Oleh: H. Dadang
A. Sapardan,M.Pd.,Kp
(Camat Cikalongwetan, Kab. Bandung Barat)
Selang
beberapa bulan yang lalu kanal media sosial diramaikan dengan informasi akan
berdirinya patung Ir. Soekarno di Freedom Park yang berada di Kecamatan
Cikalongwetan. Patung yang tingginya mencapai 100 meter tersebut direncanakan
dibangun pada lahan seluas 1.270 Ha eks. perkebunan Walini yang berada di bawah
pengelolaan PTPN VII. Investor yang menggelontorkan dana untuk pembangunan
kawasan dimaksud adalah pihak swasta. Berbagai pandangan dari berbagai pihak
menyeruak terkait rencana tersebut. Pandangan yang bergulir dalam dua dikotomi,
yaitu pihak yang setuju dan pihak yang menolak. Hingga saat ini, wacana
pembangunan patung tersebut masih terus bergulir, sekalipun tidak seramai
beberapa bulan sebelumnya.
Pada awal rencana pembangunan Kereta
Cepat Bandung Jakarta (KCJB) atau saat itu terkenal dengan Kereta Cepat
Indonesia China (KCIC), kawasan eks perkebunan Walini menjadi lokasi yang
diproyeksikan untuk pembangunan salah satu stasiun pemberhentian KCJB untuk
wilayah Bandung raya. Namun, seiring dengan perkembangan yang berlangsung,
kebijakan Pemerintah berubah drastis. Rencana itu gagal total karena ada
pengalihan pembangunan stasiun menjadi di stasiun Padalarang.
Perubahan kebijakan Pemerintah
tersebut memupuskan harapan masyarakat Cikalongwetan untuk memiliki stasiun
pemberhentian KCJB. Pengalihan pembangunan stasiun pemberhentian ke stasiun
Padalarang menyurutkan semangat masyarakat Cikalongwetan untuk dapat meraup side
effect dari pembangunan stasiun KCJB. Harapan untuk berada pada pusaran
pengembangan wilayah menjadi terhapus begitu saja.
Seiring dengan perjalanan waktu, salah
satu investor swasta membuat perencanaan untuk membangun kawasan yang tadinya
diproyeksikan untuk pembangunan stasiun pemberhentian KCJB tersebut menjadi
sebuah destinasi wisata dengan icon patung Ir. Soekarno. Sebuah patung
yang diharapkan menjadi magnet wisatawan seperti halnya patung Garuda Wisnu
Kencana (GWK) di Bali. Berkenaan dengan rencana dari investor swasta tersebut,
semangat masyarakat Cikalongwetan mulai bangkit kembali. Harapan untuk
memperoleh side effect dari pembangunan patung tersebut tumbuh kembali.
Keberadaan patung Ir. Soekarno pada
lahan yang akan menjadi Freedom Park dimungkinkan akan menjadi episentrum
pembangunan yang berimbas pada wilayah sekitar. Kawasan terpadu yang bukan saja
menyajikan destinasi wisata tersebut akan menjadi magnet kuat yang menarik
minat setiap orang untuk dapat singgah dan berkunjung pada beberapa wilayah
lainnya di Cikalongwetan, termasuk beberapa destinasi wisata lokal.
Fenomena ini harus ditangkap sebagai
sebuah peluang yang baik guna mengembangkan taraf hidup dalam konteks melakukan
pemberdayaan masyarakat. Dengan keberadaan destinasi wisata bertaraf nasional
tersebut, bisa jadi dapat menghidupkan destinasi wisata lokal dengan nuansa
alami yang berada di sekitar Cikalongwetan. Keberadaannya bisa menjadi penopang
destinasi wisata Freedom Park dengan patung Ir. Soekarno sebagai icon-nya.
Kaitan dengan potensi
wisata lokal yang dimiliki, di Kecamatan Cikalongwetan terdapat cukup banyak
potensi wisata lokal yang dapat dikembangkan lebih baik lagi. Hampir seluruh
desa di Kecamatan Cikalongwetan memiliki potensi yang bagus sebagai destinasi
wisata lokal dengan nuansa alami. Beberapa potensi wisata yang dimaksud adalah Bobojong
di Desa Kanangasari, Bukit Senyum di Desa Cipada, Villa Kaca Mentras di Desa
Mandalamukti, Cisaladah di Desa Ganjarsari, Sindang Geulis Kahuripan di Desa
Ganjarsari, Saksaat di Desa Mekarjaya, Pabrik Teh Panglejar di Desa Cisomang
Barat, Curug Cijambur di Desa Puteran, Pasir Karaton di Desa Mekarjaya, Loseng
Munjul di Desa Cikalong, dan Hutan Pinus di Desa Tenjolaut.
