Oleh: Dadang
A. Sapardan
(Camat Cikalongwetan, Kab. Bandung Barat)
Dahulu,
semasa aktif di kegiatan kemahasiswaan, sering mengikuti diskusi tidak resmi
dengan para mahasiswa senior. Dengan kapasitas mahasiswa yunior, tentunya tidak
banyak yang diungkapkan dalam forum diskusi. Hal itu terjadi karena kesadaran
level pengetahuan yang berada di bawah mereka sehingga tidak mampu untuk
mengimbangi pemikiran para senior dalam mengungkapkan ide-idenya. Diskusi yang
masih teringat adalah bahasan tentang polemik yang berlangsung di koran melalui
tulisan artikel. Seluruh peserta diskusi yang di antaranya para penulis polemik
tersebut mengungkapkan berbagai gagasan yang pada akhirnya menjadi tulisan
artikel di koran dimaksud. Polemik tersebut bisa berlangsung cukup lama, karena
artikel dengan argumentasi tentang topik yang sama cukup banyak dikirimkan para
penulisnya, terutama penulis dari komunitas diskusi.
Polemik menjadi
sebuah diksi yang sering digunakan untuk mengungkapkan pertarungan pemikiran
para penggagasnya. Berbagai pemikiran meluncur deras saling beradu dengan
argumentasinya masing-masing. Pertarungan pemikiran tersebut menjadi sesuatu
yang lumrah di kalangan mahasiswa dan akademisi. Pertarungan pemikiran melalui
polemik menjadi ajang mengasah ketajaman pengolahan pemikiran sehingga dapat
memberikan pencerahan.
Adalah sebuah
kondisi lumrah dan wajar, pertarungan pemikiran terjadi di kalangan mahasiswa.
Tidak sedikit forum-forum diskusi kecil diselenggarakan oleh mereka untuk
mendapatkan formulasi tepat atas pokok bahasan polemik. Sebagai calon pemimpin
masa depan, mengasah pemikiran dan mengadu argumen menjadi ajang pembelajaran
dan ajang perluasan wawasan. Kondisi demikian menjadi sebuah dinamika yang
berlangsung terus dengan tanpa mengenal ruang dan waktu.
Mengacu pada
Wikipedia, polemik adalah sejenis diskusi atau perdebatan sengit yang diadakan
di tempat umum atau media massa berbentuk tulisan. Polemik menjadi sesuatu yang
dengan mudah ditemukan dalam berbagai kanal media masa, terutama televisi.
Tayangan dengan nuansa polemik menjadi sangat seksi untuk menjadi bagian dari
kemasan program televisi.
Berbagai
tayangan acara televisi dikemas sedemikian rupa sehingga perseteruan yang
berlangsung menjadi sangat menarik bagi setiap penontonnya. Lahirnya keseruan
dari pengisi acara merupakan target utama dari manajemen stasiun televisi.
Kemasan keseruan acara yang dilakukan oleh manajemen stasiun televisi
dimaksudkan untuk mendongkrak kenaikan ratting acara yang ditayangkannya.
Fenomena polemik, terjadi pula pada kalangan pemimpin dan tokoh bangsa, bahkan tidak pada level pusat, pada level daerah pun, fenomena demikian berlangsung pula. Pertarungan pemikiran dalam forum tertentu terasa sekali begitu seru sehingga dalam pandangan beberapa pihak, perseteruan yang sangat tajam tersebut berlangsung tidak hanya pada forum itu tetapi berlangsung pula di luar forum.
Namun,
perseteruan pada beberapa forum diskusi tersebut, lain cerita saat acara telah
usai. Perseteruan yang terjadi tidak berlanjut di luar forum diskusi. Melihat behind
the scenes dari tayangan forum diskusi, di antara mereka yang sebelumnya
terlihat sangat ngotot dengan argumentasinya masing-masing, pada kenyataannya
sangatlah akur. Kengototan yang diperlihatkan pada tayangan forum diskusi,
tidak berlangsung selepasnya.
Perseteruan
sengit yang sering terlihat, bisa disaksikan dalam pertandingan sepak bola.
Setiap pemain bertarung dengan sangat ngotot untuk dapat memenangkan
pertandingan. Kesengitan pertarungan tersebut berubah drastis, saat wasit
meniup peluit panjang yang menandai bahwa pertandingan telah selesai. Fenomena
ini menjadi pelajaran berharga bagi setiap penonton bahwa kengototan setiap
pemain hanya dapat diperlihatkan saat berlangsungnya pertandingan.
Kenyataan
seperti pada pertandingan sepak bola inilah yang harus diperlihatkan kepada
masyarakat. Berbagai argumen yang sifatnya menyerang pihak lawan diskusi hanya
terlontar saat diskusi berlangsung. Selepas diskusi, semuanya mencair. Tensi
tinggi saat diskusi mengalami penurunan drastis.
Pada beberapa
bulan mendatang rakyat Indonesia akan menghadapi Pemilihan Umum (Pemilu).
Pemilu yang disebut pula pesta rakyat untuk mengimplementasikan hak demokrasi
setiap rakyat dalam memilih pemimpin untuk 5 tahun ke depan. Dari waktu ke waktu
Pemilu menjadi menjadi pemicu kekhawatiran akan lahirnya disharmoni pada
masyarakat, sehingga perhelatan ini menjadi tantangan tersendiri bagi para
pemangku kepentingan, terutama Pemerintah. Tantangan mengarah upaya untuk
menjaga stabilitas kehidupan berbangsa dan bernegara dalam upaya menjaga
keutuhan NKRI.
Dalam
pelaksanaan Pemilu yang akan berlangsung dalam waktu tidak lama lagi,
pertarungan seru terjadi pada pemilihan presiden dan wakil presiden. Pemilihan
presiden dan wapres seakan telah mendominasi dinamika ke-Pemilu-an dan
mengesampingkan pemilihan anggota legislatif, baik pusat maupun daerah.
Berbagai kanal informasi daring dan luring dipenuhi dengan tayangan pemilihan
presiden dan wapresnya.
Karena seksinya
pemilihan presiden dan wapres, bibit-bibit lahirnya friksi di kalangan
masyarakat mulai bertumbuhan. Sejalan dengan mulai tumbuhnya friksi tersebut,
pada beberapa waktu yang lalu Presiden mengundang ketiga calon presiden untuk
makan siang bersama. Nuansa keakraban di antara mereka telah diperlihatkan saat
berlangsungnya pertemuan dengan kemasan makan siang tersebut. Tampilnya mereka
duduk bersama dan makan bersama dalam satu meja, melahirkan suasana sejuk
sehingga menjadi penangkal bertumbuhnya bibit-bibit friksi di kalangan
masyarakat.
Konteks behind
the scenes atau istilah lainnya di balik layar harus diperlihatkan kepada
masyarakat sebagai bagian dari pendidikan politik. Pertarungan sengit hanya
diperlihatkan oleh para petarung di gelanggang. Sekeluar dari pertarungan
tersebut, kengototan yang diperlihatkan di gelanggang tidaklah berlanjut.
Alhasil, berbagai framing tampilan yang menyejukkan harus terus dikemas dalam upaya meredam bertumbuhnya bibit friksi menjadi besar. Tidak dipungkiri bahwa sebagian dari masyarakat sering terbawa emosi saat melihat fenomena sengitnya kontestasi pemilihan presiden dan wapres. Emosi yang lahir saat kontestasi berlangsung tidak menutup kemungkinan terbawa terus, sehingga harus dapat diredam agar tidak berlangsung lama. ***