Oleh: Dede Setiawan & Agus Ruslan
A. Mengenal Komunitas Praktisi
Memasuki era abad 21, di mana bekerja bersama orang lain
dengan baik atau dalam istilah kolaborasi adalah salah satu keterampilan yang
paling berharga dan dicari. Bentuk respons di dunia pendidikan saat ini, yaitu
pengajar di seluruh dunia memberikan pembelajaran yang makin kolaboratif.
Menjadi tenaga pendidik profesional, guru memiliki peranan
yang sangat penting dalam meningkatkan mutu lulusan melalui peningkatan mutu
pembelajaran. Makin berkembangnya paradigma baru yang bermuara akan kebebasan
berpikir untuk melahirkan murid yang aktif, kreatif, dan inovatif. Guru
bukanlah orang yang segala tahu, guru tidaklah sempurna apalagi tanpa
kekurangan.
Setiap guru memiliki kelebihan namun juga memiliki
keterbatasan sehingga dalam hal ini strategi yang diambil adalah guru dapat
menggiatkan komunitas praktisi/belajar selain sebagai pengembangan profesi yang
berkelanjutan.
Praktisi pendidikan adalah profesional yang bekerja di
sektor pendidikan dan memiliki pengalaman praktis dalam melakukan tugas
tertentu, seperti mengajar, memimpin sekolah, atau mengelola program
pendidikan. Mereka memiliki pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh melalui
pengalaman dan pelatihan, dan dapat memberikan solusi praktis untuk
masalah-masalah pendidikan.
Istilah Komunitas Praktisi diperkenalkan oleh Etienne Wenger
dalam bukunya Community of Practice. Wenger menyebut bahwa komunitas praktisi
“Sekelompok individu yang memiliki semangat dan kegelisahan yang sama tentang
praktik yang mereka lakukan dan ingin melakukannya dengan lebih baik dengan
berinteraksi secara rutin” (Wenger, 2012). Praktik yang dimaksud bergantung
pada konteks peran sehari-hari anggota komunitas praktisi. Praktik dalam
komunitas praktisi guru dapat berupa praktik mengajar dan interaksi dengan
murid atau orang tua.
Komunitas praktisi mempunyai beberapa tujuan, antara lain:
Mengedukasi anggota dengan mengumpulkan dan berbagi informasi yang berkaitan
dengan masalah dan pertanyaan tentang praktik pengajaran dan pembelajaran; Memberi
dukungan pada anggota melalui interaksi dan kolaborasi sesama anggota,
mendampingi anggota untuk memulai dan mempertahankan pembelajaran mereka;
Mendorong anggota untuk menyebarkan capaian anggota melalui diskusi dan berbagi
mengintegrasikan pembelajaran yang didapatkan dengan pekerjaan sehari-hari.
Sebuah komunitas praktisi yang berdiri di bawah naungan
sekolah pelaksana Program Sekolah Penggerak (PSP) angkatan 1 SD Negeri Citalem.
Komunitas ini dibentuk sebagai tanggung jawab warga sekolah pelaksana Program
Sekolah Penggerak. Agar pelaksanaan setiap kegiatan dari program sekolah
penggerak bisa berjalan sesuai harapan, diharapkan dengan berdirinya komunitas
ini, setiap anggota komunitas bisa saling dorong dan suport terhadap anggota
lainnya.
Tujuan akhir yang hendak dicapai dari pembentukan komunitas
ini adalah adanya peningkatan mutu pembelajaran. Seyogianya guru sebagai
pendidik profesional mempunyai peran startegis dalam meningkatkan kualitas
pembelajaran yang bermuara pada peningkatan output mutu lulusan.
Komunitas praktisi merupakan strategi pelengkap bagi
pengembangan profesi yang berkelanjutan. Konsep komunitas praktisi sudah banyak
diterapkan oleh berbagai profesi dan penting pula diterapkan oleh para aktor utama
dalam pendidikan yaitu guru, kepala sekolah dan pengawas sekolah.
