Oleh N. Mimin Rukmini
(Guru Bahasa Indonesia SMPN 1 Cililin)
“Karaos pisan kanyaah Teteh, mugia janten amal kanggo Teteh!” Kasih sayang Teteh amat saya rasakan, moga jadi amal baik Teteh. Itulah kata yang sering diucapkan Neng Dian Almarhum. Sosok yang lebih dewasa, melebihi batas umur yang lebih rendah dariku.
Apa pun chatting yang kulayangkan dalam sakitnya, selalu Neng Dian jawab dengan ungkapan itu, moga jadi amal baik Teteh.
Pernah satu waktu ketika itu juga aku menangis pada suamiku manakala Neng Dian dalam chatnya, “Lebih dari serak Teh! Sakit, dan kadang mengeluarkan dahak darah”. Sejak itu aku tak mencoba untuk vicall lagi. Kasihan! Betapa sakit bicaranya. Betapa nyeri badannya.
Aku ajak suamiku untuk langsung berkunjung ke rumahnya. Apa yang dilakukan keluarga itu? Kang Hilman dan Neng Dian masih sempat-sempatnya menyediakan lontong dan sayur kari ayam. “Subhanallah! Ini apa-apaan Kang?”tanyaku pada Kang Hilman. Kang Hiilman mengatakan bahwa ini keinginan Neng Dian untuk membuat lontong kari pada Bibi. Saat itu pun kami makan lontong kari.
Teringat pula, bagaimana lahapnya Neng Dian ketika dengan tidak disengaja saat menengok Neng Dian dengan Bu Elis bertemu Teh Sri, Teh Wiwi, dan Bu Hj.Tuti yang membawa bakakak ayam. Neng Dian sudah dalam keadaan sakit melahap daging ayam dan nasi sedikit-sedikit dengan air, terus makan sambil minum air satu botol aqua. Sepertinya mungkin itu terakhir makan ayam dan nasi.
Setelah itu, Neng Dian cerita hanya makan pola herbal apel, wortel, dan kentang (AWK) yang dihaluskan/ dijus tanpa air. AWK kurang lebih sebulan bertahan. Lambat laun mungkin lambungnya kena juga, Neng Dian memberitahukan bahwa yang ia makan akhirnya bubur bayi atau air tajin (air rebusan beras yang agak kental). Sungguh kurasakan sakitnya Neng Dian.
Sakitnya Neng Dian merasa ada di setiap sudut pijakanku. Sudut ketika minum kopi, sudut ketika ngopi bareng. “Ah, Neng Dian! Teteh ingat ketika ingin ngopi bareng, Neng Dian langsung minta kopi ke Pimpinan, yang akhirnya kita juga menikmati kopi itu.”
Sekarang tinggal kenangan yang insyaAllah Neng Dian tetap memberi kehangatan, kekuatan, dan semangat pada kita.
Doaku sejak Neng Dian sakit, ada di setiap degup jantungku. Hingga suatu waktu saat melihat kurma pun ada doa di balik puisi untuk Neng Dian. Puisi itu sebagai berikut.
SATU BIJI KURMA BUAT ADIKKU
Ketika kudengat adzan
Teh tawar hangat
Satu biji kurma kunikmati
Imaji menjauh
Adikku di mana gerangan
Hanya doa kupanjatkan
Belahan jiwaku diberi-Nya kekuatan
Ketika kudengar adzan
Manisnya kurma adalah impian
Manisnya kurma adalah
Energi
Manisnya kurma adalah doa
Ketika kudengar adzan
Teh tawar hangat adalah semangat
Pendobrak kebekuan
Penjebol ombak
Di antara duri karang terjal
Ketika kudengat adzan
Peluk cium adikku sayang
Dari jauh Teteh kan selalu doa untukmu
Selamat berjuang adikku
Kau hebat!
Pasti Sembuh!
Tetapkan berlabuh
Di bawah naungan
Yang Maha Penyembuh
Aamin Yaa Robbalaalamin
Cihampelas, ketika adzan duhur berkumandang, 30 Oktober 2022
Betapa Neng Dian Hebat! Kau telah tiada, pergi untuk selama-lamanya (21 November 2022). Selamat jalan Adikku! tinggal duka dan kenangan yang telah Neng Dian goreskan. Teteh doakan moga Neng Dian sekarang tertidur pulas di dalam lapang cahaya alam kubur. Menunggu sorga yang telah Allah janjikan. Aamin Yaa Robbal Alamin. ***
Penulis adalah sahabat alamrhumah Dian Diana, Jurnalis handal Newsroom Tim Peliput Berita Pendidikan Bandung Barat.
Pewarta: Adhyatnika Geusan Ulun