Penguatan
sektor wisata lokal merupakan salah satu core program yang menjadi tugas
pemerintah desa. Setiap pemerintah desa
memiliki amanah untuk menyelenggarakan pemerintahan desa, melaksanakan
pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat
desa. Mendorong laju berkembangnya wisata lokal merupakan langkah strategis
dalam mengoptimalkan kepemilikan potensi guna melakukan pemberdayaan masyarakat
desa.
Pemberdayaan
masyarakat menjadi upaya yang dilakukan setiap pemangku kepentingan guna
memberi motivasi dan dorongan terhadap masyarakat agar mampu menggali dan
mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. Selain itu, mereka dituntut pula untuk
memiliki keberanian dalam mengembangkan diri sehingga tumbuh kemandirian
sehingga tidak memiliki ketergantungan pada pihak lain. Kemandirian masyarakat
menjadi muara dari upaya pemberdayaan masyarakat yang dilakukan para pemangku
kepentingan.
Untuk sampai
pada arah kemandirian melalui upaya pemberdayaan masyarakat memang bukanlah
upaya yang dapat dilakukan dengan mudah. Berbagai strategi dan energi harus
dicurahkan untuk mencapainya. Langkah ini tidaklah semudah membalikkan telapak
tangan. Salah satu langkah yang mungkin dapat dilakukan adalah mengoptimalkan
pengelolaan potensi wisata lokal yang dimiliki, sehingga masyarakat dapat
merasakan manfaat dari keberadaannya.
Sampai saat ini
beberapa potensi wisata lokal tersebut belum dapat menjadi magnet penarik para
wisatawan guna mengunjunginya. Padahal, berbagai destinasi wisata lokal
tersebut didominasi oleh nuansa alami yang dapat menarik para wisatawan,
terutama mereka yang berasal dari perkotaan. Pengelolaan destinasi wisata lokal
tersebut masih mengandalkan sumber daya manusia yang ada dengan tingkat
kemampuan pengembangan kawasan wisata yang terbatas.
Sekalipun
demikian, kunjungan pada beberapa destinasi wisata lokal pada setiap hari libur
masih tetap berlangsung. Pada hari libur, para wisatawan yang didominasi kaum
muda datang berkunjung ke berbagai destinasi wisata tersebut. Kedatangan para
wisatawan yang berusia belia tersebut dimungkinkan karena mereka bisa sampai
dengan mengendarai sepeda motor.
Beberapa
peluang untuk lebih mengembangkan berbagai destinasi wisata tersebut agar
menjadi tujuan wisata lokal dimungkinkan dapat dilakukan dengan pemanfaatan
kewenangan pemerintah desa. Sebagai pemangku kepentingan kewilayahan,
pemerintah desa yang menjadi tempat keberadaan berbagai destinasi wisata
tersebut memiliki kesempatan yang luas agar dapat mengembangkannya lebih baik
lagi. Pemerintah desa dapat memberdayakan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) untuk
menjadi motor penggerak menggeliatnya wisata lokal di Cikalongwetan. Bahkan,
bila memungkinkan, pemerintah desa dapat mensinergiskan Bumdes untuk bekerja
sama dengan investor.
Berbagai
kendala guna melakukan pengembangannya memang dihadapi, di antaranya
pengelolaan yang belum profesional, sarana dan prasarana jalan yang belum
mendukung, promosi yang hanya seadanya, serta belum terpadunya destinasi
wisata. Ketika kendala dimaksud bisa dipecahkan oleh para pemangku kepentingan,
bukan tidak mungkin destinasi wisata di Cikalongwetan akan lebih menggeliat.
Upaya mendorong
destinasi wisata lokal sehingga menjadi tujuan para wisatawan perlu terus
dilakukan oleh para pemangku kepentingan. Berbagai langkah strategis, terutama
penataan sarana dan prasarana harus mendapat perhatian serius. Menggeliatnya
berbagai potensi wisata lokal dimungkinkan dapat berdampak terhadap kehidupan
masyarakat sekitar, terutama taraf kehidupan perekonomiannya. ****DasARSS.