Oleh: Adhyatnika Geusan Ulun
Perjuangan sosok wanita sepanjang sejarah peradaban manusia tidak dapat dipandang sebelah mata. Tidak satupun sejarawan yang dapat menyisihkan peran wanita di setiap lembar naskahnya. Hampir dipastikan, di semua tokoh berpengaruh dunia selalu tercatat kiprah makhluk Tuhan ini mewarnai dalam kehidupannya.
Sejarah mencatat perjuangan semua Nabi senantiasa berdampingan dengan sosok wanita. Bahkan, jauh sebelum manusia bertebaran di muka bumi, wanita memegang peranan penting dalam membentuk kepribadian manusia.
Siti Hawa, Ibunda seluruh species manusia, diakui oleh semua agama sebagai cikal bakal tumbuh kembang selurus ras makhluk sempurna ini di muka bumi. Bersama Nabi Adam as turut memetakan persebaran manusia di seluruh dunia hingga sekarang.
Begitulah, seperti yang sering disampaikan dalam doa pernikahan yang selalu menyandingkan pria dan wanita mulia; Nabi Ibrahim dengan Siti Sarah, Nabi Yusuf dengan Zulaikha, Imam Ali dengan Siti Fatimah, dan Baginda Rasul Muhammad saw dengan Siti Khadijah. Menunjukan pentingnya peran wanita terhadap keberhasilan orang-orang mulia tersebut.
Sama halnya dengan Julius Cesar dengan Cleopatra, Napoleon dengan Josephine de Beauharnais, Hitler dengan Eva Braun, dan banyak lainnya. Termasuk dengan para kepala negara dan pemerintah yang tidak bisa dilepaskan dengan peran Ibu Negara.
Sejarah Indonesia juga mencatat, selepas Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, para pejuang wanita Nusantara berkumpul untuk menyelenggarakan Kongres Perempuan pertama di Yogyakarta pada 22 Desember 1928 sebagai penguatan dari isi Sumpah Pemuda; bertanah air yang satu, berbangsa yang satu, dan menjunjung tinggi bahasa persatuan Bahasa Indonesia.
Perjuangan kaum wanita Indonesia berlanjut hingga proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945. Terlebih, di masa kemerdekaan ini peran kaum wanita selalu mewarnai sejarah perkembangan bangsa.
Adalah Ibu, sosok wanita yang Tuhan ciptakan untuk mewakili Kasih-Nya. Kasih seorang Ibu tidak terbatas, memanifestasikan kasih sayang Tuhan yang tidak pernah pilih kasih dan tak terbilang. Curahan kasih sayang seorang Ibu senantiasa mewarnai kehidupan di sepanjang hayat.
Ibu adalah lambang 'senyum' Tuhan, yang selalu menumpahkan kebahagiaan di kehidupan manusia. Termasuk, 'sedih' Tuhan jika melihat manusia jauh dari jalan kebenaran.
Merefleksi perjuangan seorang Ibu semenjak mengandung, seungguh habis kata-kata untuk mengungkapkannya. Ibu menanggung beban beratnya janin berbulan-bulan. Tidak pernah merasakan nikmatnya istirahat, dan selalu terjaga untuk memastikan kebaikan untuk bakal anaknya.
Pengorbanan seorang Ibu terus berlanjut hingga tiba saatnya fase melahirkan yang merupakan perjuangan hidup dan mati. Selepas itu, selama dua tahun harus memastikan perkembangan anak dan sterusnya. Sehingga, perjuangan seorang ibu dapat dipastikan tidak pernah berakhir.
Perjuangan Ibu dalam catatan hidup dapat dituangkan dalam untaian sebagai berikut:
Saat Ibu mengandung kita
Tak pernah merasakan nikmatnya tidur
Ibu terjaga untuk memastikan kita tetap baik-baik saja
Tidak tegiur untuk mengikuti Ayah yang mendengkur
Ketika Ibu melahirkan kita
Perjuangan hidup dan mati
Hanya bersandar kepada Yang Maha Kuasa
Sekuat tenaga dikerahkan beriring doa yang tak pernah henti
Saat Ibu menyusui kita
Tak peduli dengan diri
Walaupun harus berlelah terjaga
Demi kita, buah jantung hati
Begitulah yang Ibu berikan saat kita anak-anak
Dibimbingnya berjalan dan bercakap
Termasuk bagaimana kita berakhlak
Walau harus kelhilangan nikmatnya bersantap
Menginjak remaja, Ibu tak hentinya berdoa
Kita diberikan ilmu agama dan dunia
Entah berapa yang harus dikeluarkan sebagai biaya
Tak pernah mengeluh dan menghiba
Dewasa beranjak, kita terus menyusahkan Ibu
Sekolah dan bekerja pun tak luput Ibu pikirkan
Dibekali kita dengan sepenuh kalbu
Tak pernah berharap untuk mendapatkan penghargaan
Dirayakannya pernikahan kita dengan suka cita
Tak peduli berapa uang yang dibelanjakan
Bersanding di pelaminan bersama kita
Kebahagiaan Ibu tak terperikan
Ibu menangis ketika kita sedih
Ibu menangis ketika kita bahagia
Ibu menangis ketika kita miskin
Ibu menangis ketika kita kaya
Ibu senyum saat kita bahagia
Ibu senyum saat kita berhasil
Ibu senyum saat kita bermanfaat
Ibu senyum saat kita salat
Senyum dan tangis Ibu mengiringi kehidupan kita
Di senyum Ibu nampak Surga dunia
Di tangis Ibu terbayang Neraka menghatui kita
Senyum Ibu harus kita jaga
Tangis Ibu harus kita tahan agar tak jadi murka Tuhan
Perjalanan sejarah Ibu di kehidupan kita tak pernah bisa dihapus
Tugas dan kewajiban kita hanyalah membuat Ibu selalu tersenyum
Perjuangan Ibu di kehidupan kita tak pernah berakhir
Tugas dan kewajiban kita adalah mengantarkan Ibu ke rida Tuhan
Selamat Hari Ibu. Semoga kita semua dapat membuat Ibu bangga. Menjadi pribadi yang bermanfaat bagi diri dan sebanyk-banyaknya umat. ***
Profil Penulis
Adhyatnika Geusan Ulun, lahir 6 Agustus 1971 di Bandung. Tinggal di Kota Cimahi. Guru Bahasa Inggris di SMPN 1 Cipongkor Bandung Barat sejak 1999-2022. Kepala SMPN Satap Cililin sejak 2022. Guru Penggerak angkatan 4 BBGP Kemendikbudristek tahun 2022. Pengurus MGMP Bahasa Inggris Kab. Bandung Barat. Alumnus West Java Teacher Program di Adelaide South Australia, 2013. Alumnus MQ ‘Nyantren di Madinah dan Makkah’ 2016, Pengasuh Majelis Taklim dan Dakwah Qolbun Salim Cimahi, Penulis buku anak, remaja dan dakwah. Editor NEWSROOM, tim peliput berita Dinas Pendidikan Bandung Barat. Jurnalis GUNEMAN Majalah Pendidikan Prov. Jawa Barat. Pengisi acara KULTUM Studio East Radio 88.1 FM Bandung. Redaktur Buletin Dakwah Qolbun Salim Cimahi. Kontributor berbagai Media Masa Dakwah. Sering menjadi juri di even-even keagamaan.
email: Adhyatnika.gu@gmail.com., Ig.@adhyatnika geusan ulun.