B. Membangun
Komunitas Praktisi
Di era abad 21 ini, guru sebagai tenaga pendidik harus
responsif terhadap perubahan. Salah satu hal yang urgen dari seorang pendidik
adalah bagaimana cara seorang guru merespon perubahan yang terjadi dengan
inovasi-inovasi kecil di tempat kerjanya.
Seorang guru tidak lagi hanya dipandang sebagai pendidik
yang kegiatan sehari-harinya memberikan pengetahuan atau mengajarkan
keterampilan kepada siswa serta diproses terakhir terdapat evaluasi.
Jika seorang guru dapat merubah pola pikir yang mampu membawa perubahan di
sekolah dan hal itu dilakukan oleh semua guru di Indonesia maka akan terwujud
perubahan ke arah yang lebih baik di dunia pendidikan. Perubahan[1]perubahan yang
dilakukan oleh guru bisa melalui banyak hal, seperti bagaimana seorang guru
dapat menggali potensinya dengan belajar kembali lewat perubahan yang
ada.
Media atau sarana yang dapat dimanfaatkan guru sekarang
banyak sekali seperti mengikuti webinar, menggali dan mencari kemampuan praktis
yang berhubungan dengan guru dan yang paling sederhana adalah bergabung dengan
komunitas yang ada seperti kelompok Kerja Guru atau komunitas lain yang ada
hubungannya dengan pengembangan diri yang akhirnya akan berdampak baik kepada
bidang pendidikan sekolah.
Tahapan Pembentukan Komunitas Praktisi:
1. 1. Tahap Merintis
Tahap merintis adalah tahapan memulai
sebuah komunitas, pendidik dapat mengawali membangun Komunitas Praktisi dengan
strategi berikutnya.
2. 2. Membangun
percakapan awal
Guru melakukan percakapan awal dengan
pemimpin sekolah, wakil kepala sekolah, koordinator urusan, wali kelas atau
dengan guru mata pelajaran terkait dengan tujuan dan perubahan-perubahan yang
ingin dicapai sekolah serta pengembangan kompetensi guru. Percakapan awal
sebaiknya dilakukan secara individu agar diskusi bisa lebih dalam.
3. 3. Menemukan pengikut pertama
Pengikut pertama adalah rekan guru yang
bersemangat dan bersedia turut menggerakkan komunitas belajar bersama-sama.
Para pengikut pertama biasanya memiliki keresahan yang sama serta berkomitmen
untuk turut menggerakkan komunitas praktisi, memiliki kemauan belajar yang kuat
atau sudah menerapkan pembelajaran yang berpusat pada murid.
4. 4. Membangun percakapan bermakna Percakapan
bermakna dimulai dengan pemetaan masalah – masalah dan rencana solusi yang bisa
dilakukan bersama. Percakapan berakhir dengan kesepakatan membentuk komunitas
praktisi sebagai tempat belajar, berdiskusi dan mengembangkan praktik baik.
Para pengikut pertama biasanya memiliki keresahan yang sama dengan guru
penggagas serta berkomitmen untuk turut menggerakkan komunitas praktisi,
memiliki kemauan belajar yang kuat atau sudah menerapkan pembelajaran yang
berpusat pada murid.
5. 5. Tahap Menumbuhkan
Pada tahap menumbuhkan, komunitas praktisi
diharapkan dapat menyebarluaskan pengetahuan dan praktik baik secara lebih
luas.
6. 6. Menyelenggarakan pertemuan belajar secara rutin
Pertemuan rutin akan memperkuat proses
belajar anggota di komunitas. Jadwal dan lamanya pertemuan rutin perlu
disepakati oleh anggota komunitas agar anggota berkomitmen menghadiri pertemuan
baik dalam bentuk tatap muka ataupun dalam jaringan. Pertemuan rutin juga
memfasilitasi anggota komunitas untuk saling berbagi praktik baik yang
dilakukan di ruang kelas dan dampaknya pada murid. Selanjutnya, pertemuan rutin
harus sesuai dengan kebutuhan belajar anggota atau menyesuaikan dengan konteks
masalah yang ingin dipecahkan.
