Oleh: Dadang
A. Sapardan
(Camat Cikalongwetan, Kab. Bandung Barat)
Selama
beberapa bulan ke belakang ini, konsentrasi dicurahkan pada tahapan pelaksanaan
Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2024. Pelaksanaan Pemilu tahun 2024 merupakan pelaksanaan
yang sangat panjang dan akan sangat melelahkan karena dalam rentang tahun 2024
seluruh konsentrasi akan dicurahkan pada pemilihan umum yang terdiri dari
pemilihan presiden dan wakilnya, anggota DPR-RI, DPRD Provinsi, DPRD
Kabupaten/Kota, DPD-RI, dan ditutup dengan pemilihan kepala daerah (Gubernur
dan Bupati/Walikota). Tahapan demi tahapan telah dilalui dengan baik oleh para
pemangku kepentingan. Mendekati proses pelaksanaannya, riak-riak dinamika
pemilihan Pemilu 2024 sudah mulai terasa. Sekalipun demikian, kondusifitas
masih tetap terjaga. Tingkat kedewasaan masyarakat dalam berpolitik masih
berada di ambang batas toleransi.
Dalam Rapat
Kerja yang dihadiri oleh seluruh kepala daerah se-Indonesia, Presiden, Jokowi
menyampaikan beberapa amanat terkait dengan keberlangsungan program Pemerintah.
Presiden mewanti-wanti seluruh kepala daerah untuk berkonsentrasi pada dinamika
yang saat ini sedang dan akan terjadi di Indonesia. Dinamika yang terjadi harus
dapat disikapi dengan penerapan berbagai program strategis dengan dukungan dari
berbagai pemangku kepentingan. Termasuk dukungan optimal dari seluruh lapisan
masyarakat. Salah satu program strategis yang harus dibangun adalah menjaga
stabilitas politik dan keamanan dalam Pemilu 2024.
Demikian pula
dengan arahan terhadap para penjabat kepala daerah, salah satu yang disampaikan
terkait keberlangsungan Pemilu 2024. Seluruh peserta harus berkonsentrasi
mensuport pelaksanaan Pemilu 2024 dan sesegera mungkin meredam riak-riak
bernuansa politik yang terjadi di daerahnya masing-masing. Tentunya, riak-riak
yang terjadi di antaranya dilatari dengan kontestansi Pemilu 2024.
Arahan yang
disampaikan oleh Presiden pada kedua moment rapat tersebut sangat krusial
karena kontestansi pada Pemilu dimungkinkan menjadi ajang pemantik lahirnya disharmoni
di antara masyarakat. Pengalaman telah membuktikan bahwa menjelang dan selepas
pelaksanaan Pemilu riak-riak dinamika dalam kehidupan masyarakat selalu terasa
mewarnai kehidupan dalam jangka waktu yang tidak sebentar. Antusiasme
masyarakat dalam ikut mewarnai riuh rendah pelaksnaan Pemilu menjadi fenomena
yang tidak dapat cepat terhenti, sekalipun Pemilu telah berlalu.
Sebagai amanat
regulasi, pelaksanaan Pemilu tahun 2024 menjadi tantangan tersendiri bagi para
pemangku kepentingan yang terlibat di dalamnya. Tantangan mengarah upaya untuk
menjaga stabilitas ketentraman dan ketertiban umum (tramtibum) dalam kehidupan
masyarakat. Tugas menjaga tramtibum menjadi core yang harus diperhatikan
oleh para pemangku kepentingan mulai dari pusat sampai dengan daerah.
Upaya tersebut
menjadi hal yang harus diperhatikan karena berkaca pada pengalaman yang sudah
berlalu, friksi antarmasyarakat pendukung calon tidak jarang terjadi,
bahkan terus berlanjut. Friksi antarmasyarakat secara personal maupun kelompok
masih tetap berlangsung sekalipun perhelatan Pemilu sudah berlalu dalam rentang
yang cukup lama.
Fenomena
demikian harus mendapat perhatian dari seluruh pemangku kepentingan karena
Pemilu merupakan pesta demokrasi, dalam upaya mengukuhkan keberlangsungan NKRI.
Pemilu menjadi ajang yang legitimet dalam menentukan sosok pemimpin untuk 5
tahun ke depan.
Upaya untuk
melahirkan kondisi tramtibum harus terus dijaga oleh seluruh pemangku
kepentingan dalam pelaksanaan Pemilu. Untuk menjaga tramtibum menjadi sangatlah
penting karena bisa berdampak pada tercedrainya perhelatan Pemilu.
Untuk mencapai
hal demikian, berbagai pemangku kepentingan harus mengedepankan integritas dan
kualitas dalam pelaksanaannya. Siapapun yang terlibat dalam perhelatan ini sudah
selayaknya mendorong agar pelaksanaan Pilkades benar-benar berintegritas dan
berkualitas.
Dalam kaitan
dengan integritas dalam pelaksaannya, seluruh penyelenggara dan para pemangku
kepentingan harus berpegang pada pelahiran sikap netral dan fairness. P enyelenggara,
pemerintah, serta pihak keamanan yang terlibat di dalamnya harus menjaga
netralitas dalam pelaksanaannya. Semua pihak harus menjaga diri agar tidak
memperlihatkan keberpihakan pada calon tertentu. Semua calon harus diperlakukan
sama. Netralitas menjadi sangat penting karena keberpihakan pemangku
kepantingan dalam pelaksanaan perhelatan ini akan menjadi pemicu lahirnya
ketidakpuasan dari pihak-pihak tertentu.
Selain itu,
sikap fairness harus pula dibangun oleh setiap calon dan masyarakat
pemilih. Mereka harus dapat memaklumi dan menerima berbagai keputusan yang
telah disepakati bersama. Mereka harus menerima setiap hasil akhir yang
dilahirkan dari kesepakatan masyarakat melalui proses pemilihan. Bahkan, mereka
harus berlapang dada terhadap setiap keputusan akhir dari proses pemilihan yang
dilakukan masyarakat. Setiap calon dan masyarakat pemilih harus mempersiapkan
diri untuk dapat menerima hasil akhir, sekalipun hasil akhirnya terasa pahit.
Selain itu,
pelaksanaan Pemilu yang dilaksanakan harus pula terlahir menjadi sebuah proses
demokrasi yang mengedepankan kualitas. Seluruh pemangku kepentingan harus
menjaga agar pelaksanaannya benar-benar berkualitas. Beberapa indikator
kualitas pelaksanaannya adalah adanya kompetisi gagasan atau program dari
setiap calon, berlangsung dalam suasana sejuk dan menggembirakan, menyerap
biaya kampaye rendah, tidak terdapat pelanggaran berarti, partisipasi
masyarakat sebagai pemilik hak pilih tergolong tinggi, serta berlangsung secara
langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil (luber).
Kedua indikator
keberlangsungan Pemilu tersebut harus menjadi perhatian utama setiap
penyelenggara, pemerintah, pihak keamanan, para calon, para pendukung, serta
masyarakat pemilih. Pemilu dengan serapan biaya tinggi dan energi banyak harus
berbuah hasil yang benar-benar akuntabel dan legitimate menurut
konstitusi. ****DasARSS.