Oleh: H. Dadang
A. Sapardan, M.Pd
(Camat Cikalongwetan, Kab. Bandung Barat)
Beberapa
waktu lalu sempat ngobrol santai di sela-sela istirahat kegiatan. Obrolan
mengarah pada fenomena yang terjadi dalam kaitan pemberian pelayanan dari
birokrasi pemerintahan terhadap masyarakat. Berbagai pengalaman menarik dalam
pemberian pelayanan terungkap dalam obrolan tersebut. Pengalaman dari pemberian
pelayanan yang bernuansa KKN hingga pelayanan yang benar-benar didasari
dorongan sebagai bagian dari kewajiban atas posisi yang dipegangnya. Pemberian
pelayanan dari elemen birokrasi selama ini masih distigmaisasi kurang baik.
Dalam pemberian pelayanan, masih ditemukan pemosisian masyarakat pada level
inferior sedangkan elemen birokrasi
dalam level superior. Fenomena demikian, tidaklah banyak tetapi harus terus
dikikis untuk dinihilkan.
Pemerintahan
merupakan lembaga eksekutif yang bertugas mengeksekusi berbagai kebijakan yang
telah dirancang dan disahkan oleh lembaga legislatif. Sebagai pengeksekusi
berbagai kebijakan, salah satu core yang menjadi tugas pokok pemerintah
adalah pemberian pelayanan secara optimal terhadap masyarakat yang berada di
bawah naungannya.
Dalam kapasitas
sebagai pemberi pelayanan, setiap elemen pada birokrasi pemerintahan—terutama
sosok yang berhubungan langsung dengan masyarakat—terposisikan pada garis depan
(garda) pelayanan. Mereka menjadi refleksi dari tampilan kualitas pelayanan
yang diberikan oleh lembaga dimaksud. Melalui layanan merekalah, akan terbangun
tingkat kepuasan masyarakat.
Baca juga:PERAN PEMANGKU KEBIJAKAN
Pemerintah dituntut
untuk dapat menampilkan setiap setiap staf sebagai sosok yang sesuai dengan
kebutuhan kekinian. Setiap staf dari level pucuk pimpinan sampai level bawah dituntut
menjadi sosok tangguh yang dapat diandalkan dalam menghadapi fenomena kehidupan
saat ini. Pada era global ini, mereka harus menjadi sosok yang linier dengan
kebutuhan kekinian. Mereka harus mampu menjalankan roda birokrasi pemerintahan yang
yang melayani.
Setiap ASN
harus menjadi sosok BerAKHLAK sebagai core value ASN. BerAKHLAK
yang menjadi tuntutan pemerintah terhadap setiap ASN, merupakan akronim dari
Berorientasi pelayanan, akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, serta
Kolaboratif. Upaya melahirkan core
value demikian, ditopang dengan lahirnya employer branding, Bangga
Melayani Bangsa.
Sebagai lembaga
yang menaungi setiap ASN, pemerintah memiliki tanggung jawab moral untuk dapat
menampilkan ASN yang sesuai dengan kebutuhan zaman, yaitu ASN yang mampu
melayani. Mereka harus menjadi sosok pemberi pelayanan optimal terhadap
masyarakat. Untuk mencapai core value dan employer branding
dimaksud bukanlah perkara mudah seperti halnya membalikkan telapak tangan.
Berbagai langkah harus diterapkan oleh para pemangku kepentingan.
Berkenaan
dengan tampilan profil demikian, tentunya tuntutan tidak dimaksudkan kepada ASN
semata, tetapi dimaksudkan pula bagi seluruh personal pada elemen birokrasi
pemerintahan. Semuanya, tanpa terkecuali dituntut memiliki profil
demikian. Dalam upaya tersebut, langkah
pertama yang harus dilakukan adalah melaksanakan self assessment. Dengan
langkah demikian, mereka akan memiliki base line kepemilikan profil secara
personal, maupun secara kolektif. Hasil self assessment dalam bentuk base
line tersebut dapat dijadikan rujukan dasar untuk penguatan terhadap profil
yang sesuai kebutuhan dan perbaikan terhadap profil yang belum sesuai dengan
harapan.
Baca juga: SARING DAN SHARING
Untuk
mendapatkan base line dimaksud tidak hanya mengandalkan dorongan
internal dari mereka, tetapi harus disuport oleh pimpinan dari setiap
lembaga birokrasi. Melalui kekuatan pengaruh pimpinan, dimungkinkan diperoleh base
line kolektif yang menggambarkan potret nyata seluruh elemen pada lembaga
dimaksud. Dengan perolehan base line sebagai data dasarnya, pimpinan
lembaga akan dapat menyusun program kolektif guna mentreatment berbagai
kelemahan yang dimiliki setiap ASN dan non-ASN di bawah naungannya.
Upaya melakukan
perubahan, tidaklah bisa menyandarkan diri terhadap inisiatif yang datang dari
mereka. Sesuai dengan fitrah kemanusiaan, dimungkinkan masih ada sosok yang
tidak mau dan tidak mampu berubah guna menyesuaikan dengan kebutuhan kekinian.
Keengganan biasanya dibarengi dengan berbagai alasan. Sosok inilah—selain
tentunya sosok lain pun—yang harus diintervensi dengan kebijakan setiap
pimpinan melalui penerapan treatment yang sesuai dengan kebutuhan.
Harapan untuk
dapat merealisasikan core value dan employer branding dimaksud
tidaklah dapat ditopang dengan semangat semata, tapi harus dibuat political
will dari setiap pemangku kepentingan, terutama pimpinan lembaga birokrasi
yang menaungi setiap ASN dan non-ASN. DasARSS.