7. 6. Mendorong
dan mendampingi anggota komunitas menerapkan hasil belajar Guru harus mampu
mendorong dan mendampingi anggota untuk mempraktikkan hasil belajar di Komunitas.
Salah satu program yang dibentuk dalam implementasi program sekolah penggerak yaitu
pembentukan Komunitas Praktisi.
Sekolah Dasar Negeri Citalem menjadi salah satu dari 15
sekolah dasar di Kabupaten Bandung Barat yang lolos seleksi Program Sekolah
Penggerak. Dari 15 sekolah dasar se-Bandung Barat 3 (tiga) berasal dari
Kecamatan Cipongkor yaitu: SDN Citalem, SDN Cacaban, dan SDN Palasari.
Tentu saja dengan keikutsertaan SDN Citalem sebagai salah
satu sekolah pelaksana Program Sekolah Penggerak (PSP) menjadi sebuah
kebanggaan tersendiri. Karena tidak semua sekolah bisa ikut terlibat dalam
program ini. Secara nasional jumlah sekolah yang dinyatakan lolos seleksi
sekolah penggerak Angkatan pertama adalah 2.500 sekolah.
Dalam perjalanan Program Sekolah Penggerak (PSP) dipandang
perlu adanya komunitas praktisi yang bernaung di sekolah. Komunitas ini sebagai
pelaku utama dalam bergerak dan menggerakkan sekolah dengan program[1]program pilihan dari
kementerian pendidikan nasional. Dengan dasar itu, Kepala Sekolah SDN Citalem
berinisiatif membentuk komunitas praktisi yang diharapkan bisa mendukung
terlaksananya kegiatan dari Program Sekolah Penggerak.
Pembentukan komunitas praktisi ini dimulai dari pembentukan
komite pembelajaran. Komite pembelajaran yang terbentuk diharuskan mengikuti
pelatihan yang diselenggarakan oleh P4TK PLB. Saat itu, ada rasa yang tak biasa ketika
didaulat oleh Kepala Sekolah untuk menjadi anggota Komite Pembelajaran PSP,
sebagai perwakilan guru kelas 4 dari SDN Citalem, dan harus mengikuti pelatihan
daring selama 8 hari yang diselenggarakan oleh P4TK PLB. Hal tersebut karena
selama ini mengajar di kelas 6 jadi dalam pikiran terbersit mengapa saya
diikutkan sedangkan guru yang bersangkutannya juga ada.
Dengan kegalauan hati, rasa tak percaya diri teriring
penasaran besar tentang materi apa yang akan di berikan pada pelatihan
tersebut, akhirnya mengikuti sesuai jadwal yang telah ditentukan. Pada hari
pertama, banyak kendala teknis yang dihadapi ketika mengikuti pelatihan.
Karena pelatihan dilaksanakan secara daring maka memerlukan
penguasaan IT yang mumpuni dan tak kalah pentingnya sinyal internet yang stabil
dan kuat. Beberapa kali terlempar dari Google Meet, namun tak membuat patah
arang, mencoba kembali masuk dengan kuota seluler dan wifi sekolah secara
bergantian.
Hari pertama terlewati dengan berdarah darah karena sering
ditendang oleh jaringan internet yang tak menentu. Satu hal yang berkesan di
hari itu yaitu sesi “perkenalan” di mana pada saat diminta memperkenalkan diri,
laptop yang digunakan suaranya tidak keluar, sehingga tidak terdengar oleh
semua peserta kelas daring. Dengan gugup karena tidak paham harus bagaimana,
mencoba bertanya pada admin dan setelah mengikuti arahannya akhirnya bisa
memperkenalkan diri. Untuk materi pada
hari itu tak banyak yang bisa diserap, tugas Asinkronous pun bertanya pada
sesama guru peserta pelatihan dan teman satu kelas daring di WA Grup.
