pemangku kepentingan karena
Pilkades merupakan pesta demokrasi masyarakat desa dengan keberadaan calon yang
relatif berdekatan, terutama secara geografis. Bahkan bukan tidak mungkin di
antara calon memiliki kedekatan pada sisi biologis. Dengan kondisi demikian,
friksi di antara masyarakat pendukung bisa terjadi dengan cepat, layaknya sumbu
pendek.
Pilkades sangat
rentan pula melahirkan friksi di antara masyarakat pendukung karena pilihan
dukungan masyarakat kepada salah satu calon begitu jelas terlihat. Secara kasat
mata, siapapun bisa melihat keberpihakan sesorang terhadap salah satu calon
yang akan berlaga dalam Pilkades.
Upaya untuk
melahirkan kodusifitas harus terus diprioritaskan oleh seluruh pemangku
kepentingan dalam pelaksanaan Pilkades. Untuk melahirkan keterbangunannya
menjadi sangatlah penting karena bila tidak, bisa berdampak pada tercedrainya
perhelatan Pilkades. Bahkan bisa berdampak lebih luas lagi pada pelaksanaan
Pemilu tahun 2024 yang menjadi perhelatan demokrasi dengan sekala besar dan
luas.
Sekaitan dengan
penetapan pilihan masyarakat sebagai implementasi pemberian mandat memimpin
desa, adalah lumrah pemenang pilkades bukanlah calon yang dipilihnya di bilik
suara karena kalah suara dengan calon lainnya. Dalam konteks ini, kedewasaan
masyarakat pendukung dan pemilih sangat dibutuhkan untuk dapat menerima dengan
lapang dada atas pilihan mayoritas masyarakat desa. Bahkan
kelapangdadaan pun sangat dibutuhkan dimiliki oleh setiap calon yang ikut dalam
kontestasi Pilkades, terutama mereka yang tergasirkan tidak terpilih menjadi
kepala desa dalam perhelatan itu.
Dalam konteks
ini, kita patut mencontoh beberapa calon presiden dan wakil presiden yang
begitu sengit bertarung dalam perhelatan Pilpres beberapa waktu berselang.
Dengan sengitnya pertarungan di antara kandidat, melahirkan ketar-ketir dan
was-was dari berbagai pihak akan keajegan bangsa dan negara ini. Lahirnya rasa
ketar-ketir dan was-was merupakan hal biasa dalam pusaran dinamika pertarungan.
Ternyata, selepas perhelatan Pilpres, para calon saling rangkul dan saling
membantu dalam membangun bangsa dan negara. Dengan sikap kenegarawanan yang
dimilikinya, mereka ikut serta membantu pemerintahan dengan menjadi salah satu
menteri.
Alhasil,
perhatian utama para pemangku kepentingan—panitia pelaksana, pemerintah, pihak
keamanan, para calon, serta masyarakat pendukung dan masyarakat pemilih adalah
membangun kondusifitas kehidupan. Pilkades yang berlangsung saat ini merupakan
simulasi Pemilu tahun 2024 dan harus menjadi pesta rakyat dalam berdemokrasi
guna melahirkan pemimpin desa yang legitimate. DasARSS.