Notification

×

Arsip Blog

ROLE MODEL KARAKTER

Sabtu, 12 Agustus 2023 | 20.05 WIB Last Updated 2023-08-12T13:06:14Z

 


Oleh: Dadang A. Sapardan
(Camat Cikalongwetan, Kab. Bandung Barat)


Dalam beberapa bulan belakangan ini ramai diinformasikan pada berbagai kanal media sosial tentang penyimpangan penggunaan tabungan siswa oleh beberapa guru. Jumlah uang tabungan yang digunakan oleh mereka tidaklah sedikit, tetapi mencapai angka yang fantastis, sehingga tidak ayal, menjadi pusat perhatian banyak orang. Tabungan siswa yang disimpangkan bukan saja dari satu tingkat, tetapi dari seluruh tingkat. Yang paling menyesakkan, ternyata raibnya tabungan siswa tersebut tidak terjadi pada satu sekolah, tetapi terjadi pula pada beberapa sekolah lainnya. Tak ayal lagi, kasus tersebut cukup menampar dunia pendidikan yang tengah getol mengampanyekan penguatan karakter siswa melalui penguatan pendidikan karakter. Sebagai konsekwensinya, seluruh guru yang terlibat dalam kasus tersebut harus bertanggung jawab untuk mengganti uang tabungan siswa.


Sudah sangat lama, Kemendikbudristek dengan getol mendorong setiap satuan pendidikan agar membuat formulasi teknis dalam menerapkan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK). Pada berbagai program kurikuler yang dirancang dan diterapkan setiap satuan pendidikan, penekanan pada penguatan karakter siswa harus tersurat dan diimplementasikan dalam proses pembelajara. Langkah tersebut dilakukan dalam upaya membentuk karakter siswa sehingga akan tumbuh menjadi sosok berkualitas. Dalam konteks profil pelajar Pancasila, muara dari proses pendidikan pada satuan pendidikan, setiap siswa harus beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia; berkebhinekaan global; bergotongrotong; kreatif; bernalar kritis; serta mandiri.


Mengacu pada regulasi yang berlaku, upaya mendorong bertumbuh dan berkembangnya karakter terhadap setiap siswa dapat dilakukan melalui tiga strategi, yaitu berbasis kelas, berbasis budaya sekolah, serta berbasis masyarakat. Ketiga strategi dimaksud harus diimplementasikan secara sinergis oleh satuan pendidikan dengan mendapat dukungan optimal dari berbagai pemangku kepentingan pendidikan. Dengan sinergitas dan kegotongroyongan dari berbagai pemangku kepentingan pendidikan, penumbuhan dan pengembangan karakter pada siswa akan dengan mudah terlaksana. Hal itu, harus dilakukan dalam upaya meminimalisasi gap yang terjadi di dalam kehidupan yang dialami setiap siswa. Semua lini kehidupan harus menunjukkan linieritas penerapan program yang mengarah pada penguatan karakter siswa.


Dalam penguatan pendidikan karakter berbasis budaya satuan pendidikan, secara eksplisit diungkapkan kewajiban pemberian teladan oleh guru, tenaga kependidikan, serta pemangku kepentingan pendidikan lainnya. Setiap warga satuan pendidikan, tanpa terkecuali harus mampu mengedepankan keteladanan. Tuntutan tersebut terutama diarahkan kepada setiap guru. Guru sebagai aktor utama dalam proses pendidikan harus menjadi sosok ideal dalam pemberian keteladanan terhadap seluruh siswa. Guru harus menjadi sosok terdepan dalam memberi keteladanan terhadap siswa, termasuk terhadap setiap warga satuan pendidikan lainnya.


Pemberian keteladanan sangat penting diimplementasikan dalam upaya mempermudah keterlahiran sikap dan perilaku setiap siswa yang sesuai dengan karakter yang diharapkan. Keteladanan merupakan penanaman sikap dan perilaku positif melalui tampilan role model oleh pihak-pihak tertentu. Role model penerapan karakter dalam konteks satuan pendidikan tentunya harus ditampilkan oleh guru, tenaga kependidikan, serta warga satuan pendidikan lainnya, sehingga menjadi acuan bagi setiap siswa.


Keteladanan melalui role model dimungkinkan menjadi strategi tepat dalam memengaruhi setiap siswa agar mampu mengembangkan potensinya dengan optimal. Role model yang ditampilkan dalam ekosistem satuan pendidikan akan besar pengaruhnya terhadap bertumbuh dan berkembangnya karakter para siswa. Role model yang diperlihatkan oleh warga satuan pendidikan menjadi refleksi bagi setiap siswa, sehingga mereka memiliki acuan yang layak ditiru dan dapat diadopsi dalam ranah kehidupan lain, di luar satuan pendidikan.



Penampilan warga sekolah sebagai role model ini merupakan strategi yang patut dilakukan dalam upaya mendorong keberlangsungan program. Berbagai program yang diterapkan satuan pendidikan tidaklah terarah secara parsial untuk siswa semata, tetapi harus pula menyasar seluruh warga satuan pendidikan, terutama guru. Guru harus menjadi pemberi contoh yang baik dalam bersikap, berperilaku, dan bertutur kata bagi seluruh siswanya. Guru harus menjadi role model dalam menerapkan karakter seperti yang diamanatkan regulasi.


Akan halnya dengan kasus raibnya tabungan yang melanda para siswa dengan beberapa gelintir guru yang menjadi pelakunya, kejadian tersebut menjadi tamparan keras bagi dunia pendidikan. Tamparan bukan saja bagi satuan pendidikan dimaksud, tetapi tamparan bagi seluruh pemangku kepentingan dalam ranah pendidikan. Perilaku yang diperlihatkan guru merupakan perilaku yang kontradiktif dengan kebijakan penguatan karakter yang selama ini didorong untuk diimplementasikan oleh setiap satuan pendidikan.


Kejadian yang menguras energi berbagai pihak tersebut sudah selayaknya menjadi cermin bagi setiap pemangku kepentingan pendidikan bahwa penguatan karakter bukan saja kewajiban yang harus diterapkan dan dimiliki oleh setiap seiswa, tatapi harus diterapkan dan dimiliki oleh seluruh warga satuan pendidikan. Program yang diterapkan harursah komprehensif, menyasar seluruh elemen yang terlibat dalam satuan pendidikan, bahkan harus pula menyasar setiap elemen pemangku kebijakan pendidikan. Warga satuan pendidikan dan pemangku kepentingan lainnya harus menjadi role model kepemilikan karakter. ****DasARSS.





×
               
         
close