Oleh: Dadang
A. Sapardan
(Camat Cikalongwetan, Kab. Bandung Barat)
Perhelatan
Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) Serentak di Kab. Bandung Barat sudah masuk
pada tahapan hilir. Sebanyak 12 desa yang berkesempatan menyelenggarakan
Pilkades sudah selesai melaksanakan pemilihan pimpinan yang akan menjadi pucuk
pimpinan desa selama 6 tahun ke depan. Pelaksanaan pilkades kali ini menjadi
sangat spesial karena merupakan Pilkades paling akhir menjelang penyelenggaraan
Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2024. Pelaksanaannya merupakan perhelatan di
tengah tahapan Pemilu tahun 2024. Pelaksanaan pilkades kali ini telah menjadi
barometer pelaksanaan Pemilu tahun 2024 yang menjadi perhelatan akbar
masyarakat Indonesia.
Pilkades adalah
sebuah perhelatan pemilihan pemimpin tingkat desa yang menjadi ciri khas tata
pemerintahan di Indonesia. Pemilihan kepala desa sering dimaknai dengan pesta
rakyat dalam kehidupan demokrasi nuansa ke-Indoesia-an. Perhelatan ini menjadi
momentum penting dalam mewadahi kedaulatan, mendorong partisipasi, dan
menguatkan konsolidasi masyarakat. Dengan demikian, pelaksanaan pilkades
menempatka masyarakat sebagai penentu arah kebijakan pemerintahan desa.
Pilkades adalah
pelaksanaan kedaulatan masyarakat di desa dalam rangka memilih kepala desa yang
akan memimpin mereka dalam jangka waktu yang sesuai dengan regulasi. Dalam
regulasi yang masih berlaku saat ini, satu periode jabatan kepala desa selama 6
(enam) tahun.
Pelaksanaanya
dilakukan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Sebagai
implementasi dari pengedepanan kedaulatan rakyat, Pilkades menjadi bentuk
pemberian hak konstitusional kepada masyarakat untuk dapat menentukan sosok pemimpin
pada level desa yang dianggap akan mampu menjadi lokomotif pergerakan
pembangunan di desa.
Dalam konteks
ke-Indonesia-an dengan menempatkan landasan Demokrasi Pancasila, Pilkades
menjadi bagian dari implementasi Demokrasi Pancasila yang merupakan bentuk
demokrasi konstitusional dengan menempatkan kedaulatan rakyat dalam
penyelenggaraan negara dan pemerintahan. Dalam penempatan sosok pimpinan pada
level desa, masyarakat menjadi penentu mutlak pemimpin mereka. Pilkades menjadi
implementasi dari penerapan demokrasi dengan sandaran bahwa semuanya dari
rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Sebagai
implementasi atas amanat regulasi, sebanyak 12 (dua belas) desa telah
melaksanakan Pilkades di tengah keberlangsungan tahapan Pemilu tahun 2024.
Pelaksanaan di tengah tahapan Pemilu tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi
para pemangku kepentingan yang terlibat di dalamnya. Bagaimana perhelatan ini
dapat menjadi sarana yang dapat melahirkan pimpinan legitimated di level
desa.
Selepas
pelaksanaan pemungutan suara oleh masyarakat desa terhadap sosok pimpinan yang
diharapkannya, terdapat beberapa catatan yang memungkinkan dapat dijadikan
dasar perbaikan pada pelaksanaan perhelatan serupa pada waktu mendatang.
Berdasarkan ketentuan yang berlaku, pada tahapan Pemilu tahun 2024, pemerintah
daerah tidak dapat menyelenggarakan pilkades. Pilkades dapat diselenggarakan
kembali selepas pelaksanaan Pemilu tahun 2024. Baru pada tahun 2025, pemerintah
daerah dapat menyelenggarakan perhelatan demokrasi pada level desa.
Sebagai bahan
bagi pelaksanaan Pilkades pada tahun 2025, terdapat beberapa catatan dari
pelaksanaan Pilkades pada 12 desa yang sudah berlangsung. Catatan merupakan
temuan dari dinamika yang terjadi pelaksanaan Pilkades, sehingga harus menjadi
perhatian serius para pemangku kepentingan, terutama pemangku kebijakan.
Dalam tata
pemerintahan Indonesia, keberadaan RT dan RW merupakan simpul masyarakat yang
perannya tidak bisa dianggap sepele. Dalam penetapan daftar pemilih sementara
(DPS) sampai penerbitan daftar pemilih tetap (DPT), Ketua RT dan RW memiliki
peran strategis untuk menginventasisasi, memverifikasi, dan memvalidasi DPS
sehingga menjadi DPT yang benar-benar akurat, berisi data calon pemilih real.