Hari kedua, kembali ke Google Meet berdasarkan kesepakatan
kelas yang dibuat, materi disajikan secara jelas dan gamlang oleh tutor. Pada
sesi tanya jawab serta diskusi, untuk menginisiasi laptop yang lagi lagi tidak
keluar suaranya, dibantu dengan HP yang sama ditautkan ke kelas daring, jadi
ketika harus berpendapat bahkan menjelaskan power point, laptop sebagai sarana
penampil gambar (visual) dan HP sebagai sarana audionya (dua perangkat
tergabung sekaligus).
Hari ketiga, kegiatan Google Meet berbarengan dengan tugas
sebagai juri LBMKS tingkat kecamatan, di mana pada hari itu harus menjadi QM
pada Lomba Cerdas Cermat daring. Tapi karena sedang mengikuti pelatihan QM
diganti oleh juri lain dan tugas hanya di penulis skor. Perlu konsentrasi
ekstra dalam mengikuti dua kegiatan secara bersamaan, karena keduanya adalah
tugas yang harus terlaksana dengan sempurna.
Hari keempat hingga hari terakhir, pelatihan dapat diikuti.
Sungguh pengalaman yang tak terlupakan, banyak waktu yang tercurah pada beragam
kegiatan pelatihan itu baik di Sinkronous maupun pada Asinkronous. Terlebih
pada penyelesaian tugas mandiri di SIM E Learning PSP yang begitu banyak hingga
tak pelak larut malam baru selesai dan menguploadnya di pagi buta. Ada hal baru
yang didapat, banyak teman baru yang ditemui, ada ilmu terserap meski bingung
pada pengaplikasiannya, harus bagaimana dan mulai dari mana, semua itu menjadi
pertanyaan besar dikala itu.
Satu hal yang paling penting setelah mengikuti pelatihan
tersebut yaitu adanya perubahan mindset tentang cara pandang, proses dan semua kegiatan berkait
dengan belajar dan pembelajaran di sekolah. Dan ternyata... "Perubahan
besar menuntut tanggung jawab besar"@Arus
C. Eksistensi
Komunitas Praktisi
Keberadaan sebuah komunitas praktisi begitu penting
peranannya dalam memfasilitasi pengembangan profesional guru, maka perlu
eksistensi yang konsisten dalam membangun komunitas yang solid. Apalagi
menghadapi implementasi Kurikulum Merdeka , peran komunitas merupakan suatu
kebutuhan karena keberadaanya sangat diperlukan dalam hal kolaborasi untuk
menyelenggarakan pembelajaran yang berpihak pada murid. Prosedurnya tergambar
jelas di Platform Merdeka Mengajar (PMM), guru bersama komunitas mengikuti
pelatihan mandiri, yang selanjutnya mendapat kesempatan menjadi penggerak
komunitas.
Keaktifan komunitas praktisi bermanfaat untuk pengembangan diri dan praktik baik pendidikan yang berpihak pada murid. Pemanfaatan fitur-fitur digitalisasi sekolah seperti Platform Merdeka Mengajar (PMM) memberikan ruang bagi guru untuk belajar mandiri dan berkolaborasi melalui komunitas praktisi. Pembelajaran pada platform tersebut sangat berpengaruh besar pada rapor pendidikan satuan pendidikan. Melalui PMM, komunitas praktisi seperti KKG, KKKS, MGMP, dan MKKS akan memperlihatkan eksistensi untuk terus belajar, berproses, berinovasi, berkolaborasi, dan mengedukasi.
D. Peran Guru Dalam
Komunitas Praktisi
Sebuah komunitas tidak akan berjalan sesuai harapan jika
tidak ada tokoh yang menggerakan dan menjalankan kegiatan. Guru sebagai tokoh
utama dalam sebuah komunitas praktisi. Dengan prinsip dari guru oleh guru dan
untuk guru. Komunitas sebagai sarana dalam rangka pengembangan diri.
