Notification

×

Arsip Blog

PILKADES, SEBUAH REFLEKSI

Sabtu, 08 Juli 2023 | 14.47 WIB Last Updated 2023-07-08T07:53:17Z

 


Oleh: Dadang A. Sapardan
(Camat Cikalongwetan, Kab. Bandung Barat)



Perhelatan Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) Serentak di Kab. Bandung Barat sudah masuk pada tahapan hilir. Sebanyak 12 desa yang berkesempatan menyelenggarakan Pilkades sudah selesai melaksanakan pemilihan pimpinan yang akan menjadi pucuk pimpinan desa selama 6 tahun ke depan. Pelaksanaan pilkades kali ini menjadi sangat spesial karena merupakan Pilkades paling akhir menjelang penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2024. Pelaksanaannya merupakan perhelatan di tengah tahapan Pemilu tahun 2024. Pelaksanaan pilkades kali ini telah menjadi barometer pelaksanaan Pemilu tahun 2024 yang menjadi perhelatan akbar masyarakat Indonesia.

Pilkades adalah sebuah perhelatan pemilihan pemimpin tingkat desa yang menjadi ciri khas tata pemerintahan di Indonesia. Pemilihan kepala desa sering dimaknai dengan pesta rakyat dalam kehidupan demokrasi nuansa ke-Indoesia-an. Perhelatan ini menjadi momentum penting dalam mewadahi kedaulatan, mendorong partisipasi, dan menguatkan konsolidasi masyarakat. Dengan demikian, pelaksanaan pilkades menempatka masyarakat sebagai penentu arah kebijakan pemerintahan desa.

Pilkades adalah pelaksanaan kedaulatan masyarakat di desa dalam rangka memilih kepala desa yang akan memimpin mereka dalam jangka waktu yang sesuai dengan regulasi. Dalam regulasi yang masih berlaku saat ini, satu periode jabatan kepala desa selama 6 (enam) tahun.

Pelaksanaanya dilakukan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Sebagai implementasi dari pengedepanan kedaulatan rakyat, Pilkades menjadi bentuk pemberian hak konstitusional kepada masyarakat untuk dapat menentukan sosok pemimpin pada level desa yang dianggap akan mampu menjadi lokomotif pergerakan pembangunan di desa.

Dalam konteks ke-Indonesia-an dengan menempatkan landasan Demokrasi Pancasila, Pilkades menjadi bagian dari implementasi Demokrasi Pancasila yang merupakan bentuk demokrasi konstitusional dengan menempatkan kedaulatan rakyat dalam penyelenggaraan negara dan pemerintahan. Dalam penempatan sosok pimpinan pada level desa, masyarakat menjadi penentu mutlak pemimpin mereka. Pilkades menjadi implementasi dari penerapan demokrasi dengan sandaran bahwa semuanya dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

Sebagai implementasi atas amanat regulasi, sebanyak 12 (dua belas) desa telah melaksanakan Pilkades di tengah keberlangsungan tahapan Pemilu tahun 2024. Pelaksanaan di tengah tahapan Pemilu tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi para pemangku kepentingan yang terlibat di dalamnya. Bagaimana perhelatan ini dapat menjadi sarana yang dapat melahirkan pimpinan legitimated di level desa.

Selepas pelaksanaan pemungutan suara oleh masyarakat desa terhadap sosok pimpinan yang diharapkannya, terdapat beberapa catatan yang memungkinkan dapat dijadikan dasar perbaikan pada pelaksanaan perhelatan serupa pada waktu mendatang. Berdasarkan ketentuan yang berlaku, pada tahapan Pemilu tahun 2024, pemerintah daerah tidak dapat menyelenggarakan pilkades. Pilkades dapat diselenggarakan kembali selepas pelaksanaan Pemilu tahun 2024. Baru pada tahun 2025, pemerintah daerah dapat menyelenggarakan perhelatan demokrasi pada level desa.

Sebagai bahan bagi pelaksanaan Pilkades pada tahun 2025, terdapat beberapa catatan dari pelaksanaan Pilkades pada 12 desa yang sudah berlangsung. Catatan merupakan temuan dari dinamika yang terjadi pelaksanaan Pilkades, sehingga harus menjadi perhatian serius para pemangku kepentingan, terutama pemangku kebijakan.

Dalam tata pemerintahan Indonesia, keberadaan RT dan RW merupakan simpul masyarakat yang perannya tidak bisa dianggap sepele. Dalam penetapan daftar pemilih sementara (DPS) sampai penerbitan daftar pemilih tetap (DPT), Ketua RT dan RW memiliki peran strategis untuk menginventasisasi, memverifikasi, dan memvalidasi DPS sehingga menjadi DPT yang benar-benar akurat, berisi data calon pemilih real. Pada tahapan penetapan DPT inilah panitia pemilihan tidak mungkin memarginalisasikan sosok Ketua RT dan RW.