Pada tahapan penetapan DPT inilah panitia pemilihan tidak mungkin
memarginalisasikan sosok Ketua RT dan RW.
Demikian juga
dengan penyebaran DPS dan DPT. Para Ketua RT dan RW, dapat menjadi kepanjangan
tangan panitia pemilihan dalaman menyebarkan DPS dan DPT. Kedua dokumen
dimaksud dapat diinformasikan secara langsung serta dapat disebar pada berbagai
lokasi strategis yang mudah dijangkau masyarakat. Berbagai tempat
penyebarannya, semisal di balai desa, balai RT dan RW, sekitar tempat ibadah,
pasar, tempat kerumunan masa, dan tempat strategis lainnya. Tentunya, para
Ketua RT dan RW harus dibekali pengetahuan yang cukup tentang mekanisme
perbaikan DPS sebelum penerbitan DPT, sehingga mereka akan dapat memberi
penjelasan terhadap masyarakat.
Menyikapi
dinamika era digital dengan masiv-nya penggunaan perangkat android,
panitia pemilihan dimungkinkan memberi ruang yang luas kepada masyarakat untuk
dapat mengecek keberadaan mereka dalam DPS dan DPT. Dengan kewenangan yang
dimiliki, panitia pemilihan dimungkinkan menyiapkan aplikasi pengecekan DPS dan
DPT yang dapat diakses masyarakat dengan basis Nomor Induk Kependudukan (NIK).
Dengan penggunaan aplikasi ini, masyarakat calon pemilih dapat mengecek secara
langsung pada aplikasi yang disediakan.
Fenomena tidak
tercantumnya masyarakat pada DPT menjadi permasalahan krusial yang menguras
energi berbagai pihak. DPT yang menjadi acuan utama telah menjadi tantangan
tersendiri bagi panitia pemilihan karena tidak ada alternatif lain sebagai
acuan bagi calon pemilih yang tidak terdaftar pada DPT untuk melakukan
pemberian suara di bilik suara. Fleksibilatas pemberian suara oleh masyarakat,
sejatinya diberikan untuk meminimalisasi friksi antara panitia pemilihan dengan
masyarakat yang tidak tercantum dalam DPT. Regulasi yang diberlakukan pada
pelaksanaan Pemilu dimungkinkan dapat diadopsi. Payung hukum pelaksanaan
Pilkdes harus secara eksplisit mengungkapkan adanya DPT tambahan atau DPT
khusus sebagai dasar masyarakat melakukan pencoblosan.
Masiv-itas sosialisasi
pelaksanaan Pilkades menjadi hal yang harus dilakukan, sehingga masyarakat
memiliki pemahaman komprehensif.
Sosialisasi terutama terkait dengan pemberian pemahaman akan regulasi
pelaksanaan Pilkades. Selain itu, sosialisasi tentang mekanisme pancantuman
pada DPT, tahapan pemberian suara, dan tahapan Pilkades secara umum pun harus
dilakukan oleh para pemangku kepentingan, terutama panitia pemilihan.
Lagi-lagi, pelaksanaan sosialisasi ini tidak dapat menihilkan peran para Ketua
RT dan RW.
Penguatan
kompetensi para pelaksana pemungutan suara harus mendapat perhatian pula. Ketua
dan anggota KPPS harus dibakali pengetahuan komprehensif tentang pelaksanaan
Pilkades. Dasar yang menjadi acuan mereka dalam bertindak dan bersikap adalah
regulasi yang berlaku. Perlunya pemahaman komprehensif ini harus diberikan
karena mereka dituntut menetapkan kebijakan teknis yang tidak melanggar
regulasi. Penguatan kompetensi ini dimungkinkan melalui sosialisasi, bimbingan
teknis, atau simulasi pelaksanaannya.
Perlu kejelasan
tentang simpul berbagai tahapan pelaksanaan Pilkades yang ditandai dengan
kesepakatan bersama dari para pemangku kepentingan. Kejelasan penetapan simpul
ini menjadi sangat krusial sehingga selepas satu tahapan pada simpul tertentu,
para pemangku kepentingan, terutama para calon kepala desa dan suksesornya
tidak lagi melakukan kaji ulang untuk mempertanyakan tahapan yang sudah dikunci
dengan penetapan kesepakatan bersama.
Uraian di atas
merupakan beberapa catatan untuk dijadikan refleksi dan bahan penyempurnaan
pelaksanaan Pilkades yang akan datang. Pada tahun 2025, pemerintah daerah harus
menyelenggarakan perhelatan demokrasi pada tingkat desa dengan jumlah desa yang
lebih banyak lagi. Catatan tersebut dapat menjadi bahan pada pelaksanaan
Pilkades pada tahun 2025, sehingga harus mendapat perhatian serius para
pemangku kepentingan. DasARSS.