Saat ini, pemerintah telah meluncurkan Program Pendidikan
Guru Penggerak (PPGP). Kehadiran guru penggerak diharapkan dapat menjadi motor
dalam pengembangan komunitas baik di sekolah maupun di luar sekolah. Praktik
dalam komunitas praktisi dapat dilakukan oleh guru penggerak dengan cara
melakukan praktik mengajar dan interaksi dengan murid atau orang tua. Komunitas
praktisi memberikan wadah bagi para guru termasuk guru penggerak untuk belajar
dan mengembangkan diri. Guru penggerak juga dapat mengajak rekan guru lainnya
untuk bergabung menjadi tim dan menggerakkan komunitas praktisi.
Selain itu, guru penggerak memiliki berbagai peran penting
berkaitan dengan posisinya sebagai motor pengembangan komunitas praktisi. Peran
guru penggerak dalam komunitas praktisi sebagai berikut: 1. Menganalisis
kebutuhan belajar anggota. 2. Memfasilitasi rencana kegiatan belajar
berdasarkan hasil analisis kebutuhan. 3. Mencari narasumber yang relevan terkait
kebutuhan belajar. 4. Menyelenggarakan kegiatan belajar di komunitas. 5.
Mendokumentasikan dan mempublikasikan hasil kegiatan. 6. Mendampingi rekan sejawat dalam
mempraktikkan hasil belajar di komunitas. 7. Memfasilitasi evaluasi dan
refleksi pembelajaran serta penerapan kegiatan.
E. Strategi Pengembangan Komunitas Praktisi
Dalam upaya merawat keberlangsungan sebuah komunitas yang
sudah dibangun, dibutuhkan strategi sebagai langkah pengembangan komunitas
praktisi yang sudah berjalan. Tidak cukup dengan membangun, namun yang paling
utama adalah merawat dan mengembangkan peran dan fungsi dari komunitas praktisi
tersebut. Dalam praktiknya menjaga atau mengembangkan akan dirasa lebih seulit
daripada membangun atau menggagas sebuah komunitas.
Beberapa upaya yang bisa menjadi strategi dalam pengembangan
komunitas praktisi antara lain:
1. 1. Menyelenggarakan pertemuan belajar secara
rutin Pertemuan rutin akan memperkuat proses belajar anggota di komunitas.
Jadwal dan lamanya pertemuan rutin perlu disepakati oleh anggota komunitas agar
anggota berkomitmen menghadiri pertemuan baik dalam bentuk tatap muka ataupun
dalam jaringan. Pertemuan rutin juga memfasilitasi anggota komunitas untuk
saling berbagi praktik baik yang dilakukan di ruang kelas dan dampaknya pada
murid. Selanjutnya, pertemuan rutin harus sesuai dengan kebutuhan belajar
anggota atau menyesuaikan dengan konteks masalah yang ingin dipecahkan.
2. 2. Mendorong dan mendampingi anggota komunitas menerapkan
hasil belajar Guru harus dapat mendorong dan mendampingi anggota untuk
mempraktikkan hasil belajar di Komunitas. Langkah-langkah mendorong dan
mendampingi komunitas:
a. Menyemangati rekan sejawat untuk mengapli[1]kasikan praktik baru
di kelas masing-masing
b.
Menanyakan kesulitan dan tantangan saat
mengaplikasikan praktik
c.
Menanyakan pengalaman menjalankan praktik baru
di kelas
d.
Memberikan waktu kepada anggota untuk
mengimplementasikan praktik baru. Idealnya sekitar 2-4 minggu.
e.