Demikian juga dengan penyebaran DPS dan DPT. Para Ketua RT dan RW, dapat menjadi kepanjangan tangan panitia pemilihan dalaman menyebarkan DPS dan DPT. Kedua dokumen dimaksud dapat diinformasikan secara langsung serta dapat disebar pada berbagai lokasi strategis yang mudah dijangkau masyarakat. Berbagai tempat penyebarannya, semisal di balai desa, balai RT dan RW, sekitar tempat ibadah, pasar, tempat kerumunan masa, dan tempat strategis lainnya. Tentunya, para Ketua RT dan RW harus dibekali pengetahuan yang cukup tentang mekanisme perbaikan DPS sebelum penerbitan DPT, sehingga mereka akan dapat memberi penjelasan terhadap masyarakat.

Menyikapi dinamika era digital dengan masiv-nya penggunaan perangkat android, panitia pemilihan dimungkinkan memberi ruang yang luas kepada masyarakat untuk dapat mengecek keberadaan mereka dalam DPS dan DPT. Dengan kewenangan yang dimiliki, panitia pemilihan dimungkinkan menyiapkan aplikasi pengecekan DPS dan DPT yang dapat diakses masyarakat dengan basis Nomor Induk Kependudukan (NIK). Dengan penggunaan aplikasi ini, masyarakat calon pemilih dapat mengecek secara langsung pada aplikasi yang disediakan.

Fenomena tidak tercantumnya masyarakat pada DPT menjadi permasalahan krusial yang menguras energi berbagai pihak. DPT yang menjadi acuan utama telah menjadi tantangan tersendiri bagi panitia pemilihan karena tidak ada alternatif lain sebagai acuan bagi calon pemilih yang tidak terdaftar pada DPT untuk melakukan pemberian suara di bilik suara. Fleksibilatas pemberian suara oleh masyarakat, sejatinya diberikan untuk meminimalisasi friksi antara panitia pemilihan dengan masyarakat yang tidak tercantum dalam DPT. Regulasi yang diberlakukan pada pelaksanaan Pemilu dimungkinkan dapat diadopsi. Payung hukum pelaksanaan Pilkdes harus secara eksplisit mengungkapkan adanya DPT tambahan atau DPT khusus sebagai dasar masyarakat melakukan pencoblosan.

Masiv-itas sosialisasi pelaksanaan Pilkades menjadi hal yang harus dilakukan, sehingga masyarakat memiliki  pemahaman komprehensif. Sosialisasi terutama terkait dengan pemberian pemahaman akan regulasi pelaksanaan Pilkades. Selain itu, sosialisasi tentang mekanisme pancantuman pada DPT, tahapan pemberian suara, dan tahapan Pilkades secara umum pun harus dilakukan oleh para pemangku kepentingan, terutama panitia pemilihan. Lagi-lagi, pelaksanaan sosialisasi ini tidak dapat menihilkan peran para Ketua RT dan RW.

Penguatan kompetensi para pelaksana pemungutan suara harus mendapat perhatian pula. Ketua dan anggota KPPS harus dibakali pengetahuan komprehensif tentang pelaksanaan Pilkades. Dasar yang menjadi acuan mereka dalam bertindak dan bersikap adalah regulasi yang berlaku. Perlunya pemahaman komprehensif ini harus diberikan karena mereka dituntut menetapkan kebijakan teknis yang tidak melanggar regulasi. Penguatan kompetensi ini dimungkinkan melalui sosialisasi, bimbingan teknis, atau simulasi pelaksanaannya.

Perlu kejelasan tentang simpul berbagai tahapan pelaksanaan Pilkades yang ditandai dengan kesepakatan bersama dari para pemangku kepentingan. Kejelasan penetapan simpul ini menjadi sangat krusial sehingga selepas satu tahapan pada simpul tertentu, para pemangku kepentingan, terutama para calon kepala desa dan suksesornya tidak lagi melakukan kaji ulang untuk mempertanyakan tahapan yang sudah dikunci dengan penetapan kesepakatan bersama.

Uraian di atas merupakan beberapa catatan untuk dijadikan refleksi dan bahan penyempurnaan pelaksanaan Pilkades yang akan datang. Pada tahun 2025, pemerintah daerah harus menyelenggarakan perhelatan demokrasi pada tingkat desa dengan jumlah desa yang lebih banyak lagi. Catatan tersebut dapat menjadi bahan pada pelaksanaan Pilkades pada tahun 2025, sehingga harus mendapat perhatian serius para pemangku kepentingan. DasARSS.

 



 

×
               
         
close