Mendorong anggota untuk mendokumentasikan
kegiatan saat mengimplementasikan praktik baru. Baik praktik yang berhasil
maupun yang belum berhasil.
f. Mendokumentasikan dan membagikan hasil belajar
Guru dan anggota Komunitas Praktisi bisa mendokumentasikan hasil kegiatan komunitas
dan praktik baik yang telah dibagikan di komunitas dalam bentuk tulisan,
rekaman audio atau video. Proses dokumentasi ini bermanfaat sebagai sumber
belajar bagi anggota komunitas secara lebih luas. Selanjutnya, hasil
dokumentasi dapat membagikan hasil pertemuan belajar atau liputan kegiatan pada
kanal belajar yang sudah disepakati sebelumnya baik di WhatsApp
grup, Telegram, halaman Facebook atau website sekolah.
Publikasi konten pembelajaran atau praktik baik dapat menjadi bagian dari
percakapan bermakna yang dapat dilakukan di Komunitas. Hasil dokumentasi juga
dapat menjadi bagian dari cerita perubahan yang bermanfaat untuk proses
monitoring dan evaluasi ketercapaian tujuan belajar anggota komunitas sehingga
perlu dikelola dengan baik.
3. 3. Merawat Keberlanjutan Merawat keberlanjutan
Komunitas Praktisi adalah tahap untuk memastikan proses baik yang sudah
berjalan di dalam komunitas akan terus memberi dampak positif bagi anggota
komunitas dan murid walaupun terjadi perubahan- perubahan situasi yang
berkaitan dengan Komunitas Praktisi.
4. 4. Mengembangkan anggota menjadi Penggerak
Komunitas Praktisi Dalam periode waktu tertentu, Guru perlu mengiden[1]tifikasi
anggota-anggota yang berpotensi untuk menjadi penggerak untuk kemudian
diberikan tanggung jawab sebagai pengelola kegiatan dengan peran yang berbeda[1]beda sehingga dapat
memahami tantangan di setiap peran. Dengan demikian, anggota akan terbiasa
menjadi penggerak dan bisa memastikan aktivitas Komunitas Praktisi sesuai tujuan
dan kebutuhan anggota.
5. 5. Menginisiasi kolaborasi
Komunitas Praktisi dapat mulai menginisiasi kolaborasi dengan pihak-pihak di luar komunitas yang dapat memperkaya pembelajaran anggota dan dapat membantu anggota mencapai tujuan atau menyelesaikan masalah. Guru dapat mendorong anggota komunitas untuk terlibat dalam proyek-proyek kolaborasi tersebut.
F. Komite Pembelajaran
Terdapat istilah baru dari pelaksanaan program sekolah penggerak, salah satunya adalah komite pembelajaran. Komite Pembelajaran adalah sebuah tim di tingkat satuan pendidikan yang terdiri dari Pengawas Sekolah, Kepala Sekolah dan Guru-guru yang dipilih oleh kepala sekolah. Komite pembelajaran adalah guru-guru yang mengajar ditingkatan kelas yang menerapkan Kurikulum Merdeka .
Tahun pertama program sekolah
penggerak komite pembelajaran terbentuk atas Kepala Sekolah, Guru Kelas 1 dan
Guru Kelas 4, Guru PAI dan PJOK yang melaksanakan Kurikulum Operasional Satuan
Pendidikan di tahun pertama.
Pada tahun kedua komite pembelajaran bertambah dari unsur guru kelas 2 dan unsur guru kelas 5 sebagai pelaksana Implementasi Kurikulum Merdeka yang ditetapkan pemerintah. Peran komite pembelajaran sendiri di sekolah penggerak adalah sebagai berikut:
1. Menyelenggarakan in-house training terkait pembelajaran dengan paradigma baru untuk guru-guru di sekolahnya
2. Menganalisis kebutuhan belajar guru dan menggerakkan Komunitas Praktisi di sekolahnya
3. Memfasilitasi pertemuan rutin setiap bulan untuk proses perencanaan pembelajaran bagi guru.
Sumber: Buku Dinamika Perjalananan Sekolah Penggerak-Para penulis adalah bagian dari Buku Dinamika Perjalanan Sekolah Pengerak dari SDN Citalem Cipongkor Kab.Bandung Barat.